x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kartu Pos dan Facebook

Ada kemiripan antara kartu pos dan Facebook walau sangat berbeda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pepatah lama berbunyi: “Sejarah selalu berulang.” Ada sisi kebenaran di dalamnya, meski ‘berulang’ tak mesti dimaknai sebagai keserupaan sepenuhnya. Bolehlah semacam kemiripan nuansa dan tanda, atau dalam hal-hal yang sifatnya pribadi barangkali sejenis deja vu. Ada ingatan-ingatan masa lampau yang melintas ketika melihat, merasakan, atau mengalami sesuatu.

Itulah yang saya alami ketika membaca laman-laman blog dan Facebook. Teman-teman berbagi perasaan tentang apa saja. Banyak pula yang mengisahkan pengalaman melancong ke satu tempat atau menikmati hidangan. Menyenangkan mendengar kabar gembira dari teman-teman. Barangkali itulah niat semula Mark Zuckerberg membuat Facebook, entahlah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika menatap blog dan Facebok pribadi, saya teringat pada kartu pos. Di laman Facebook, orang-orang berbagi cerita, memajang foto, juga menuangkan pikiran. Siapapun bisa membaca, juga teman yang tinggal di tempat jauh. Di Bandung kamu bercerita tentang kenikmatan menyantap batagor, teman di Johannesburg dapat membaca postinganmu dan kangen pada tahu isi yang mengenyangkan itu. Foto yang kamu pajang makin membuatnya ingin pulang ke tanah air. Jarak memang sudah diringkus oleh Internet, juga waktu.

Kartu pos pun begitu. Dalam batas-batas tertentu ada orang lain yang dapat membaca apa yang ditulis si pengirim kepada penerima kartu pos. Tukang pos yang iseng, umpamanya, atau orang rumah lainnya. Bayangkan, kita menulis kabar senang maupun sedih melalui kartu pos—surat tanpa sampul. Hanya kabar pendek yang dapat kita tulis di kartu pos. Tanpa foto. Jika kita tengah bepergian ke kota lain, kita bisa mengirim kabar lewat kartu pos bergambar.

Begitu sederhana. Facebook menyimpan kemiripan, tapi sangat berbeda. Di laman Facebook apa saja dapat kita tulis, foto dapat kita pajang berapapun jumlahnya, dan siapapun boleh membaca kecuali kamu menutup untuk mereka. Menulis di Facebook untuk teman yang jauh bagai menulis kartu pos di masa lalu, tapi kini kita bisa menulisnya kapan saja, dari mana saja, tanpa khawatir pak pos terlambat mengantar ke rumah.

Oh ya, ketika kartu pos diperkenalkan pertama kali di Austria pada 1869, dan tahun berikutnya di Inggris dan Jerman, orang-orang bertanya: “Kenapa menulis berita pribadi di atas secarik kertas terbuka yang mungkin dibaca oleh setengah lusin orang sebelum berita itu sampai ke tujuannya?” Di negeri ini, saat ini, kartu pos sudah amat jarang dipakai untuk berkomunikasi—telepon seluler telah mendepaknya. Dan di Facebook, siapa saja bisa menulis tentang apa saja; tak khawatir akan diintip orang lain, malah membuka pintu dengan suka cita: “Inilah bagian diri saya.” Begitulah, teknologi terus tumbuh, ruang-ruang publik tercipta, dan ruang-ruang privat kian terkikis. (Sumber gambar kartu pos: wikipedia.com) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB