x

Ilustrasi pria eksekutif muda. shutterstock.com

Iklan

DAMANG AVERROES AL-KHAWARIZMI

MAHASISWA PPS HUKUM UMI
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ketika Media Mendiamkan Plagiat

Harian fajar meskipun sudah mengetahui aksi nakal penulis-nya, tetapi juga mendiamkannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Entahlah, apa yang terjadi di negeri ini sudah seringkali kita melihat kejadian “plagiat” oleh orang ternama tetapi kita lebih banyak mendiamkannya. Untunglah dari kejadian palgiat di harian kompas, oleh pelakunya Anggito Abimanyu dengan gentel mengakui kesalahannya, dan mundur dari jabatannya sebagai dosen di salah satu PTN terbesar di negeri ini.

Lagi dan lagi, terdapat lagi kejadian plagiat yang serupa, diduga dilakukan oleh salah satu anggota komisioner Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Dr. H. Abustan, S.H, M.H, tetapi satu pun media tidak ada yang berani memberitakannya. 

Pada Opini Harian Fajar bertanggal 16 April 2016 yang ditulis oleh H. Abustan dengan judul “Mencermati Sentralisme UU Pilkada” memang tidak secara keseluruhan identik dengan isi tulisan dari Andi Syafri (dosen UIN Jakarta) bertanggal 7 April 2016 yang berjudul “Pilkada serentak Tanpa Otonomi,” di harian Seputar Indonesia (SIndo). Hanya saja, beberapa pragraf dari opini yang ditulis oleh Komisioner BPSK ini, banyak yang sama dengan opini Andi Syafrani Berikut beberapa pragraf dari tulisan tersebut yang memiliki kesamaan:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

 

KESAMAAN PERTAMA

OPINI ANDI SYAFRANI

Sejatinya, pilkada langsung adalah manifestasi konkret dan pintu awal pelaksanaan otda. Dengan dukungan dan legitimasi rakyat secara langsung, kepala daerah bertanggung jawab penuh terhadap rakyat daerahnya untuk mengembangkan dan mengelola pemerintahan daerah untuk kemakmuran rakyatnya.

OPINI H. ABUSTAN

Sebab sejatinya, Pilkada langsung adalah manifestasi konkret dan pintu awal pelaksanaan otonomi daerah. Dengan dukungan dan legitimasi rakyat secara langsung, kepala daerah bertanggung jawab penuh terhadap rakyat daerahnya, untuk mengembangkan dan mengelola pemerintahan daerah untuk kemakmuran rakyatnya.

 

KESAMAAN KEDUA

OPINI ANDI SYAFRANI

Reward and punishment terhadap kepala daerah juga dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan. Jika dianggap berhasil dan sukses, kepala daerah tersebut akan dipilih lagi untuk periode berikutnya. Sebaliknya, jika gagal, akan ditinggalkan dan akan dipilih lawannya yang dianggap lebih berpotensi memimpin dan membangun daerah.

OPINI H. ABUSTAN

Di samping itu, reward and punishment terhadap kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan. Jika dianggap berhasil dan sukses, mereka akan dipilih lagi untuk periode berikutnya. Tetapi, jika gagal, tentu ditinggalkan dan dipilih lawannya yang dianggap lebih berpotensi memimpin dan membangun daerah.

 

 

 

KESAMAAN KETIGA

 OPINI A SYAFRANI

Mandat rakyat secara langsung itu tak bisa diimplementasikan karena kewenangan kepala daerah, khususnya bupati/wali kota, diikat dan dikerangkeng oleh norma sentralisme kekuasaan pemerintah pusat. Seluruh kewenangan kepala daerah otonom tingkat kabupaten/kota telah dibonsai dengan perangkat hukum yang mengharuskan mereka tunduk dan hanya menjalankan ”perintah” pemerintah pusat.

OPINI H. ABUSTAN

Mandat rakyat secara langsung tak bisa di implementasikan, karena kewenangan kepala daerah, khususnya bupati/wali kota, diikat oleh norma sentralisme kekuasaan pemerintah pusat. Seluruh kewenangan yang melekat kepada kepala daerah otonom tingkat kabupaten/kota, telah dikebiri dengan instrumen hukum yang mengharuskan mereka tunduk dan hanya menjalankan “perintah” otoritas pemerintah pusat.

 

KESAMAAN KEEMPAT

OPINI A SYAFRANI

Konsep sentralistik UU Pemda ini secara eksplisit ditetapkan dalam ketentuan Pasal 9 yang membagi tiga urusan pemerintahan: absolut, konkuren, dan umum. Urusan pemerintahan absolut merupakan hasil kompromi kenegaraan yang terjadi sejak masa reformasi, dan ditegaskan dalam Pasal 10 (1), untuk menetapkan ada enam wilayah yang secara mutlak dikendalikan oleh pusat yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

OPINI H. ABUSTAN

Konsep sentralistif UU Pemda ini secara eksplisit ditetapkan dalam ketentuan Pasal 9 yang membagi tiga urusan pemerintahan: Absolute, Konkuren, dan Umum. Urusan pemerintahan absolute merupakan hasil kompromi kenegaraan yang terjadisejak masareformasi, dan ditegaskan dalam Pasal 10 (1), untuk menetapkan ada enam wilayah yang secara mutlak dikendalikan oleh pusat yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yudikatif, moneter, fiskal nasional, serta agama.

 

KESAMAAN KELIMA

OPINI ANDI SYAFRANI

Selain itu, dalam sejarah UU Pemda pascareformasi diserahkan kepada daerah otonom. Inilah yang disebut dengan teori residu dalam pelaksanaan otda pada masa sebelum kelahiran UU Pemda 2014. Kini konsep residu telah dihapus pembuat UU dengan menambahkan kewenangan umum dan konkuren.

OPINI H ABUSTAN

Dalam sejarah UU Pemda pascareformasi diserahkan kepala daerah otonom. Inilah yang disebut dengan teori residu dalam pelaksanaan otonomi daerah, pada masa sebelum kelahiran UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014.Namun, kini konsep residu telah dihapus pembuat UU dengan menambahkan kewenangan umum dan konkuren.

 

KESAMAAN KEENAM

OPINI ANDI SYAFRANI

Dua kewenangan ini hakikatnya adalah kewenangan yang bersumber dari pusat. Kewenangan umum berasal dari Presiden sebagai kepala pemerintahan, sedangkan konkuren bersumber dari pembagian kekuasaan yang diberikan pusat kepada daerah. Dengan demikian, secara konseptual, tidak ada lagi kewenangan otonom daerah secara langsung yang mutlak dimiliki daerah.

OPINI H ABUSTAN

Sesungguhnya dua kewenangan ini hakikatnya adalah kewenangan yang bersumber dari pusat. Kewenangan umum berasal dari presiden sebagai kepala pemerintahan, sedangkan konkuren bersumber dari pembagian kekuasaan yang diberikan pusat kepada daerah. Dengan demikian, secara konseptual tidak adalagi kewenangan otonom daerah secara langsung yang mutlak dimiliki daerah.

 

 

KESAMAAN KETUJU

ANDI SYAFRANI

Penghapusan otda untuk daerah otonom kabupaten/kota semakin jelas dengan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria urusan konkuren yang ditetapkan pemerintah pusat. Tanpa ketentuan ini saja saat ini, kewenangan pemda kabupaten/kota sangat sempit dan kecil sebagaimana dapat dilihat dari Lampiran Matrik Pembagian Urusan Pemerintahan yang merupakan satu kesatuan dari UU Pemda.

OPINI H. ABUSTAN

Oleh sebab itu, penghapusan otonomi daerah untuk kabupaten / kota semakin jelas dengan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria urusan konkuren yang ditetapkan pemerintah pusat. Tanpa ketentuan ini, kewenangan kabupaten / kota sangat sempit dan kecil. Persoalan implementasi UU Pemda yang mengemuka saat ini, acapkali menjadi ketegangan antara kabupaten/kota dengan provinsi adalah mengenai pengelolaan sumber daya alam.

 

KESAMAAN KEDELAPAN

OPINI ANDI SYAFRANI

 Bertabrakan dengan beberapa UU khusus yang mengatur tentang sumber daya alam seperti UU No 4/ 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, dan UU No 41/ 1999 tentang Kehutanan yang masih menyediakan ruang bagi pemda kabupaten/kota untuk mengelola sumber daya daerahnya.

OPINI H. ABUSTAN

Itu bisa dilihat, ketika beberapa undang– undang khusus bergesekan dengan yang mengatur tentang sumber daya alam. Seperti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang masih menyediakan ruang bagi kabupaten/kota mengelola sumber daya daerahnya.

 

 

Link Opini A. Syafrani di Harian Sindo: Pilkada Serentak Tanpa Otonomi Daerah

Link Opini H. Abustan di Harian Fajar: Mencermati Sentralisme UU Pilkada

sayang sekali, link dr tulisan H. Abustan, oleh website fajaronline.com sudah menghapusnya

 

kurang lebih dua bulan yang lalu kejadian palgiat ini, tetapi sungguh memperihatikan dari berbagi media yang seolah tutup mulut. Harian fajar meskipun sudah mengetahui aksi nakal penulis-nya, tetapi juga mendiamkannya. Termasuk harian Sindo juga tidak pernah menyatakan keberatannya.

Atas plagiat yang diduga dilakukan oleh H. Abustan ini, seharusnya dia berani memberi klarifikasi secara terbuka ke harian Fajar dan harian Sindo, kalau memang dirinya tidak melakukan plagiat dari opini A. Syafrani. Sebab ini bukan hanya menyangkut reputasi atas dirinya seorang, tetapi juga reputasi sebagai salah satu komisioner di BPSK, reputasinya sebagai salah satu advokat, dan juga sebagai dosen di beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Makassar.

 

Ikuti tulisan menarik DAMANG AVERROES AL-KHAWARIZMI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler