x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bagaimana Buku Saku Mengubah Ekosistem Penerbitan

Kelahiran buku saku bukan hanya menyediakan pilihan baru bagi pembaca, tapi juga mengubah kebiasaan membaca.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Ketika harga satu galon bensin 10 sen, tiket bioskop dijual 20 sen, harga novel The Grapes of the Wrath karya John Steinbeck dalam kemasan sampul tebal malah mencapai 2,75 dolar AS. Tahun 1939 waktu itu, dan Amerika sedang menanggung beban tingkat pengangguran yang mencapai 20 persen.

Buku sangat mahal dilihat dari sisi pendapatan warga. Sulit bagi orang-orang berkantong tipis untuk bisa membeli novel dan buku non-fiksi yang bagus. Lagi pula, jumlah toko buku masih terbatas, hanya ada sekitar 500 toko buku yang tersebar di 12 kota besar Amerika. Tapi, bagi Robert F. de Graff, ini justru peluang besar: memenuhi kebutuhan warga akan buku yang harganya relatif murah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagaimana gagasan de Graff tentang buku murah? Ia ingin menjual buku dengan harga kira-kira 25 sen atau sekitar sepersepuluh harga buku bersampul tebal. Ia tahu harus mencari kertas yang murah dan menekan biaya cetak. Maka, de Graff pun menemui Richard L. Simon dan M. Lincoln Schuster, pemilik perusahaan penerbitan Simon & Schuster, untuk mencari dukungan. De Graff mendirikan perusahaan Pocket Books—sebuah keputusan yang berani mengingat situasi ekonomi saat itu.

Agar perubahan yang dilakukan memberi kesan luar biasa bagi publik, de Graff menerbitkan 10 judul buku, masing-masing dicetak sebanyak 10 ribu eksemplar. Judulnya antara lain The Murder of Roger Ackroyd karya Agatha Christie, Five Great Tragedies karya William Shakespeare, dan The Way of All Flesh karya Samuel Butler. Dalam tahun pertama, di antara 10 judul itu, yang paling laris adalah Wuthering Heights. Karya Emily Bronte ini terjual lebih dari 1,5 juta eksemplar. Namun, hingga kini, karya Dr. Benjamin Spock, Baby and Child Care, yang paling laku. Sejak diterbitkan pada 1946, buku ini terjual 28 juta eksemplar.

Menyambut terbitnya buku saku ini, muncul iklan sehalaman penuh di surat kabar The New York Times: Out Today—The New Pocket Books that May Transform New York’s Reading Habits. Masyarakat antusias menyambut buku saku ini yang bukan saja ukurannya kecil, 10 kali 15 centimeter, tapi juga kertas yang digunakan lebih tipis, dan yang terpenting harganya mencapai sepersepuluh rata-rata harga buku sampul tebal.

Graff harus menemukan jalan keluar agar harga jual buku yang murah dapat menutupi biaya produksi, yakni dengan memperluas area distribusi buku. Ia mencari cara untuk dapat menjual buku sebanyak-banyaknya agar keuntungan dapat diraih. Toko buku yang jumlahnya masih sedikit jelas tidak dapat diandalkan. Dari sinilah cikal bakal model distribusi buku yang memanfaatkan lapak koran di kaki lima, stasiun kereta, toko obat, maupun gerai lainnya. Upayanya tidak sia-sia. Dalam dua tahun pertama, seperti disebutkan Smithsonian Magazine, de Graff mampu menjual 17 juta eksemplar buku.

Kemudahan memperoleh buku saku ini kemudian menjalar pada perubahan gaya membaca masyarakat. Mereka tidak lagi hanya membaca buku di rumah atau perpustakaan, tapi juga di tempat-tempat umum lainnya seperti ruang tunggu stasiun, di gerbong kereta, maupun di taman-taman. Buku tidak lagi menyusahkan untuk dibawa kemanapun karena ringan dan ukurannya relatif kecil. Terobosan de Graff ini betul-betul mengejutkan para pelaku bisnis penerbitan buku karena mengubah ekosistem penerbitan buku.

Keberhasilan de Graff dalam menciptakan buku saku berharga murah ini menggoda banyak orang serta penerbit lain untuk terjun ke bisnis serupa. Kecenderungan ini membuat sebagian penerbit khawatir dengan munculnya penerbit baru yang kurang peduli terhadap kualitas buku terbitannya. Di sisi lain, perubahan pasar ini melahirkan genre literer baru seperti detektif dan fiksi sains.

Usikan lain muncul ketika penerbit besar terjun dengan membeli perusahan yang baru bersinar dan mulai mempermainkan harga. Meski buku saku dengan kertas koran semakinmudah ditemukan, harganya mulai bergerak naik dan sebagian judul malah dijual dengan harga yang tidak berbeda banyak dengan buku bersampul tebal. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB