x

Gedung kuliah dan laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama, Banda Aceh. TEMPO/Imran

Iklan

Tauchid Komara Yuda

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyoal Tujuan Berkuliah

ilmu itu menjaga, sedang harta itu dijaga. Ketika ilmu dibagi akan bertambah, sedangkan harta berkurang. Oleh karena itu jangan lagi berfikir berkuliah unt

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika menginjakan kaki untuk pertama kali di dunia perkuliahan, alam bawah sadar saya masih terhegemoni oleh arus dominan yang berpandangan bahwa orientasi kuliah itu supaya bisa bekerja. Itu tidaklah salah dan tidak juga sepenuhnya dibenarkan. Manusia pada dasarnya diciptakan untuk bekerja, tanpa harus berkuliah sekalipun manusia sudah pasti akan bekerja. Dan asumsi kuliah sebagai institusi untuk membuka akses lebih besar untuk mendapat pekerjaan yang ‘dianggap layak’, mungkin juga ada benarnya. Tapi apakah semata-mata manusia itu berkuliah hanya untuk bekerja?

Menempatkan kuliah sebatas untuk mendapat ijasah agar mempermudah mencari pekerjaan sangatlah pragmatis. Kalau orientasi kuliah sebatas mencari ijasah, mengapa tidak membeliijasah saja? Toh sama saja, dengan mereka yang kuliah hanya untuk mendapat pekerjaan, dan menganggap ilmu yang selama ini dipelajari di kampus tidak berguna dalam dunia kerja. Hanya yang membedakan, kalau membeli ijasah ‘dianggap’ illegal, dan kuliah dikelas ‘dianggap’ legal secara hukum.

Lantas bagaimana semestinya berkuliah? Bagi saya, berkuliah itu soal mengembangkan cara berfikir, cara pandang, dan sarana mendewasakan diri. Untuk mendapatkan tiga hal tersebut, tentu saja nawaitu-nya tidak lain adalah mencari ilmu. Karena lagi-lagi, Tuhan pun dalam firmannya menjanjikan akan meninggikan orang-orang yang berilmu, bukan orang-orang yang ‘berijasah’. Ilmu itu mengajarkan metode berfikir sistematis, berdasar, beretika, dan bertanggung jawab. Perkara setelah lulus pekerjaan yang diambil tidak sesuai dengan jurusan, apalagi disiplin ilmunya, itu soal lain. Tetapi hikmahnnya, cara pikir dan pribadi kita itulah yang kemudian akan membedakan diri kita dengan orang-orang yang nawaitu-nya berkuliah hanya untuk bekerja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal yang paling sederhana perbedaan orang-orang yang terdidik pikirannya, dibanding orang-orang yang terdidik sebatas ‘celananya’ saja, yang sering dikenakan ketika berkuliah adalah: kemampuan mengolah informasi menjadi pengetahuan, dan sebaliknya: mengolah pengetahuan menjadi informasi yang baik bagi khalayak umum. Apalagi dalam era digital society, dimana hak bagi siapapun untuk memproduksi wacana melalui berbagai sosmed maupun blog semakin leluasa. Sehingga kecepatan dari stimulus informasi itu pada lebih cepat dari respon manusia terhadap informasi itu sendiri.

Orang-orang yang gagal mengolah pengetahuan menjadi informasi seringkali lupa lupa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Dengan sepotong informasi, maupun sedikit pengetahuan, mereka gegabah dalam mendistribusikan informasi tanpa filter. Mereka cenderung mengabaikan metodologi pengetahuan sebagai basis informasi, dan justru mempercayai berita populer yang parameter validitasnya rendah. Korbannya pun biasanya mereka-mereka yang gagal mengolah informasi menjadi pengetahuan. Kurang lebih begitu siklus manusia-manusia yang terdidik celananya saja.

Perdebatan yang terjadi diantara mereka hanya sebatas debat kusir yang berpotensi menimbulkan konflik sosial yang lebih besar. Apalagi kalau sudah menyangkut isu SARA, akan sangat terlihat sikap dari mereka yang terdidik pikirannya cenderung merespon dengan logika yang utuh, sedangkan mereka yang hanya terdidik celananya saja, biasanya merespon dengan baper dan dengan pede-nya mengklaim absolutisme kebenaran hanya padanya. Filosofi padi: semakin berisi, semakin merunduk, menjadi kenyataan yang jauh dari angan-angan orang-orang ini, apalagi kenyataan orang-orang yang demikian dalam menjalankan realitas kehidupan sehari-hari. Apakah kita termasuk bagian dari orang-orang yang demikian?

Sebagaimana Ali bin Abi Thalib, ilmu itu menjaga, sedang harta itu dijaga. Ketika ilmu dibagi akan bertambah, sedangkan harta berkurang. Oleh karena itu jangan lagi berfikir berkuliah untuk bekerja. Akan tetapi berkuliahlah untuk berilmu, lalu bekerjalah dengan ilmu.

Tauchid Komara Yuda

Peneliti Kebijakan Sosial dan Freelance writer. Ia dapat dihubungi melalui email: tauchid.komara.y@mail.ugm.ac.id

 

 

Ikuti tulisan menarik Tauchid Komara Yuda lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu