x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Revolusi di Sungai Merah

Paparan sejarah Vietnam yang mendorong kemajuan Vietnam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Revolusi di Sungai Merah

Penulis: Agus Marwan

Tahun Terbit: 2017

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Ombak                                                                                                           

Tebal: xx + 204

ISBN: 978-602-258-439-1

 

Vietnam adalah sebuah negara yang sangat menarik untuk dipelajari. Khususnya tentang kekuatan mereka dalam perjuangan dan rasionalitas mereka dalam mengupayakan kemajuan. Negara yang dilanda peperangan berpuluh, bahkan beratus tahun ini terbukti unggul dalam berjuang. Tak ada bangsa yang begitu kuat bertahan dari perang yang susul-menyusul dan menang. Meski demikian, saat mereka telah merdeka, dengan cepat mereka membenahi arah negara untuk mencapai kemakmuran. Mereka tak terbelenggu dengan dendam masa lalu kepada China, Perancis, Jepang dan Amerika yang pernah menjajahnya dan telah membunuh banyak anak bangsanya. Saat mereka harus membangun, mereka lupakan luka masa lalu dan bergandeng tangan dengan pihak-pihak yang bisa membantunya menyejahterakan rakyatnya.

Sejarah Vietnam juga sangat menarik, karena bisa disandingkan dengan sejarah Indonesia sebagai sebuah studi perbandingan. Sebab kedua negara ini memiliki kemiripan, sekaligus perbedaan, seperti dijelaskan oleh Muljadi J. Amalik, sang editor. Mulyadi membandingkan sejarah komunisme di Vietnam dan Indonesia yang nasibnya berbeda. Muljadi juga membahas perjuangan rakyat antara kedua negara yang tiada pernah lelah mengupayakan kemerdekaan dari kungkungan penjajah.

Buku “Revolusi di Sungai Merah” karya Agus Marwan ini adalah salah satu buku yang membahas kehebatan Vietnam dalam merebut kemerdekaan dan mengupayakan kesejahteraan rakyatnya di jalur sosialisme. Agus Marwan juga membahas rivalitas antar faksi di tubuh Partai Komunis Vietnam dan bagaimana para elite bisa mengelola rivalitas tersebut sehingga tidak menjadi penghalang dalam mengupayakan kesejahteraan rakyat.

Mula-mula Agus Marwan memaparkan sejarah pergerakan kemerdekaan Vietnam. Ia menelisik jauh sampai abad kedua, dimana Vietnam berada di bawah kekuasaan Tiongkok selama 900 tahun. Pada abad kedua itulah nama Viet Nam mulai dipakai. Pada abad 19, ketika bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan kolonisasi, Vietnam berada di bawah jajahan Perancis. Perancis yang berupaya keras melakukan asimilasi budaya dengan pendekatan devide and rule akhirnya harus takluk kepada gerakan kemerdekaan rakyat Vietnam. Demikian pun dengan nasip Jepang dan Amerika. Kedua negara ini juga takluk kepada perjuangan kemerdekaan Vietnam. Bahkan Amerika bukan saja kalah perang, tetapi juga mengalami kekalahan moral dalam perang Vietnam ini. Meski tak secara langsung menyampaikan kesimpulannya, namun Agus Marwan menunjukkan banyak fakta bahwa keberhasilan Vietnam merebut kemerdekaan adalah karena adanya kaum muda terdidik yang kuat dalam ideology dan mau terjun secara langsung dalam peperangan. Salah satu pemuda itu adalah Ho Chi Minh.

Setelah merdeka, persoalan yang dihadapi oleh Vietnam adalah membangun negeri. Di sinilah kelihatan bagaimana Vietnam mampu mengelola perbedaan faksi-faksi yang tergabung dalam satu-satunya partai di negara tersebut, yaitu Partai Komunis Vietnam. Ada faksi yang pro Soviet, ada faksi yang pro Tiongkok. Ada faksi yang setia pada perjuangan garis sosialis keras, ada juga faksi yang lebih pragmatis. Namun mereka tetap setia pada pesan Ho Chi Minh untuk mempertahankan kepemimpinan kolektif kolegial. Sistem kepemimpinan kolektif kolegial ini bisa menjadi jembatan terakomodasinya semua faksi dalam pengambilan keputusan.

Bangsa Vietnam adalah bangsa yang berosientasi pada kesejahteraan rakyatnya. Buktinya ketika suatu pendekatan pembangunan ekonomi tidak berjalan, mereka dengan cepat mencoba pendekatan yang lain. Dalam membangun ekonomi negeri, Vietnam bisa mengesampingkan hubungan kurang baik di masa lalu. Vietnam bisa bergandeng tangan dengan Tiongkok dan kemudian membuka diri kepada Amerika untuk menyejahterakan rakyatnya. Meski Vietnam membuka diri terhadap investasi dari luar, namun Vietnam tetap mempertahankan sistem sosialis. Hasilnya? Kini Vietnam sudah tumbuh secara luar biasa dan siap menjadi salah satu kekuatan ekonomi di Asia Tenggara.

Buku yang hanya 204 halaman ini memuat informasi yang sangat kaya tentang bagaimana bangsa Vietnam bisa berevolusi dengan cepat dan berhasil. Setelah membacanya saya jadi tertarik untuk membandingkan lebih dalam sejarah Vietnam dengan sejarah Indonesia. Misalnya tentang sistem kepemimpinan politik kolektif kolegial, mengapa Vietnam bisa menerapkan, sementara Indonesia kurang memakai sistem ini? Mengapa faksi-faksi yang seakan bertentangan tersebut bisa tetap bersama-sama membangun negeri, sementara perbedaan ideologi di Indonesia justru saling serang? Bukankah kedua negara ini sama-sama memiliki sejarah penjajahan yang lama? Bukankah Vietnam dan Indonesia sama-sama memiliki tokoh seperti Ho Chi Minh dan Sukarno? Bukankah kedua negara memiliki militer yang berasal dari rakyat?

Mengapa Vietnam bisa mengesampingkan sejarah kelam hubungannya dengan Tiongkok dan kemudian Amerika, sementara Indonesia masih terus menempatkan kepahitan masa lalu sebagai pertimbangan penting dalam menapak masa depan? Semoga Agus Marwan berkenan membuat buku lanjutan yang berisi studi komparasi sejarah Vietnam dan sejarah Indonesia. Kita tunggu.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu