x

BPJS Ketenagakerjaan Dapat Apresiasi dari ASSA

Iklan

mimin diya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Solusi Jaminan Kesehatan Ditengah Isu Cost sharing BPJS

ditengah isu defisit anggaran BPJS bergulir solusi cost sharing bagi pelanggan BPJS, padahal ada sumber pendapatan lain untuk pemenuhan hajat hidup rakyat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap orang. Dalam hal ini wajib adanya jaminan kesehatan masyarakat dari pencegahan (preventif) hingga pengobatan (kuratif). Proses pencegahan yang tidak maksimal akhirnya menimbulkan dampak yang luas dengan tingginya angka orang sakit dari ringan hingga berat. Terhimpitnya ekonomi pun semakin membuat rakyat sulit dalam membiayai pengobatan. Hingga bergulir berbagai progam kesehatan baik jaminan kesehatan dari pemerintah hingga asuransi kesehatan dari pihak swasta. Bukan tanpa syarat apabila masyarakat ingin biaya kesehatan murah, namun rakyat harus tetap membayar demi memperoleh pelayanan kesehatan murah dan terjamin.

 

Dalam peraturan UU 40/2004 SJSN (sistem jaminan kesehatan nasional) menyatakan bahwa kesehatan rakyat wajib ditanggung oleh negara. Maka bergulirlah progam pemerintah berupa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh PT Asuransi Kesehatan Indonesia. Hingga Januari tahun 2014, PT. Askes berubah menjadi BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) sesuai UU 24/2011 tentang BPJS.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Dalam progam terbaru pemerintah, yakni BPJS, rakyat harus tetap membayar iuran setiap bulan dengan pengelompokan beberapa kelas agar bisa mendapat pelayanan kesehatan. Hal ini sudah diwajibkan pemerintah melalui aturan pasal 19 UU 24/2011 tentang BPJS. Tercatat peserta BPJS mencapai 183 juta orang per November 2017 dengan rincian iuran kelas 1 sebesar Rp. 80.000 (dari Rp. 59.500 naik Rp. 20.500), kelas 2 sebesar Rp. 51.000 (dari Rp. 42.500 naik Rp. 8.500), dan kelas 3 sebesar Rp. 25.500. Para pendaftar pun masih tetap bertambah disejumlah kantor BPJS karena sejalan dengan bertambahnya orang yang sakit dan untuk pemenuhan syarat pekerja yang wajib memiliki asuransi kesehatan. BPJS kesehatan mentargetkan jumlah peserta hingga tahun 2019 mencapai 257 juta orang.

 

Fakta pelayanan kesehatan selama ini orang yang sakit ketika berobat atau rawat inap di rumah sakit akan mendapat bantuan pembayaran biaya kesehatan dari BPJS. Ketentuan yang berlaku ialah harus sebagai peserta yang aktif membayar iuran BPJS, apabila tidak aktif membayar iuran maka akan sulit dalam mendapat pelayanan. Bagi peserta yang terlambat membayar iuran, lebih dari tanggal 10, maka  tetap wajib membayar tunggakkan. Setelah aktif (membayar seluruh tunggakan), maka akan mendapat pelayanan kembali setelah masa grace period 45 hari, namun jika kurang dari 45 hari maka akan dikenakan denda 2,5% dari biaya pelayanan rumah sakit.

Pada tahun 2016 saja defisit BPJS yang ditanggung pemerintah mencapai 6,8 Triliun, dan defisit BPJS saat ini diprediksi mencapai Rp. 9 Triliun. Hal ini yang sempat memunculkan kabar bahwa BPJS tidak akan menanggung biaya kesahatan 8 penyakit katastropik (penyakit berbiaya tinggi dan membahayakan jiwa), seperti jantung, kanker, gagal ginjal, stroke, thalasemia, sirosis hati, leukimia, dan hemofilia. karena pasien semakin banyak dan pembiayaan bagi penyakit ini membutuhkan dana besar yang tidak memungkinkan ditanggung oleh BPJS disaat kondisi keuangan yang defisit.

 

Namun hal ini diklarifikasi oleh kepala humas BPJS, Nopi Hidayat, bahwa penghentian biaya pada 8 penyakit katastropik ini tidak benar. Dalam kesempatan yang sama, kepala humas BPJS menyatakan wacana akan menerapkan kebijakan cost sharing (berbagi biaya) dalam jangka waktu pendek. Cost sharing ini berarti dalam pembiayaan kesehatan katastropik hanya sebagian biaya yang ditanggung BPJS dan sebagian lagi ditanggung oleh pasien.

 

Didalam UU 40/2004 pasal 22 ayat 2 tentang sistem jaminan kesehatan nasional disebutkan bahwa urun biaya kesehatan dapat dibebankan kepada pelanggan jaminan kesehatan nasional apabila menyalahgunakan pelayanan. Namun jika tidak terjadi, maka berlaku pasal 22 ayat 1 bahwa pemerintah wajib menanggung seluruh biaya pelayanan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

 

Menurut anggota komisi IX DPR Irma Suryani, kebijakan ini perlu untuk dikaji ulang, jangan sampai BPJS yang berdiri sebagai badan jaminan kesehatan menjadi asuransi sosial  yang mengharuskan peserta tetap membayar mahal (iuran/premi bulanan) untuk mendapat kesehatan dan jauh dari biaya kesehatan gratis. Apalagi selama berjalannya progam ini sempat muncul beberapa kejadian penolakan pasien BPJS dibeberapa rumah sakit. Hal ini menjadi koreksi besar atas atas kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

 

Pemerintah memiliki tanggung jawab penuh atas kesehatan rakyat, seperti halnya pemenuhan kebutuhan sandang, papan, pangan, pendidikan, maupun keamanan. Sebagaimana dalam pandangan Islam bahwa penguasa (pemerintah) adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab (wajib menjamin kemaslahatan dan fasilitas umum) atas rakyatnya. Jaminan kesehatan yang ada seharusnya berlaku umum tanpa diskriminasi, artinya tidak ada perbedaan kelas maupun pemberian layanan kesehatan bagi setiap rakyat. selain itu adanya kemudahan bagi rakyat untuk mendapatkan layanan kesehatan hingga pembebasan biaya alias gratis.

 

Ditengah kondisi negara saat ini, seolah pembiayaan kesehatan secara gratis menjadi hal yang sulit, dikarenakan membutuhkan dana yang besar. Pembiayaan kesehatan saat ini berasal dari iuran BPJS sekaligus dana APBN negara. Sedangkan pendapatan APBN negara pun minim dan sebagian besar dari pajak, serta beban utang negara yang besar menjadikan pengurangansubsidi dibeberapa sektor pelayanan publik. Padahal pembiayaan gratis tersebut bisa saja dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara sesuai ketentuan syariah Islam. Seperti sedekah dan zakat dari harta kepemilikan individu, sumber daya alam  hasil pengelolaan harta kekayaan umum, serta hasil pengelolaan harta kekayaan negara. Semua ini akan cukup untuk memberikan layanan kesehatan gratis bagi rakyat. Asalkan kuncinya dengan menerapkan aturan syariah Islam yang menyeluruh maka keberkahan dari langit dan bumi akan teraih.

Ikuti tulisan menarik mimin diya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan