x

Iklan

Ayu Lestari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Peta Jalan Tetap Perhatikan Industri

Peta jalan importasi sejumlah komoditas, termasuk garam, akan tetap memperhatikan kebutuhan industri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kementerian Perdagangan menyatakan penyusunan peta jalan importasi sejumlah komoditas, termasuk garam, akan tetap memperhatikan kebutuhan industri.

Menteri Perdagangan Enggartianto Lukita mengungkapkan roadmap tersebut akan dibahas bersama dengan kementerian-kementerian terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan kementerian Perindustrian dibawah kendali Kementeriian Koordinator Perekonomian.

“Kami akan koordinasi dulu, misalnya jagung dengan kementan dan garam dengan KKP. Salah satu (pointnya) misal adalah meningkatkan kualitas garam lokal sehingga cocok untuk kebutuhan industri,” ujarnya kepada bisnis, belum lama ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis realisasi produksi garam nasional mencapai 2,8 juta ton atau naik dibandingkan pada 2014 yang hanya mencapai 2,5 juta ton.

Namun, basis perhitungan KKP untuk memprediksi adanya peningkatan produksi garam dinilai pengkajian ulang. Pasalnya, dilaporkan tidak ada peningkatan lahan garam dan program yang mendukung pencapaian produksi nasional.

Adapun luas lahan saat ini tercatat 26.000 hektare dengan asumsi produktifitas lahan rata-rata 75 ton/hektare, maka produkjsi garam hanya sekitar 1,95 juta ton pertahun. Asosiasi pengusaha mengemukaan, klaim peningkatan produksi garam oelh pemerintah berpengaruh terhadap pengaturan distribusi garam lokal.

Dia menambahkan produksi garam dalam negeri dapat memenuhi kualifikasi industri apabila proses dan teknologi yang dimiliki petani lokal bisa dikembangkan. Untuk sementara, Enggar tidak melarang adanya importasi demi pemenuhan kebutuhan industri.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Industri Pengguna garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk mengatakan, penyerapan garam seharusnya tidak menganggu daya saing dua industri pengguna garam terbesar, yakni industri makanan dan minuman dan industri CAP.

Dari catatanya, pertumbuhan kedua industri ini menempati urutan teratas pada lima tahun terakhir, rata-rata mencapai 8,5% dan 7,6%, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan industri nasional 2011-2015 sebesar 5%.

Tony mengatakan, importasi garam industri tidak akan menganggu keberlangsungan produksi garam lokal. Garam yang dibutuhkan industri, tuturnya, antara lain harus memiliki kandungan air maksimal 0,5% dan kandungan NaCl minimal 98%.

Untuk menyelesaikan permasalahan garam secara nasional, lanjutkan, pemerintah perlu fokus untuk melakukan pembenahan di sektor hulu dengan memperbaiki data produksi dan mendorong industrialisasi garam, bukan melakukan pembatasan atau membebani industri untuk melakukan penyerapan garam rakyat.

“Pemerintah dapat mendorong PT Garam berperan menyerap garam produksi penambak lokal, lalu menjual garam lokal kepada industri pengolahan garam yang berteknologi tinggi untuk meningkatkan kualitas produksinya, tidak hanya menggunakan geo membrane.”

Selain itu, dia juga meminta pemerintah untuk mewaspadai penurunan produksi garam akibat anomali iklim yang menyebabkan musim hujan berkepanjangan alias La Nina.

Berdasarkan data BMKG, musim panas hanya akan berlangsung pada bulan September hingga November yang mengakibatkan musim tanam garam menjadi mundur dan berlangsung lebih singkat. Pasalnya, musim penghujan diperkirakan kembali datang pada Desember 2016.

Ikuti tulisan menarik Ayu Lestari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini