x

Iklan

margaretha diana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#FESTIVALMENULIS | Literasi Digital Melawan Hoax

komunitas masyarakat anti hoax semarang, yang memanfaatkan literasi digital, bukan hanya untuk sharing, tapi juga edukasi anti hoax

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“ In the long run, I certainly hope, information is the cure for fanatcism. But I am afraid, information, is more the cause tha the cure.”

Saya pikir, kata-kata Daniel C Dennet, penulis buku Freedom Evolves ini ada benarnya. Mengingat begitu cepatnya arus informasi yang beredar saat ini, kadangkala tak berimbang dengan kemampuan otak kita untuk bisa memilah, mana informasi yang benar, mana informasi hoax, yang seringkali (seolah-olah) lebih benar dari kebenaran itu sendiri.

Itulah sebabnya, dimulai dari interaksi di dunia maya, terutama social media, pada akhirnya, kami, membentuk sebuah komunitas anti hoax, yang beranggotakan masyarakat kota Semarang dari berbagai latar belakang profesi. Tujuan dibentuknya komunitas Masyarakat Semarang Anti Hoax ini, sebenarnya, lebih sebagai wadah, tentang bagaimana memanfaatkan lini literasi digital guna mengcounter banyaknya berita tidak jelas yang beredar saat ini. Paling tidak, sebagai wadah sharing, juga ajang kroscek informasi kebenaran sebuah berita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena sebenarnya, berita hoax yang beredar tiap hari di stiap lini kehidupan kita, untuk saat ini, sepertinya bukan hal yang baru lagi. Kabar hoax beredar begitu cepatnya, entah melalui medsos, atau broadcast aplikasi komunikasi yang banyak tersedia di fitur smartphone saat ini. Menurut data Kominfo, dalam stiap harinya, dari 100% berita atau broadcast yang beredar cepat, 90% diantaranya adalah hoax. Disinilah kemudian yang namanya smartphone bagai pisau bermata dua, antara penggunanya yang kalah smart dari gawai-nya, hingga tidak bisa memilah berita benar atau tidak, dan atau pengguna gawai yang benar-benar tahu bagaimana cara memanfaatkan smartphone untuk menyebarkan hoax.

Dan salah satu kegiatan kami, sebagai langkah awal mengenalkan edukasi literasi digital, pada tanggal 20 April 2017,  kami menyelenggarakan acara Sarasehan Nasional dengan tema “Melawan Hoax, Mengembalikan Jatidiri Bangsa, di Wisma Perdamaian, kota Semarang. Sarasehan ini terbuka untuk umum, dan diikuti tidak hanya oleh masyarakat sipil, mahasiswa, organisasi-organisasi kemasyarakatan, tapi juga Binmas dari kepolisian resort se-Jateng. Karena, tujuan diadakannya acara ini, antara lain ya untuk mengedukasi masyarakat, bagaimana caranya memanfaatkan literasi digital dalam menyikapi hoax yang beredar, juga sebagai ajang berdialog dengan beberapa narsum mengenai hoax. Sedangkan narsum yang hadir hari itu, diwakili oleh Ibu Septi, salah satu Dirjen Kominfo, Bp. Djarot dari Humas POLDA Jateng, serta beberapa tokoh lintas agama serta budaya, dan juga Gubernur Jateng, Bp. Ganjar Pranowo.

Ada salah satu sesi yang menarik, yaitu pada saat Kyai H. Mustofa Bisri berbicara tentang bagaimana menyikapi hoax yang beredar. Menurut beliau, ungkapan “sing waras ngalah” sudah tidak tepat dalam menghadapi penyebaran hoax yang beredar.

“ Dalam melawan penyebaran kebencian dan hoax, tidak berlaku ungkapan sing waras ngalah, sudah saatnya sing waras ojo ngalah. Karena kalau yang waras ngalah terus-terusan, yang ada, yang tidak waras ini akan merasa paling benar sendiri,” begitu kata Kyai yang akrab dipanggil mbah Mus ini.

Karena pada akhirnya, jika yang merasa paling benar sendiri ini dibiarkan, dia akan mempengaruhi yang lain untuk juga ikut-ikutan menyebar konten negative.

Beliau berpendapat, bahwa persoalan bangsa ini sebenarnya ada di Pancasila. Selama ini, kata Pancasila hanya disebutkan berulang kali, tanpa dijabarkan dan dipahami arti per-silanya. Masyarakat hanya tahu Pancasila, tanpa mau tahu apa itu arti Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, Persatuan Indonesia, atau apa arti Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, apalagi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dan dalam hal ini, tugas pemerintahlah untuk kembali mengedukasi masyarakat, dan juga harus belajar kembali, tentang Pancasila, jadi tidak hanya mengedukasi asal edukasi.

Dalam menyikapi hoax, beliau menyayangkan sikap pemerintah yang hanya menghimbau kepada masyarakat tentang bahaya hoax, tapi minim tindakan terhadap pelaku hoax. Padahal, sudah menjadi kewajiban utama pemerintah-lah, untuk menindak para pelaku hoax ini, agar tidak menjadi duri di dalam daging.

Sementara menurut bu Septi, dari Kominfo, informasi hoax yang beredar di masyarakat saat ini, tidak hanya terkait dengan SARA. Tapi juga banyak informasi hoax seputar dunia kesehatan, lowongan kerja, manajemen artis, dan lain-lain. Contoh kasus informasi hoax di dunia kesehatan adalah tentang kanker kelenjar getah bening yang katanya bisa diobati hanya dengan menempelkan potongan lidah buaya secara rutin di tempat yang sakit. Ya seperti kita tahu, banyak sekali broadcast-broadcast mengenai tanaman X, Y, Z yang katanya bisa menyembuhkan kanker, diabetes, reumatik, jantung, asam urat dan lain sebagainya. Sementara informasi semacam itu, kadangkala ngawur, dan justru berbahaya bagi kesehatan kita.

Belum lagi tentang informasi lowongan kerja atau manajemen artis yang ternyata hoax. Yang pada akhirnya banyak menjadi kasus anak hilang, perdagangan manusia, dan yang paling terkini adalah perdagangan organ tubuh manusia secara black market. Padahal kita tahu pasti, yang namanya rantai perdagangan manusia, berumur hampir setua bumi, dan paling susah dikendalikan.

Pada dasarnya, gerakan Turn Back Hoax ini memang perlu dan boleh dibilang urgent. Mengingat banyaknya berita yang tidak jelas yang beredar di masyarakat, sementara, anak-anak kita, juga generasi muda saat ini, masih mudah dipengaruhi dan diprovokasi. Tidak hanya oleh berita-berita SARA, tapi juga banyaknya situs dengan iming-iming tidak jelas. Maka dari itu pulalah, banyak sekali korban kejahatan yang berawal dari broadcast atau situs ngawur di internet. Nah, dalam hal ini, pendapat mbah Mus memang harus diamini, bahwa pemerintah kurang tegas dalam menindak situs-situs yang cenderung menjadi sumber berita hoax, apalagi para pelaku hoax.

Sebenarnya, diharapkan, bukan hanya kota Semarang dan beberapa kota lainnya saja yang mempunyai komunitas semacam ini. Komunitas tempat sharing juga belajar bagaimana memanfaatkan literasi digital sebagai ajang edukasi gratis tentang banyak hal. Karena pada akhirnya, dan pada kenyataannya, informasi, dalam bentuk apapun, memang kita butuhkan dalam hidup ini. Itulah sebabnya, bukan hanya saring sebelum sharing, tapi pintar-pintarlah memakai kesempatan untuk bisa memanfaatkan internet untuk sesuatu yang berguna.

Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB