x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Biarkan Imajinasimu Membeku

Membaca menjadikan imajinasi kita terus berkembang dan memetik hikmah di manapun ditemukan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagi saya, The Chronicles of Narnia karya C.S. Lewis adalah pintu masuk untuk mengunjungi dunia lain yang tidak terduga. Pintu ini membawa saya melalang buana ke dunia yang pelukisannya melampaui batas-batas pengembaraan sebelumnya. Dongeng Lewis, yang David Foster Wallace bilang tak pernah membacanya, meluaskan wilayah petualanngan imajinasi saya.

Bagi sebagian orang, membaca kisah-kisah seperti itu, atau cerita yang dituturkan Rowling ataupun Tolkien barangkali hanya membuang waktu. Namun, bagi saya, kisah rekaan mereka membuat kita mengenal dunia dalam versi yang berbeda. Saya diajak untuk mengenal dunia dengan kemungkinan yang sama sekali lain dari yang kita jalani sekarang ini.

Tapi, membaca dongeng semacam itu bukan sekedar untuk memuaskan hasrat imajinasi ataupun melarikan diri dari dunia nyata yang kita tapaki, melainkan juga belajar tentang kehidupan dengan cara yang berbeda. Alangkah serunya bila bisa ber-disapparate dan tiba-tiba kita sudah menjejakkan kaki di sebuah trotoar di kota Boston dan menikmati makanan yang dijual di foodtruck.

Dongeng serupa itu sanggup membawa saya mengunjungi tempat-tempat baru yang asing, mungkin menyenangkan, tapi kadang-kadang menyeramkan. Kendati seram, pengalaman ini tetap menarik—membayangkan berada di Alcatraz yang dipenuhi dengan mahluk-mahluk purba dalam cerita berseri The Secrets of the Immortal Nicholas Flamel karya Michael Scott.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam konteks pengembaraan imajinasi seperti itu dan kunjungan ke tempat-tempat yang berbeda dari dunia yang sedang kita jalani, buku membentangkan kebebasan. Tak mudah menghentikan orang menulis tentang dongeng semacam itu, juga tak mudah menghentikan orang membaca cerita seperti itu. Pengembaraan imajinasi hanya dapat dihentikan oleh yang empunya pikiran. Ketika si empunya pikiran sudah terantuk batu atau dinding yang amat keras, boleh jadi ia tak akan mampu beranjak lebih jauh lagi. Tapi, barangkali pula, ia bisa berkelit.

Melarang orang membaca buku tidak lagi semudah dulu—apa yang dilarang dapat ditelusuri jejaknya di internet; dilarang di sini, ditemukan di perpustakaan Bosnia, misalnya. Melarang membaca juga bukan selalu jalan yang baik, sebab buku yang dilarang itu seringkali juga tidak mudah dipahami.

Seperti halnya dongeng-dongeng tadi, sebagian orang—termasuk saya—hanya ingin menikmati sensasi pengembaraan imajinasi, terkadang tidak sepenuhnya mengerti apa yang dimaui penulisnya. Sepeti halnya membaca Das Kapital, banyak hal yang tak mudah dipahami antara lain karena konteks latar sosial ketika buku itu ditulis yang berbeda dengan sekarang. Tapi, mungkin ada yang merasakan sensasinya ketika ditanya teman dan menjawab: ‘Wah saya sudah baca Das Kapital dari SMA.’ (dan hingga kini tidak kunjung selesai).

Bila belajar tentang kehidupan, membaca dongeng seperti yang ditulis Tolkien, Lewis, ataupun Rowling lebih mengasyikkan. Sebagian orang bilang, tulisan mereka ada misinya, saya tak tahu persis, tapi saya toh bisa memilih mana yang perlu diambil dan mana yang sekedar untuk menikmati kesenangan membaca.

Saya percaya, membaca kisah rekaan mereka tak kalah bergunanya dibandingkan dengan membaca Das Kapital, seperti halnya saya memperoleh mutiara dalam kisah-kisah Abu Nuwas dan Nasrudin Hoja. Buku menjadi sarana kita untuk berkomunikasi dengan penulis (yang masih hidup maupun yang sudah meninggal), menjadi cara kita belajar yang mengasyikkan tentang menjadi manusia, juga menyerap pengetahuan rasional.

Kebiasaan membaca dongeng-dongeng yang mengayakan batin, dari manapun asalnya dan siapapun penulisnya atau perawinya, selayaknya dipelihara. Membaca itu memelihara bahasa, lisan maupun batin. Jika kita tidak membaca, banyak rangkaian kata yang semakin sukar kita pahami—ya, kata-kata hanya akan punya makna bila kita sebagai pembaca memahaminya. Bila kita tidak memahaminya, kata-kata itu akan membeku, bahkan imajinasi kita juga membeku sebab kita membuatnya tak pernah mengembara kemanapun. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu