x

Buruh mengumpulkan getah hasil sadapan dikawasan perkebunan karet PTPN XII desa Mumbulsari, Jember, Selasa (19/7). Ratusan buruh karet yang menyadap dan mengumpulkan getah karet ini mendapatkan upah harian sebesar 17 ribu hingga 21 ribu. Masa rontok

Iklan

misbahul munir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ekonomi Politik Kehidupan Petani Karet

Analis Ekonomi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Euforia suasana peringatan kemerdekaan Republik Indonesia masih terasa hingga saat ini. Gagap gempita keseruan perlombaan yang diadakan di setiap wilayah juga bisa dengan mudah kita jumpai. Selamat ulang tahun yang ke 71 bangsaku. Semoga dengan semakin bertambahnya umur kemerdekaan, bisa berbanding lurus dengan kesejahteraan yang dirasakan oleh setiap penduduk yang bermukim di negeri ini.

Di tengah kemeriahan perayaan ulang tahun bangsa kita yang ke 71 ini, marilah kita berfikir, merenung sejenak. Merefleksi sudah sampai mana bangsa kita memberikan kesejahteraan bagi setiap penduduknya. Pembangunan yang dilakukan oleh pelaksana negeri ini apakah sudah bisa dirasakan oleh seluruh penduduk, atau jangan-jangan hanya bisa dirasakan oleh golongan tertentu saja.

Jika kita melihat kondisi bangsa kita hari ini, memang masih jauh dari kata sejahtera. Masih banyak penduduk kita yang hidup berada dibawah garis kemiskinan. Dan pembangunan yang selama ini digencarkan juga masih belum bisa dirasakan oleh banyak penduduk. Intinya, memang masih banyak yang perlu dan harus diperbaiki lagi dalam tatanan kehidupan kebangsaan kita. Utamanya dalam hal pembangunan, baik dalam segi pembangunan fisik, dan juga pembangunan mental.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masih banyak penduduk di negeri ini yang hidup dengan keadaan yang sulit. Sulit dalam hal ekonomi, yang kemudian akan menjadikannya menjadi sulit juga dalam ranah sosial dan politik. Dalam tatanan masyarakat kita memang terjadi kesalahan pandangan mengenai kehidupan sosial, di mana tolok ukur keberhasilan hanya dipandang dari segi materi ekonomi saja. Sehingga kalau ada orang yang ekonominya bagus, dia akan di muliakan. Sebaliknya, kalau ekonominya kurang bagus, maka biasanya kurang mendapatkan tempat dalam kehidupan sosial dan politik. Itu kekeliruan yang harus kita rubah bersama.

Petani karet merupakan salah satu dari bagian penduduk negeri ini yang tengah diterpa masa sulit yang berkepanjangan. Kondisi perekonomian mereka saat ini tengah berada pada kelesuan hidup. Bagaimana tidak, ketika bekerja di kebun untuk mendapatkan getah karet, mereka kerja memeras keringat setengah mati. Kemudian setelah selesai dan saatnya karet dijual, harganya jatuh menjadi sangat murah. Hasil dari penjualan karet yang mereka dapatkan sangat tidak sebanding dengan kerja keras yang telah mereka lakukan.

Kesulitan yang dialami petani karet mulai terasa sejak dua tahun terakhir ini. Tepatnya pada masa pemerintahan Jokowi-JK. Entah apa penyebabnya. Yang jelas, petani karet mengalami kesulitan sejak pemerintahan negeri ini di pegang oleh Jokowi-JK. Harga getah karet mengalami penurunan secara terus menerus. Dulu, sebelum dua tahun yang lalu, harga karet yang dijual oleh petani secara normal berkisaran 14.000,- sampai 15.000,- per kilogramnya. Bahkan harga karet pernah mengalami puncak kejayaan sampai pada harga 20.000,- hingga 25.000,- per kilogramnya. Itu dulu, dua tahun yang lalu. Namun semenjak dula tahun terakir ini, harga terus mengalami penurunan hingga berada pada harga 4.000,- per kilogramnya. Sangat jauh jarak penurunan harganya. Untuk saat ini agak sedikit membaik, yakni berada pada kisaran harga 6.000,- sampai 7.000,- per kilogramnya. Alhamdulillah!

Meskipun Indonesia menjadi negara pengekspor karet terbesar kedua dunia, setelah Malaysia, tapi ternyata juga masih belum bisa menjadi pengendali harga karet di pasar Internasional. Indonesia masih saja ikut kalut dalam ketidakjelasan harga yang fluktuatif di pasaran internasional. Jika kita melihat data ekspor karet Indonesia, memang kondisinya tengah mengalami stagnasi. Sejak tahun 2013, jumlah total ekspor karet Indonesia mencapai angka 2,7 juta ton. Kemudian mengalami penurunan sebesar 0,2 juta ton pada tahun 2014 menjadi 2,5 juta ton. Dan pada tahun 2015, mengalami stagnasi atau sama dengan tahun 2014, yakni berada pada angka 2,5 juta ton. (data: Bisnis Indonesia)

Penurunan ekspor karet Indonesia ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Di antaranya adalah kualitas karet Indonesia, faktor gangguan alam seperti musim atau cuaca, kemudian bisa juga karena penurunan harga karet di pasar dunia atau stok karet di pasar dunia masih tersisa cukup banyak. Sedangkan pasar Indonesia untuk mengekspor karet tertuju pada negara-negara industri maju seperi Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok dan Brazil.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keadaan pasar karet internasional, sedikit atau banyak akan berpengaruh pada kehidupan para petani karet. Terutama kehidupan ekonomi dan kemudian berimbas pada kehidupan sosial dan politik. Tapi di sinilah mestinya peran pemerintah perlu untuk kita hadirkan. Jangan sampai pemerintah kita menginginkan negara ini menjadi negara yang sejahtera, tapi hanya berada pada gagasan saja. Tidak sampai pada tataran praktis. Maka, dalam hal ini pemerintah mestinya juga harus turun tangan dengan mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap kepentingan para petani karet.

Mengenai kesejahteraan, menurut Thomas (2005), kesejahteraan dalam masyarakat bisa di representasikan dengan tercapainya suatu tatanan kehidupan kebangsaan yang terentaskan dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan juga peningkatan daya produktifitas masyarakat yang terus mengalami pengingkatan. Hal senada juga diamini oleh pakar ekonomi pembangunan, Todaro, yang menyebutkan bahwa itu semua adalah cerminan dari keadaan masyarakat yang telah mencapai kesejahteraan.

Jika kita kaitkan, teori kesejahteraan dan kondisi kehidupan petani karet saat ini, maka jelaslah bahwa petani karet hidup jauh dari keadaan sejahtera. Banyak petani karet yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, dengan tingkat kesehatan yang ala kadarnya karena kehidupan mereka kebanyakan di daerah terpencil. Kemudian untuk pendidikannya, kebanyakan mereka hanya mampu mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar (SD) saja. Bahkan semua indikator kesejahteraan tersebut belum bisa dirasakan secara penuh pada kehidupan petani karet.

Apalagi, ketika harga karet sangat rendah seperti saat ini, banyak para petani karet yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sehingga mereka harus berhutang, belum lagi untuk biaya sekolah anak. Kalau musim kemarau tiba, karet yang dihasilkan sangat sedikit. Sedangkan hutang semakin banyak. Belum lagi kebutuhan hidup yang lain yang juga harus dipenuhi.

Kehidupan petani karet saat ini tengah mengalami kesulitan secara ekonomi, sosial dan politik. Jika mereka lemah dalam kehidupan ekonomi makan akan lemah juga dalam bidang politik. Kepedulian pemerintah selaku “orang tua” di negeri ini sangat dibutuhkan oleh petani karet. Mungkin para petani karet diberi pelatihan kewirausahaan dan ekonomi kreatif, agar bisa menjadi penunjang kehidupan mereka. Sehingga kehidupan petani karet bisa lebih baik. Semoga!

Ikuti tulisan menarik misbahul munir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler