x

Iklan

ricko wawo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Yang Kejam dari Stigmatisasi

Tak ada yang komunis di Indonesia, tak ada yang kejam, tak ada yang tak beragama, dan tak ada yang jahat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Yang Kejam Dari Stigmatisasi

Sabtu, 1 0ktober 2016, secara kebetulan saya bersama beberapa orang teman, pergi ke sebuah kampung kecil bernama Reinsina di wilayah Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka. Letak desa itu tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit St. Elizabeth Lela dan mudah ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua. Sebuah jalan hasil semenisasi yang menanjak dan menurun akan mengantar setiap orang masuk ke pedalaman desa. Pemandangan alamnya masih asli dan asri. Masih terdengar merdu kicauan-kicauan burung dan suara-suara hewan di hutan. Dinding rumah-rumah warga masih banyak yang menggunakan bambu dan beratapkan daun.

Menjelang magrib kami pun akhirnya tiba di rumah salah seorang teman di kampung tersebut. Sesampainya di sana, Mei, nama teman kami itu, mengajak kami pergi mengunjungi sebuah gua peninggalan Jepang. Warga kampung menyebut gua itu Liang Nippon. Gua yang berada kira-kira dua puluhan meter dari rumahnya itu tampak sangat tak terawat. Dalam perjalanan menuju gua tersebut Mei menunjuk sebuah pohon nangka dan mengatakan kalau di sekitar pohon itulah orang-orang yang disebut Partai Komunis Indonesia (PKI) dulu dibantai dan dikuburkan. Saya secara pribadi agak terkejut dengan cerita tersebut. Perjalanan kami hari itu tepat pada hari Kesaktian Nasional dan peringatan Gerakan Satu Oktober (Gestok) dimana para jenderal dibunuh dan dibantai lima puluhan tahun yang lalu (di banyak literatur peristiwa tersebut terjadi pada 30 September 1965). Pikiran saya langsung membayangkan bagaimana orang-orang kampung yang dituduh komunis itu dibunuh secara tidak manusiawi dan dikuburkan secara tidak layak. Saya sudah banyak membaca dan mendengar kisah-kisah keji tahun 1965 itu dan cerita-cerita itu seolah menambah rasa penasaran tak terkira seorang anak muda seperti saya.

Mei pun melanjutkan; “Kakek saya adalah orang PKI”. Beberapa saat kemudian ia menunujuk kakeknya itu yang baru saja pulang dari kebun dan sedang menuju ke rumahnya. Ia berkisah, kakeknya itu pernah diusir dari kampung dan tinggal menetap di hutan. Sampai sekarang, orang-orang kampung masih takut dengan kakeknya itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Stigma PKI tetap melekat pada kakek itu sepanjang ia hidup dan bagi masyarakat di kampung yang telah diindoktrinasi pemerintah orde baru; semua yang berbau komunis adalah jahat. Yang komunis berarti yang tak beragama, pembunuh, kejam, dan tak beradat-berbudaya. Masyarakat (orang-orang kampung) dalam situasi mengambang dengan mudahnya mengasosiasikan orang komunis dengan orang-orang jahat. Akal pikiran mereka telah diotomotasisasi untuk membenci komunis tanpa ada sikap kritis. Di dalam situasi masyarakat yang seperti ini, seorang yang dituduh komunis tidak banyak berbeda dengan seekor binatang. Mereka seolah sah untuk dibunuh dan dilenyapkan dari kampung. Si pembunuh atau warga desa yang mengusir seorang komunis keluar dari komunitas sosialnya merasa tak bersalah karena mereka telah menjalankan kewajiban. Melenyapkan seorang komunis adalah hak.

Harga diri, yang paling mahal dari setiap manusia telah direnggut. Sebagai manusia, si kakek telah kehilangan segalanya. Yang pasti penting sekarang adalah bagaimana caranya untuk terus bertahan hidup dari ke hari hingga waktu sendiri yang akan memanggilnya.

Saya membayangkan betapa kejamnya negara ini, betapa kejinya sejarah. Di tengah dunia yang semakin modern dengan segala macam atribut kemajuan zaman dan peradaban, masih ada orang yang hidup dengan stigma komunis yang irasional dan tak bisa dipertanggungjawabkan. Irasionalitas komunis di Indonesia membawa negeri ini mundur ratusan tahun.

Sore itu, saya pulang dengan hati yang sedih dan pikiran yang kacau mengingat si kakek. Entah sekarang apa yang ada dipikirannya. Namun yang pasti, stigma itu tidak mungkin terhapuskan secara total dari hidupnya. Sejarah 65 memang terlampau kelam dan tak terobati namun bagi generasi muda negeri ini stigmatisasi terhadap orang-orang eks komunis harus diakhiri. Tak ada yang komunis di Indonesia, tak ada yang kejam, tak ada yang tak beragama, dan tak ada yang jahat. Kejam, jahat dan tak beragama itu adalah orang-orang yang masih terperangkap dalam pola pikir stigmatisasi terhadap orang lain. 

Ricko W, Komunitas Kahe Maumere

Ikuti tulisan menarik ricko wawo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB