x

Iklan

JARAK STOP PEKERJA ANAK

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pengorganisasian PRT dan Sekolah PRT di Malang Raya

Upaya pemberdayaan PRT melalui pengenalan Hak sebagai Pekerja dan Kerja Layak Bagi PRT

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemberdayaan PRT melalui Pengorganisasian dan Sekolah PRT

Berbicara mengenai keberadaan teman-teman dengan profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) berkaitan erat dengan feminisasi kemiskinan. Saya mengambil istilah ini karena pekerjaan rumah tangga biasanya dilakukan oleh (sebagian besar) perempuan miskin, berasal dari pedesaan dan diberi upah rendah. Pekerjaan ini juga tidak memiliki jenjang karir serta tidak dilindungi dalam UU Ketenagakerjaan.  Situasi yang dihadapi PRT bersifat struktural, yakni berkaitan dengan masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya, dan hukum. Untuk menanggulangi masalah struktural ini, diperlukan perubahan mendasar, terutama di bidang sosial dan ekonomi pada tingkat nasional.

Ada dua masalah struktural utama yang dihadapi oleh PRT yaitu:

(1)   Kemiskinan. Kemiskinan yang dialami oleh keluarga PRT telah menyebabkan mereka kehilangan kesempatan bersekolah, yang juga menyebabkan mereka tidak mampu memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk terjun ke pasar kerja dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Akibatnya, mereka terjebak ke dalam kondisi kerja yang tidak layak, yang dapat menjadi kerja paksa. Upah yang rendah menyebabkan mereka pun kelak tidak bisa menyekolahkan anaknya pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga anaknya pun tidak akan jauh kondisinya dengan orang tuanya. Mengurangi kemiskinan akan membantu keluarga PRT memenuhi kebutuhan hidupnya karena sampai saat ini upah PRT masih tergolong rendah dan belum bisa dikatakan mendukung kehidupan yang layak.

(2)   Diskriminasi. Diskriminasi yang dialami PRT perempuan dilandasi oleh konstruksi gender dan kelas sosial. Sebagai perempuan miskin yang menawarkan jasa,  dianggap tidak membutuhkan keahlian khusus, menyebabkan PRT tidak mempunyai kekuatan tawar menawar ketika berhadapan dengan majikan mereka. Konstruksi gender dan kelas sosial juga membuat mereka pasif dan menerima keadaan begitu saja, mereka dibayar lebih rendah dari pekerjaan lainnya, karena tidak mampu menawarkan jasanya dengan upah yang layak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terkait dengan hal tersebut LPKP bekerjasama dengan JARAK dan didukung ILO Jakarta sedang memperjuangkan Kerja Layak Bagi PRT dan Penghapusan PRTA. Kegiatan yang dirancang bagi pencapaian tujuan tersebut adalah mengembangkan sekolah PRT dan melakukan pengorganisasian PRT di Malang Raya. Sekolah PRT memberikan kesempatan bagi PRT untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam menjalankan profesinya. Sementara pengorganisasian PRT ditujukan agar dapat menumbuhkan kekuatan mereka, mengenali hak dan kewajiban PRT. Tujuan akhirnya tentu untuk berjuang menolak diskriminasi gender dan menguatkan posisi PRT sebagai Pekerja.

Pengorganisasian PRT dan Sekolah PRT

PRT berorganisasi, ya mereka juga punya hak untuk berkumpul dan berorganisasi. Melalui kelompok-kelompok kecil, PRT membuat forum untuk saling belajar antar PRT. Dalam pertemuan rutin yang disepakati, mereka mempelajari apa saja yang berkaitan dengan dunia PRT termasuk mengasah pengetahuan seputar dunia kerja mereka. Bersama para pendamping, PRT “berjuang” mendapatkan pengakuan dan penghormatan profesi PRT. Semua ini dilakukan sebagai upaya pemenuhan kondisi Kerja Layak. Berorganisasi ternyata ada seninya, para PRT diajak mengelola kegiatan di kelompok dan terus mengembangkan anggota dengan cara “getok tular” (menceritakan kepada teman PRT lainnya untuk mengajak PRT bergabung dalam kelompok).  

Setelah berjalan beberapa bulan, teman-teman PRT yang bergabung dalam kelompok ini memiliki pengetahuan dan pengalaman yang terus menginspirasi PRT lainnya. Dengan berjalannya waktu, beberapa PRT mulai nampak bakat dan potensinya dalam menjalankan organisasi. Kemampuan memimpin organisasi dan menggerakkan roda organisasi dimiliki para kader PRT. Sebut saja Bu Ana, PRT dari Sumber Sekar, dirinya merupakan kader desa yang berprofesi sebagai PRT. Bu Ana ini sangat lihai melakukan kerja pengorganisasian. Tanpa diminta dia bergerilya untuk mengajak teman-temannya mengikuti pertemuan organisasi dengan melakukan pendekatan persuasif kepada rekan-rekanya dengan cara mendatangi satu-persatu rumah mereka, memberi informasi lewat pertemuan-pertemuan yang ada di desanya dan mampu memberi pengarahan dan komunikasi yang cukup baik di forum pertemuan PRT. Kami senang sudah mulai tumbuh kader PRT yang mampu menginspirasi teman-teman PRT lainnya untuk ikut dalam pengorganisasian.  

Pembekalan strategi pengorganisasian diberikan JARAK dan LPKP kepada para kader PRT. Melalui pelatihan yang difasilitasi oleh Ibu Maria (JARAK) dan sharing pengalaman oleh Mbak Jum selaku aktivis PRT dari Yogyakarta dan Ibu Maisyaroh, PRT dari Malang Raya, rupanya cukup membakar semangat mereka untuk menguatkan organisasinya. Kegiatan yang merupakan proses penguatan organisasi PRT ini agenda kegiatan yang harus dilakukan sebagai bekal organisasi yang mandiri dan kuat. Inilah kesempatan PRT menjadi kuat dalam sebuah organisasi untuk perjuangan nasib dan kehidupan yang layak.

Sampai saat ini, sudah ada 10 organisasi yang telah terbentuk dan menjadi kelompok pendampingan dari LPKP. Di beberapa kelompok yang baru terbentuk, partisipasi PRT dalam mengikuti kegiatan pengorganisasian cukup aktif. Salah satu kelompok yang antusias adalah kelompok PRT Kucur blok Godhean Kecamatan Dau yang anggotanya berjumlah 51 orang. Mereka menyepakati arisan sebagai salah satu bentuk kegiatan yang dianggap mampu mempererat anggota organisasinya. Kegiatan kelompok ini didukung oleh aparat pemerintahan desa. Keaktifan anggota kelompok dan keterlibatan pemerintah desa dapat dijadikan modal untuk memperkuat kelompok dan aktivitasnya.

Keaktifan kelompok melakukan kegiatan, belum terlepas dari kendala dalam proses perjalanannya. Kendala yang dihadapi dalam pengorganisasian dan sekolah PRT berkaitan dengan waktu, tempat dan media. Dari segi waktu beberapa PRT tidak bisa mengikuti kegiatan pada hari Minggu, hari yang sebagian besar PRT memberikan waktu liburnya untuk menimba ilmu baru. Para PRT yang tidak bisa bergabung, kesulitan mendapat ijin dari majikan. Hal ini disebabkan karena waktu libur PRT ditentukan oleh majikan, bukan hasil kesepakatan antara majikan dan PRT. Salah satu kelompok yang mengalami kesulitan menegosiasikan liburnya adalah kelompok Balearjosari.

Kendala lain yang harus dihadapi berkaitan dengan tempat pertemuannya. Kegiatan yang dilakukan pada malam hari, di tempat yang cukup sempit serta penerangan yang kurang memadai, membuat pendamping harus mencari cara agar pembelajaran tetap berjalan maksimal. Para pendamping ditantang untuk memikirkan media belajar yang membuat PRT tetap aktif dalam diskusi dan proses transfer wawasan.

Mulai berbuah pendampingan PRT

Walaupun kegiatan pengorganisasian bisa dikatakan baru 4 bulan efektif, sebagian perubahan pada PRT mulai nampak. Hal yang paling terlihat dalam diri PRT adalah munculnya sikap untuk menghargai dirinya sendiri dan mempunyai kepedulian dengan teman yang sama profesinya (senasib sepenanggungan).  Teman-teman PRT ini juga mulai mengenali hak-haknya sebagai pekerja layak, seperti hak upah, istirahat, libur dan cuti, keselamatan dan kesehatan kerja. Dengan semangat yang ditumbuhkan para pendamping, mereka sudah bisa menyampaikan informasi dan bernegoisasi mengenai apa yang menjadi kebutuhannya di lingkungan keluarga, majikan maupun lingkungan sekitar. Salah satu contohnya adalah, teman PRT sudah “mulai” bernegoisasi dengan suami dan majikan untuk diijinkan mengikuti pertemuan organisasi maupun sekolah PRT. Teknik negosiasi ini juga dipergunakan teman PRT kepada para pendamping dimana mereka sudah bisa menyampaikan aspirasi anggotanya untuk minta materi tambahan di sekolah PRT yang belum direncanakan dalam Silabus.

Dua kegiatan yang saat ini sedang berjalan, pengorganisasian PRT dan sekolah PRT ini ternyata juga menginspirasi beberapa PRT yang belum tergabung dalam kelompok di wilayah yang basis PRT cukup tinggi. Para pendamping terus mencari terobosan strategi dan cara agar pemberdayaan PRT ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. Paling tidak, dua hal baik ini bisa menjadi awal untuk perencanaan kegiatan-kegiatan pemberdayaan lainnya baik teman-teman PRT yang belum terjangkau sampai saat ini. Perjuangan belum selesai, perlu tangan-tangan lain untuk menjangkau para PRT menjadi lebih berdaya. Semoga.

 

(analisis dan pengalaman dari pendamping PRT di Malang, Ibu Ulifah)

 

Ikuti tulisan menarik JARAK STOP PEKERJA ANAK lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan