Narkoba Untuk Biaya Politik

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penangkapan Kapal Cina yang Membawa tiga Ton Narkoba

Kapal Cina yang tertangkap di perairan Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, terbukti membawa tiga ton narkoba jenis shabu. Padahal beberapa hari sebelumnya, sudah tertangkap satu kapal Cina yang mengangkut 1 ton shabu dan satu kapal berbendera Taiwan yang menyelundupkan 1,6 ton Shabu.

Ada apa ini? mengapa begitu berlimpah narkoba yang didatangkan dari luar negeri? Seakan-akan seluruh rakyat Indonesia akan mengadakan pesta narkoba. Bayangkan jika 5,6 ton narkoba dikonsumsi oleh generasi muda kita. Tidakkah kehancuran bangsa sudah di depan mata?

Kapal asing tidak akan menerobos wilayah maritim Indonesia jika tidak ada yang mengundang atau membuka pintu. Sebuah kepentingan besar menyeruak. Dan yang paling menyolok adalah perebutan kekuasaan.

Ya, tahun ini adalah tahun politik dengan banyaknya pilkada di seluruh Indonesia. Begitu pula tahun depan, dengan diselenggarakannya pilpres yang bersamaan dengan pileg. Politik merebut kekuasaan di Indonesia selalu menuntut biaya tinggi. Maka diambil cara mencari uang banyak dalam waktu singkat.

Menjual barang haram seperti narkoba adalah jalan pintas yang sangat mudah. Kita tahu bagaimana kondisi generasi muda sekarang yang sudah dicekoki menjadi pecandu narkoba. Lihat saja dari gaya hidup artis yang tak lepas dari narkoba, yang juga dicontoh oleh para penggemarnya.

Maka menangguk keuntungan dari penjualan narkoba menjadi pilihan yang menarik. Oknum pejabat, sangat mudah menggunakan wewenangnya untuk bekerjasama dengan mafia narkoba. Tinggal membuka pintu-pintu yang dibutuhkan untuk menyelundupkan barang haram tersebut masuk ke Indonesia.

Perairan laut Indonesia yang luas, menyimpan banyak celah untuk para penyelundup. Sedangkan pengawasan TNI AL tidak bisa maksimal karena keterbatasan armada. Laut, menjadi jalan utama bagi para mafia narkoba.

Tokoh-tokoh politik yang berebut kekuasaan tidak pernah peduli pada rakyat. Mereka tidak ambil pusing terhadap efek narkoba bagi kelangsungan bangsa dan negara. Mereka hanya peduli pada kelangsungan tahtanya, merebut atau mempertahankan jabatan.

Siapa saja yang bermain dengan narkoba? Orang-orang ini bisa saja calon kepala daerah, calon anggota dewan, atau bahkan calon presiden. Persaingan yang sengit mendorong mereka untuk menghalalkan segala cara.

Kalau kita ingat, pada masa Orde Baru, cara yang digunakan adalah dengan memproduksi uang palsu, yang konon dilakukan oleh keluarga penguasa saat itu. Kini, uang palsu tidak lagi menjadi trendi, meski mungkin masih digunakan.

Namun narkoba menjadi pilihan utama. Jumlah pecandu di Indonesia semakin besar, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Tak pelak lagi, Indonesia menjadi target dan pasar utama perdagangan narkoba.

Ini bukan salah negara Cina, taiwan atau negara-negara asing lainnya. Wilayah segi tiga emas yang dahulu diperebutkan oleh Inggris adalah wilayah produksi, peredaran dan perdagangan narkoba, mencakup Cina.

Negara-negara itu memang berkepentingan terhadap perdagangan narkoba. Cina sebagai salah satu negara adidaya, menggunakan cara-cara yang berbeda dengan Amerika Serikat dan Rusia.

Kalau Amerika Serikat dan Rusia lebih banyak menjual senjata, maka Cina menjual narkoba. Jika AS dan Rusia berusaha menguasai dunia dengan mengadu domba dan menciptakan konflik, maka Cina meracuni dengan narkoba.

Bagikan Artikel Ini
img-content
muthiah alhasany

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Narkoba Untuk Biaya Politik

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler