x

Ilustrasi perempuan menulis. shutterstock.com

Iklan

margaretha diana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Antara Maggie dan Mei 98

“Sebenarnya saya takut datang, tapi urusan saya belum selesai. Papah larang, keluarga larang."

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Maggie namanya, mahasiswa asal Taiwan yang jadi salah satu peserta program pertukaran mahasiswa di Semarang. Awal Mei dia sempat singgah sebentar di kedai saya. Biasanya, dia makan bersama kawan-kawannya di meja nomor 6. Kali itu dia sendirian, memesan makanan untuk dibungkus. Saya menyapanya seperti biasa.

“Sebenarnya saya takut datang, tapi urusan saya belum selesai. Papah larang, keluarga larang, takut saya kena rapped, karena mereka bilang saya mirip Cina Indonesia. Ini negara not save for me, takut tahun dulu ulang kembali di Jakarta,” jawabnya saat saya tanya mengapa tak bersama kawan-kawannya.

Saya tercenung mendengarnya, hanya mampu tersenyum dan berkata semoga urusannya lancar hingga bisa kembali pulang ke negaranya tanpa suatu masalah apapun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mei 1998, rasanya tak mungkin lekang dari ingatan. Situasi ibukota yang mencekam selama beberapa hari, peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti, pendudukan mahasiswa di gedung DPR/MPR, turunnya presiden Soeharto, hingga chaos bermuatan SARA yang akhirnya menyebar hingga ke Solo, Medan, Boyolali, Banyuwangi, Surabaya, Palembang dan Lampung.

Chaos yang pada akhirnya berdampak pada kondisi stabilitas negara di skala nasional dan internasional. Tidak hanya rush dana triliunan dari pasar modal, tapi juga eksodus besar-besaran dari masyarakat etnis Tionghoa ke luar negeri demi mencari rasa aman saat negaranya sendiri tak lagi mampu melindungi.

Ada banyak praduga, banyak teori yang muncul di kemudian hari tentang siapakah dalang kerusuhan ini. Yang terlihat di semua tempat kerusuhan, polanya serupa dan tereskalasi menjadi begitu masif dalam tempo yang singkat.

Di setiap tempat kejadian chaos, selalu dapat dilihat 3 kelompok dalam kerumunan: kelompok provokator, massa yang sengaja didatangkan dari luar daerah, dan masyarakat setempat. Yang pertama kali membakar emosi massa, baik dengan orasi, letupan emosi, atau tindakan anarkhis adalah provokatornya. Kelompok kedua biasanya berperan sebagai yang turut terbakar emosinya lalu ikut bertindak anarkhis.

Yang membuat kondisi semakin ricuh adalah masyarakat setempat. Biasanya diawali dari mereka hanya menonton saja. Lalu ketika situasi menjadi ’setiap orang untuk dirinya dan kerumunannya’, provokasi, naluri, dan sikap oportunis yang selanjutnya bekerja—di titik inilah massa mulai melakukan kerusuhan, penjarahan, pengrusakan serta pembakaran.

Tidak hanya pusat pertokoan dan mall, rumah tinggal pun tak luput dari aksi tersebut. Hingga sekarang, tidak pernah tercatat secara pasti berapa korban yang meninggal dunia, cacat seumur hidup, serta kerugian material maupun imaterial. Hanya satu yang nyaris pasti, warga etnis Tionghoa menjadi korban paling banyak.

Ya, banyak warga Tionghoa yang menjadi sasaran amuk massa. Bukan hanya penjarahan, pengrusakan, pembakaran terhadap harta dan bangunan milik Tionghoa, tapi juga perkosaan terhadap para wanitanya. Bahkan, saking rusuhnya masa itu, banyak bangunan yang dijarah dan dirusak massa ternyata bukan milik etnis Tionghoa. Akibatnya, Hingga banyak pemilik toko menuliskan besar-besar ”Milik Pribumi ” atau ”Milik Muslim” di bagian yang terlihat dari luar.

Rasa-rasanya, tindakan diskriminasi yang menyasar warga Tionghoa, mulai awal kemerdekaan tidak berkurang dan justru semakin sering dibandingkan paruh awal abad 20. Perlakuan diskriminatif tersebut datang bukan hanya dari warga masyarakat saja. Alih-alih mengayomi, berbagai ketentuan dan kebijakannya negara justru melegalkan diskriminasi terhadap warga Tionghoa.

Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB