x

Sembako on Shelter (SoS) selama bulan Ramadhan di 23 halte Transjakarta Kampung Melayu, Jakarta Timur, 29 Mei 2017. TEMPO/Maria Fransisca

Iklan

Jalal

Keberlanjutan; Ekonomi Hijau; CSR; Bisnis Sosial; Pengembangan Masyarakat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengenal Ekonomi Regeneratif

Ekonomi Regeneratif adalah ekonomi yang sesuai dengan hukum-hukum alam, yang kita butuhkan untuk menyembuhkan umat manusia dari kecenderungan destruktif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Anyone who believes in indefinite growth

in anything physical, on a physically finite planet,

is either mad or an economist.

Kenneth Boulding

 

Pada tanggal 15-17 Mei 2017 diselenggarakan sebuah acara bertajuk Regenerative Future Summit di Boulder, Colorado, Amerika Serikat.  Motto acara tersebut memanfaatkan pernyataan terkenal dari arsitek dan penemu terkenal, Buckminster Fuller. The world is in crisis. Solutions abound.  Join us to create a bridge to a regenerative future. Make the world work for 100% of humanity.  Pernyataan terakhir itulah yang datang dari sang arsitek.

Membaca deretan pembicaranya, saya tidak ragu sama sekali bahwa itu adalah salah satu acara terkait keberlanjutan yang paling keren yang pernah diselenggarakan.  Namun, dalam pendirian salah satu ‘dewi’ keberlanjutan yang hadir di acara tersebut, Sandra Waddock, ada dua presentasi yang sangat menonjol, selain keynote speech dari Hunter Lovins.  Yang pertama adalah presentasi John Fullerton mengenai Kapitalisme Regeneratif (Regenerative Capitalism) dan paparan Kate Raworth tentang Ekonomi Donat (Doughnut Economics). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tulisan ini bermaksud untuk mendiskusikan pemikiran Fullerton itu.  Dengan mudah dan gratis, pemikiran Fullerton—mantan bankir Wall Street yang bertobat lalu memerangi Neoliberalisme—bisa diunduh dari http://capitalinstitute.org/regenerative-capitalism/.  Saya tidak akan membahas seluruh pemikiran yang komprehensif itu, namun tertarik untuk memaparkan apa itu Ekonomi Regeneratif lalu mendiskusikan delapan prinsip yang diajukan Fullerton.     

 

Kapitalisme atau Ekonomi Regeneratif

Dalam Regenerative Capitalism - How Universal Principles and Patterns Will Shape Our New Economy (Fullerton, 2015) maupun presentasinya The Road to Regenerative Capitalism (Fullerton, 2017) disebutkan bahwa “Regenerative economics is the application of nature's laws and patterns of systemic health, self-renewal, and regenerative vitality to socio-economic systems.”  Hal pertama yang saya perhatikan adalah bahwa Fullerton menggunakan istilah Kapitalisme Regeneratif dan Ekonomi Regeneratif sebagai sinonim.  Keduanya bisa dipertukarkan.  Namun, menurut saya, rasanya akan lebih baik kalau istilah Ekonomi Regeneratif saja yang dipergunakan, mengingat beban nama buruk yang melekat pada Kapitalisme.  Sementara, ekonomi adalah istilah yang bisa dipandang lebih netral. 

Definiens-nya sendiri tidak begitu baik, karena masih mengandung definiandum, yaitu regeneratif itu.  Tapi, yang sangat jelas terbaca adalah bahwa ekonomi yang dimaksud itu adalah aplikasi hukum-hukum dan pola-pola alam, atau berarti tidak melawan batas-batas alam.  Batas-batas itu sendiri diyakini sebagai kondisi kesehatan yang sistemik, mampu memerbaiki diri sendiri, dan mengandung vitalitas yang dibutuhkan oleh sistem sosial dan ekonomi.  Dengan pernyataan yang demikian, kita bisa membayangkan bahwa bila kita melawan hukum, pola, dan batas alam—sebagaimana yang ditunjukkan oleh bagaimana ekonomi sekarang bekerja—maka hasilnya adalah alam yang kondisi kerusakannya tidak akan terbalikkan, sehingga sistem sosial dan ekonomi yang sehat mustahil akan bertahan.

Untuk menggambarkan posisi ekonomi regeneratif sendiri, Fullerton memanfaatkan model trajektori yang dibuat oleh Bill Reed.  Bedanya hanya dua.  Pertama, kalau Bill Reed membuat trajektori itu secara vertikal, Fullerton menjadikannya horisontal.  Kedua, Fullerton menghilangkan satu fase setelah restoratif, yaitu reconciliatory, dan langsung menempatkan fase regeneratif setelah restoratif (lih. Artikel Shifting from ‘Sustainability to Regeneration, yang dipublikasikan Bill Reed pada jurnal Building Reserach & Information, Vol. 35/6, 2007).

Praktik Konvensional (Conventional) adalah apa yang terjadi pada kebanyakan aktivitas ekonomi sekarang.  Ia menggunakan energi dan materi yang banyak, dan hasilnya adalah suatu kondisi degeneratif, atau pemburukan keadaan.  Mengutip pendirian Croxton, Reed menyatakan bahwa praktik ini sesungguhnya hanya satu langkah lebih baik daripada kejahatan.  Hasilnya tetap buruk, namun dibenarkan oleh hukum.  Berikutnya adalah praktik Hijau (Green), yaitu yang menggunakan lebih sedikit energi dan materi lantaran aplikasi teknologi tertentu.  Ini merupakan kondisi perbaikan relatif, walau hasil akhirnya tetaplah degeneratif.  Praktik Hijau ini memberi waktu yang lebih panjang bagi kita semua untuk terus memerbaiki keadaan.  Namun, hanya apabila kita benar-benar memerbaiki saja maka kita dapat membuat waktu yang lebih panjang itu menjadi bermanfaat.

Fase yang lebih lanjut adalah praktik Berkelanjutan (Sustainable).  Berbeda dengan fase sebelumnya yang masih bersifat merusak namun kerusakannya lebih sedikit, pada fase ini sesungguhnya sudah tidak ada kerusakan yang timbul.  Berkelanjutan, menurut pendirian McDonough yang diikuti oleh Reed, memang adalah kondisi 100% less bad atau sudah tidak ada dampak negatif sama sekali.  Tetapi, tentu itu tidaklah memadai, karena selama jangka yang cukup panjang manusia telah melakukan banyak kerusakan.  Fase yang kemudian harus muncul adalah Restoratif (Restorative).  Secara umum, restoratif berarti mengembalikan  ke kondisi semula.  Di fase ini, manusia melakukan tindakan terhadap alam, membantu alam untuk memerbaiki dirinya.  Tetapi, di fase ini pun manusia masih (merasa) menjadi bagian yang terpisah dari alam. 

Seperti yang dinyatakan di atas, ketika manusia mulai bersatu dengan alam kembali, itu ditandai dengan fase Penyatuan (Reconcialiatory), namun fase yang dibedakan oleh Reed ini oleh Fullerton kemudian disatukan dengan fase tertinggi. Fase yang tertinggi itu adalah Regeneratif (Regenerative), di mana manusia benar-benar menjadi bagian dari alam dan berpartisipasi aktif sebagai bagian itu.  Evolusi menuju perbaikan dilakukan bersama-sama dengan seluruh komponen alam.  Regeneratif juga berarti kondisi alam terus membaik, bukan sekadar kembali ke kondisi semula seperti dalam fase Restoratif.

 

Delapan Prinsip             

Ada delapan prinsip Ekonomi Regeneratif.  Prinsip pertama, In Right Relationship, diterangkan sebagai berikut.  Hubungan yang benar antara manusia dan alam adalah kesatuan, bukan pemisahan.  Oleh karenanya, ekonomi dan ekologi sesungguhnya juga tak bisa dipisahkan.  Ekonomi hanya dapat dibangun di dalam biosfer yang sehat, dan kerusakan yang terjadi di satu bagian, akan merusak bagian-bagian yang lain.

Views Wealth Holistically adalah prinsip kedua, yang pengertiannya adalah bahwa kekayaan tidaklah sama dengan jumlah uang yang dimiliki.  Kekayaan yang sesungguhnya adalah kesejahteraan dalam seluruh aspek, yang dicapai melalui harmonisasi berbagai jenis kapital, termasuk sosial, budaya, dan pengalaman.  Kekayaan yang sesungguhnya juga terjadi manakala beragam jenis kapital itu terbagi secara (relatif) merata di antara seluruh masyarakat.  Mengapa?  Karena “the whole is only as strong as the weakest link.”  Ketika masih ada kelompok masyarakat tertentu yang berada dalam kemiskinan, maka sesunguhnya secara keseluruhan masyarakat itu belum benar-benar kaya.   

Prinsip ketiga yaitu Innovative, Adaptive, Responsive.  Pengertiannya adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh naturalis Charles Darwin, “In the struggle for survival, the fittest win out at the expense of their rivals.”  Yang dimaksudkan sebagai fit di situ  adalah cocok.  Mereka yang bisa mencocokkan diri dengan keadaan apapun yang dihadapi, alias adaptif dan responsif.  Untuk bisa demikian, tentu dibutuhkan kemampuan untuk melakukan inovasi, yaitu menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik dalam kondisi lingkungan yang berubah.

Selanjutnya, prinsip keempat, Empowered Participation. Dalam sebuah sistem yang saling tergantung, kecocokan datang dari kontribusi terhadap kesehatan dan ksejahteraan keseluruhan sistem.  Ini berarti setiap bagian terhubung dengan keseluruhan dalam bentuk hubungan yang memungkinkan bagian itu memenuhi kebutuhannya, namun juga untuk memberikan kontribusinya yang unik.  Hanya mengambil manfaat, tanpa berkontribusi tidaklah diperkenankan.

Honors Community and Place merupakan prinsip kelima.  Setiap masyarakat merupakan mosaik kumpulan manusia, tradisi, kepercayaan, dan kelembagaan yang secara unik dibentuk oleh kekuatan geografi, sejarah, budaya, lingkungan setempat, dan kebutuhan manusia yang terus berubah.  Karenanya, Ekonomi Regeneratif memelihara masyarakat yang sehat dan tangguh, sesuai dengan esensi sejarah dan lokasi masing-masing.

Prinsip keenamnya adalah Edge Effect Abundance. Kreativitas dan kelimpahan tumbuh secara sinergistik di tempat di mana pola dominannya berada kondisi terlemah.  Misalnya, kehidupan banyak ditemukan di muara, di mana terjadi pertemuan antara air segar dan asin.  Di perbatasan itulah inovasi dan penyuburan-silang banyak terjadi.  Karenanya, kerja kolaboratif antar-perbatasan, akan menghasilkan pembelajaran dan pengembangan yang berasal dari keragaman.  Ini akan menjadi kekuatan transformatif baik untuk masyarakat maupun individu yang terlibat.

Prinsip ketujuh, Robust Circulatory Flow.  Seperti halnya kesehatan tubuh manusia bergantung pada sirkulasi yang optimal dari oksigen, gizi, dan lainnya, kesehatan ekonomi juga bergantung pada aliran sirkulasi yang optimal dari uang, informasi, sumberdaya, barang dan jasa untuk mendukung pertukaran dan pembuangan racun, serta memelihara setiap sel dalam jaringan manusia.  Sirkulasi uang dan informasi, serta pemanfaatan yang efisien dan daur ulang material adalah yang paling penting untuk mencapai kemampuan regeneratif potensial di tingkat individu, bisnis, dan ekonomi. 

Terakhir, Seeks Balance.  Menjaga keseimbangan bukanlah hanya sesuatu yang nice way to be, melainkan sangat penting untuk kesehatan sistemik.  Seperti sepeda satu roda, sistem yang regeneratif selalu berada dalam pencarian keseimbangan selama dijalankan.  Agar bisa melakukannya, yang dibutuhkan adalah harmonisasi dari beragam variabel.  Ekonomi Regeneratif berusaha menyeimbangkan: efisiensi dan resiliensi; kolaborasi dan kompetisi; keragaman dan koherensi; serta organisasi dan kebutuhan kecil, sedang dan besar.

 

Penutup

Demikian telah ditunjukkan apa pengertian dan prinsip-prinsip dalam Ekonomi Regeneratif, sebagaimana yang dirumuskan oleh John Fullerton.  Menurut saya, ini adalah salah satu varian dari pemikiran ekonomi yang memang bisa mendudukkan hubungan antara ekonomi, sosial dan lingkungan dengan tepat.  Ini juga bisa menjadi obat bagi kecenderungan destruktif ekonomi kapitalistik yang masih merajalela hingga sekarang.  Dan, bila pemikiran ekonomi didefinisikan sebagaimana Ekonomi Regeneratif, maka sindiran pedas dari Kenneth Boulding—yang sebetulnya juga adalah seorang ekonom cum filsuf—yang dikutip di bagian awal tulisan ini bisa ditepis.

Namun demikian, jelas tidaklah mudah untuk memasarkan dan mewujudkan gagasan Ekonomi Regeneratif.  Berbagai perbaikan minor memang telah banyak kita saksikan dalam kecenderungan peng-hijau-an industri, namun itu tidaklah memadai.  Keberlanjutan yang mensyaratkan nihilnya dampak negatif juga belum memadai, karena dunia memang telah rusak.  Karenanya, betapapun sulitnya, kita memang musti bergeser lebih jauh, mengawal transformasi yang mengarah pada Ekonomi Restoratif, lalu Ekonomi Regeneratif.  Hanya dengan demikian saja, kita akan bisa menyelamatkan diri, dan terutama generasi mendatang.  Tantangannya, membuat definisi dan prinsip-prinsip Ekonomi Regeneratif dipahami dan bisa diturunkan menjadi tindakan nyata.  Sesegera mungkin, semassif mungkin.     

Ikuti tulisan menarik Jalal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler