x

Iklan

Flo K Sapto W

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pembangunan Keluarga Ramah Anak

Keluarga menjadi pilar utama bagi pemberdayaan lingkungan yang ramah bagi pertumbuhan anak supaya terhindar dari perilaku antisosial

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembangunan Keluarga Ramah Anak 

Oleh: Flo. K. Sapto W.

 

Seturut catatan IPW (Indonesia Police Watch), pada paruh kedua 2014, terdapat 6 tindak kejahatan yang melibatkan anak-anak (www.kpai.go.id). Tindak kejahatan tersebut meliputi empat kasus berupa pembunuhan dan dua lainnya adalah perampokan. Sedangkan menurut BNN (badan narkotika nasional), jumlah anak-anak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba adalah 348 -hampir 15 persen- dari 5.127 anak. Ada juga sejumlah kasus pencurian yang dilakukan oleh anak-anak karena kecanduan game online (replubika.co.id, 25/04/16). Sementara itu sejumlah kasus pencurian lainnya di Nunukan, Kaltara, didominasi oleh anak-anak dibawah umur (jawapos.com, 02/04/17). KPAI (komisi perlindungan anak Indonesia) mensinyalir keterlibatan anak-anak dalam tindak-tindak kriminal itu adalah karena pengaruh lingkungan yang tidak bersahabat, tayangan media dan perlakuan teman. Sedangkan menurut BNN penyebab keterlibatan anak-anak dalam kejahatan narkotika adalah karena menjadi korban perdagangan narkoba. Sindikat jual-beli narkoba sudah merambah ke lingkungan terdekat anak-anak yaitu lingkungan rumah dan sekolah.

Titik perhatiannya kemudian adalah menghindarkan anak-anak dari pengaruh lingkungan yang tidak bersahabat. Sebab diyakini adanya korelasi yang jelas antara kondisi lingkungan yang tidak ramah anak terhadap kecenderungan anak bertindak antisosial (kriminal, narkoba). Kesimpulan itu setidaknya sesuai dengan sebuah pendekatan terhadap perilaku individu dalam kelompok maupun pengaruh kelompok terhadap individu. Hal itu misalnya ditunjukkan oleh penelitian Sandra L. Robinson dan Anne M. O’Leary-Kelly (1998). Penelitian yang dipublikasikan dalam AoM (academy of management journal) nomer 41 itu menyoroti perilaku antisosial. Khususnya di kelompok kerja (work group). Esensinya adalah pengaruh perilaku antisosial dalam sebuah kelompok kerja terhadap pekerja secara individual. Sampel dalam penelitian yang berjudul Monkey See, Monkey Do: The Influence of Work Group on The Antisocial Behaviors of employees berjumlah 187 pekerja tetap. Mereka merupakan 35 kelompok kerja dari 20 perusahaan yang berbeda. Penelitian itu sendiri dilakukan karena adanya beberapa indikasi periaku menyimpang di tempat kerja. Misalnya, 42 persen pekerja wanita ternyata pernah mengalami pelecehan seksual. Lalu 75 persen pekerja pernah mencuri dari perusahaan / organisasi (korupsi). Selanjutnya 33 – 75 persen pekerja pernah melakukan pembangkangan dan sabotase. Ketiga perilaku antisosial itu merupakan penyimpangan yang serius. Sedangkan perilaku antisosial lain yang lebih rendah kadar penyimpangannya adalah berdusta, menyebarkan gosip, tidak mau berusaha, dan ketidakhadiran (korupsi jam kerja).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan penelitian terhadap 52 persen pekerja pria dan 48 persen pekerja wanita itu didapatkan beberapa kesimpulan. Pertama, terdapat korelasi positif antara kemiripan tingkah laku antisosial dalam kelompok dengan tingkah laku antisosial individual. Artinya, di dalam kelompok koruptor, secara teoritis orang akan berperilaku koruptif juga. Di dalam kelompok yang menghalalkan segala cara (jual-beli jabatan / kewenangan) maka akan ada kecenderungan anggotanya berperilaku serupa. Kedua, terdapat korelasi positif antara senioritas dan pengaruh perilaku antisosial. Semakin senior seseorang, semakin besar pula pengaruhnya dalam tindakan-tindakan antisosial di kelompoknya. Artinya, dapat muncul persepsi bahwa jika ada orang-orang dewasa (senior) dalam sebuah kelompok bertindak antisosial maka para juniornya (anak-anak) dalam kelompok itu mempunyai kecenderungan bertindak hal yang sama. Ketiga, hukuman berpengaruh positif terhadap perilaku antisosial. Semakin kuat hukuman, semakin lemah perilaku antisosial. Agaknya teori pada poin ketiga ini musti diuji kembali. Sebab di dalam kasus korupsi, misalnya, hukuman kepada Akil Mochtar (Ketua MK, senior) terlihat sudah cukup berat. Bahkan pengajuan kasasinyapun ditolak oleh MA pada Februari 2015. Sehingga hukumannya tetap seumur hidup. Akan tetapi terbukti kemudian ada Patrialis Akbar (hakim MK, junior) terjerat kasus sama yang artinya adalah tidak jera dengan potensi hukuman yang jelas-jelas ada di depan mata. Keempat, pengawasan ketat tidak berkorelasi positif terhadap perilaku antisosial. Kepastian hukum tetap masih diyakini lebih efektif daripada pengawasan. Bahkan sorotan media sebagai instrumen pengawasan akan mandul tanpa adanya tindakan hukum. Artinya, suara publik sebagai bagian dari kontrol sosial terhadap perilaku koruptif (antisosial) belum akan optimal tanpa disertai sanksi hukum.Berpijak dari paparan di atas, terlihat bahwa keberadaan kelompok-kelompok dalam masyarakat sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang dan pembentukan karakter individu (anak). Termasuk didalamnya adalah perilaku para senior / publik figur dalam berbagai tingkatannya.

Institusi kelompok terkecil dalam konsep keanggotaan masyarakat adalah keluarga. Sehingga keluarga memiliki posisi strategis bagi landasan penguatan pembangunan karakter anak. Peran ortu menjadi sangat penting. Maka salah satu pembangunan keluarga ramah anak bisa dimulai dari ortu. Bentuknya bisa dengan semacam week end seminar. Materinya berupa sesi testimoni dari para pelaku, ortu yang anaknya menjadi pelaku, maupun lembaga-lembaga terkait lainnya yang berkenaan dengan tindak-tindak antisosial anak. Ortu setidaknya menjadi paham penyebab, indikator, dan alternatif solusi bagi potensi anak-anak berperilaku antisosial. Pelaksanaannya bisa dikolaborasikan antarlembaga dengan dana CSR dari korporasi. Target segmentasi prioritas pemberdayaan keluarga melalui ortu ini bisa dimulai dari lingkungan ortu siswa atau lingkungan teritori yang secara statistik menunjukkan banyaknya perilaku antisosial oleh anak-anak.

Penulis adalah praktisi pemasaran, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan.

Ikuti tulisan menarik Flo K Sapto W lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler