Rumah mewah bisa dimiliki oleh siapa saja. Tak perlu butuh dana seperti yang dimiliki Bill Gates. Orang desa juga memiliki rumah mewah.
Di pegunungan di luar kota Parma, Italia, pemandangan rumah mewah bukan hal baru. Beberapa waktu lalu, rumah mewah itu tepat berada di depan mata saya. Hari itu, rumah itu seakan menyapa saya, saya ada di sini. Lebih tegas lagi, saya bukan milik si kaya. Tuanku hanya petani desa.
Saya berpikir mungkin sedang berkhayal. Tetapi ternyata bukan. Saya memang sedang berada di depan rumah itu. Makin ke atas, menuju puncak bukit, makin rumah itu kelihatan mewahnya. Saya sengaja kembali ke arah sebelah bawah rumah, dan mengabdikannya dalam kamera. Rumah itu sama saja, tetap terkesan mewah. Dan, rupanya makin cantik dipandang dari bawah.
Pemilik rumah itu bukanlah Bill Gates. Jika Bill Gates menjadi orang nomor 1 di dunia dalam jumlah kekayaan, pemilik rumah ini tidak termasuk dalam hitungan orang kaya. Jika Gates 4 tahun berturut-turut menjadi orang terkaya, pemilik rumah ini bertahun-tahun tidak menyandang predikat si kaya.
Di sekitar rumah itu, ada rumput hijau, pohon yang mulai kering daunnya, ada juga tanah yang siap digarap. Inilah ciri khas rumah di pegunungan Italia. Rumput itu menunjukkan bahwa, di gunung juga ada kehidupan. Di musim dingin tampak semuanya mati.
Memang, rumput pun tidak berani menampakkan keindahannya selama musim dingin itu. Begitu, muncul matahari pagi di musim semi, rumput pun memamerkan dirinya dan mengatakan hei manusia, saya masih hidup. Rumput itu pun memberikan dirinya dengan ciri khasnya. Tampak hijau dan mengkilat.
Rumput itu tidak beda dengan pohon yang tampak kering. Jika dilihat hanya keringnya saja, hampir pasti kita tidak bisa percaya bahwa pohon sebenarnya masih hidup. Memang pohon itu hidup meski kita menganggapnya mati. Pohon itu sebenarnya mau menegur mereka yang berada di sekitarnya. Ia datang dan menunjukkan bahwa untuk mengetahui kehidupan seseorang, dibutuhkan pengamatan yang dalam dan jeli.
Kehidupan itu amat berarti sehingga tidak bisa diamati dari luarnya saja. Model pengamatan dari luar seperti ini justru menjauhkan pengamat dari kehidupan itu sendiri. Ia tidak akan berhasil mengetahui objek pengamatannya dan juga bahkan tidak bisa memahami dirinya sendiri.
Pengamatan itulah yang kiranya dipakai untuk memahami kehidupan di balik rumah mewah di bukit desa ini. Dari rumah ini, tidak ada kesan hasil korupsi, dana suap, dan sebagainya. Rumah ini menunjukkan bahwa, orang desa yang tulus itu justru mampu menampilkan diri apa adanya. Tidak ada kesan berlebihan.
Rumah mewah itu tampak indah karena menyatu dengan alam. Rumah itu menjadi mewah karena berada di tengah rumput hijau di musim semi, di pohon rindang di musim panas, dikelilingi tanah yang siap ditanam di awal musim semi.
Semoga rumah mewah itu juga menjadi milik semua orang yang hidupnya sederhana—seperti orang desa—dan jujur. Petani desa tidak pernah menuntut lebih selain ingin menghidupi hidup hariannya dengan kebutuhan secukupnya. Petani desa tidak tertarik untuk membahas masalah politik, makar, fitnah, agama, dan sebagainya. Petani desa tidak tertarik mengukur kekayaan dan harta apalagi seks yang jadi idaman orang kota.
Terima kasih untuk orang desa di bukit Fornovo, Parma.
PRM, 3/4/2017
Gordi
Ikuti tulisan menarik Gordi Saja lainnya di sini.