x

Bunyi Rapai dari Kampung Lamreung

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Filsafat itu Heboh

Buku Filsafat Itu Heboh mengajak kita mencari jawaban atas pertanyaan besar yang sejak lama mengusik manusia tanpa mesti berkerut kening.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Andaikan saja jiwa saya dan jiwa Anda saling bertukar tubuh dalam dua menit, apa yang akan terjadi? Apakah semua unsur—termasuk memori dan sifat-sifat psikologis—akan saling dipindahkan? Jiwa saya akan masuk ke dalam tubuh, memori, dan sifat-sifat kedirian Anda dan sebaliknya, jiwa Anda pun demikian.

Stephen Law, guru besar guru besar filsafat di Heythrop College, University of London, saat menulis buku Filsafat Itu Heboh, punya pandangan sendiri mengenai jiwa dan kaitannya dengan identitas diri. Orang lain, termasuk Anda, mungkin punya pandangan berbeda dari Law. Tak masalah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Baiklah, itu urusan Law dengan pandangannya. Yang menyenangkan, Law mengupas topik-topik filsafat yang rumit dengan cara yang memperlihatkan dengan gamblangnya keprofesorannya. Layaknya seorang empu, Law menjelaskan isu-isu yang mengusik otak manusia sejak masa filosof kuno, seperti Plato, dan mengemasnya dalam bahasa yang lebih mudah dijangkau oleh kebanyakan pembaca, termasuk saya.

Ketika mengupas topik identitas diri di bab Aku Siapa?, Law mengambil contoh Matilda yang usia hidupnya mencapai 75 tahun (saat Law berkisah). Mengapa Matilda tua tidak dapat mengingat semua pengalaman hidupnya? Misalnya, saat ia berusia 2 tahun. Meskipun begitu, menurut Law, memori Matilda sejak kecil memiliki kesinambungan dengan saat ini.

Law mengajak kita membayangkan kehidupan Matilda mirip dengan tali yang terbuat dari serat-serat yang saling tumpang tindih. Semua serat lebih pendek daripada panjang tali itu sendiri. Ada serat yang terbentang dari pangkal tali hingga bagian sepertiga tali, ada yang mulai dari bagian seperempat panjang tali hingga bagian tiga perempat tali. Tidak ada serat yang ujungnya memanjang dari pangkal hingga ujung lain tali. Semua serat yang tumpang tindih itu membentuk satu tali.

Begitulah Law mengibaratkan memori dan ciri-ciri kepribadian Matilda yang berbeda saat ia berusia 2 tahun, 15 tahun, 36 tahun, maupun ketika berusia 75 tahun. Memori dan ciri-ciri kepribadian pada umur yang berlainan itu saling tumpang tindih menjadi satu keutuhan.

Obrolan tentang filsafat seringkali tidak lepas dari pikiran Plato, orang Yunani kuno itu. Menurut filosof yang lahir dan hidup kira-kira 2.500 tahun yang silam itu, apa yang kita lihat di sekitar kita ini hanyalah bayang-bayang. Dunia nyata yang sesungguhnya tidak terjangkau oleh pancaindera kita. Dunia nyata itu, kata Plato, tidak dapat dirasa, dilihat, dicium baunya, didengarkan, ataupun disentuh. Tapi bagaimana cara kita mengetahui bahwa dunia ini hanya bayang-bayang? Haruskah kita mati dulu?

Lantas, bagaimana dengan dunia virtual yang tercipta berkat program komputer? Jika kita terus-menerus bermain game, sampai-sampai makan siangpun jadi gangguan yang menyebalkan, manakah dunia nyata itu: yang virtual di layar monitor ataupun di layar VR, ataukah dunia sekeliling kita? Dapatkah Anda memastikan mana yang nyata dan mana yang maya?

Buku yang mendiskusikan sejumlah pertanyaan besar ini ditulis oleh Law karena alasan sederhana: agar tidak terperangkap dalam persoalan kehidupan sehari-hari. Pertanyaan seperti adakah kehidupan setelah kematian membuat Law tetap terjaga dari kemungkinan larut dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kesibukan. Begitu pula dengan pertanyaan: “Dari mana datangnya benar dan salah?”

Sebagian orang barangkali tertawa mengetahui Law membahas pertanyaan “Dapatkah saya melompat dua kali pada sungai yang sama?” Mengapa harus repot-repot mencari jawaban atas pertanyaan ini? Apa lagi pertanyaan yang membikin pusing, seperti: “Pikiran itu apa?” Ada dua jawaban yang sangat berbeda dari filosof. Pertama, pikiran itu bagian dari dunia fisik. Pemikiran, perasaan, emosi, dan sebagainya tidak lebih dari proses fisik yang terjadi pada otak kita. Kedua, pikiran terpisah dari dunia fisik. Pikiran bisa saja berinteraksi dengan otak, tapi pikiran bukan sesuatu yang sama dengan otak.

Selera humor serius Law menjadikan buku Filsafat itu Heboh begitu mengasyikkan. Law mengisi kekosongan ruang pembicaraan filsafat dengan cara yang menyenangkan dan menghibur. Bahkan, meskipun ia menyodorkan pertanyaan filosofis yang serius, ia tidak berniat memberi jawaban yang definitif. Di akhir tiap bab, ia menyerahkan pilihan kepada pembaca dengan bertanya: “Bagaimana menurut Anda?” **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler