x

Atraksi kebudayaan reog ponorogo pada saat parade kebhinnekaan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 20 November 2016. TEMPO/Ilham Fikri

Iklan

Parliza Hendrawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Inventarisasi Budaya Lokal, Kenapa Perlu ?

Takut budaya lokal Sumsel menghilang, dinas kebudayaan mencoba melakukan inventarisasi dan dokumentasi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

TIDAK ada kata terlambat utuk berbuat kebajikan termasuk dalam menyelamatkan budaya, bahasa, tradisi ataupun kearifan lokal sebagai asset global. Bahasa daerah misalnya, saat ini penggunaannya sudah terkontaminasi dengan bahasa gaul bahkan  bahasanya paman Donald Trumph yang baru saja disumpah sebagai presidennya Amerika Serikat juga ikut masuk.

Bahasa Palembang termasuk yang sudah terimbas kemajuan peradaban. Kata ‘bro’ dari kata brother atau ‘sista’ dari sister semakin sering didengar dalam percakapan sehari-hari. Tentu hal itu tidak diharamkan apalagi bakal dipidanakan. Akan tetapi, tidak ada salahnya jika kita semua membatasinya bukan justru mengecilkan bahas leluhur sendiri

Niat baik dari sahabat

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan termasuk pihak yang menghawatirkan hilangngnya sejumlah budaya, kearifan asli Sumsel yang dikenal dengan kesantunannya. Untuk hal itulah dinas kembali melakukan inventarisasi dan pemetaan budaya lokal setempat. Tujuannya untuk menghimpun setiap peninggalan nenek moyang dulu agar mudah dipelajari dan tidak hilang. Kalau tidak sekarang juga kapan lagi kita berbuat untuk menyelamatkan semua peninggalan yang tak ternilai itu. Demikian kira-kira yang disampaikan oleh A. Rapanie Igama, Kabid Dokumentasi Dan Publikasi Budaya, beberapa hari yang lalu.

 

"Peta budaya akan dibuat dan semuanya akan didokumentasikan," katanya sembari menikmati secangkir kopi hitam khas Pagar Alam. Menurutnya ada tiga macam aset budaya yang akan didokumentasikan meliputi gagasan, prilaku dan berbentuk benda. Selama ini pemetaan dan pendokumentasian budaya di daerah masih minim sehingga ia khawatir dikemudian hari budaya asli setempat terkontaminasi bahkan diambil oleh daerah lain.

 

Pada tahap awal pendokumentasian dimulai dengan penulisan skrip.Berikutnya pendataan cagar budaya seperti Benteng Kuto Besak (bkb), makam raja palembang, situs tinggi hari di Lahat, serta masjid agung Palembang.Tak kalah penting ditambahkan oleh Rapanie adalah membuat peta persebaran megalit. "Ini memudahkan wisatawan mengelilingi Sumsel," ujarnya. 

 

Ikut nimbrung dalam obrolan santai itu Kasi Bahan Promosi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Untung Sarwono. Mantan Kepala bagian Humas Setda Provinsi Sumsel ini  menambahkan pihaknya menggandeng sejumlah pihak dalam inventarisasi dan pendokumentasian budaya. Selain akademisi dari berbagai kampus pihaknya juga mengajak peneliti dari balai penelitian arkeologi, balai bahasa, perpustakaan dan museum."Publikasi di media masa juga perlu," katanya. (pharliza@gmail.com)

Ikuti tulisan menarik Parliza Hendrawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB