x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Istri-istri Sukarno

Kisah hubungan Sukarno dengan 9 istrinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Bunga-Bunga di Taman Hati Soekarno

Penulis: Haris Priyatna

Tahun Terbit: 2015

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Literasi

Tebal: xxv + 184

ISBN:  978-602-8740-43-2

 

Membicarakan Sukarno tidak ada habisnya. Sebagai seorang tokoh besar, beliau sangat menarik untuk diperbincangkan. Karyanya sebagai orang pergerakan, tokoh kemerdekaan dan kegiatan-kegiatan politiknya bukan hanya bergaung di Indonesia, tetapi mewarnai sejarah dunia. Pemikiran-pemikirannya telah menginspirasi banyak tokoh pergerakan di negara-negara di Asia dan Afrika untuk membebaskan diri dari kolinoalisme. Bukan hanya kiprah beliau di bidang politik saja yang menarik untuk diperbincangkan. Sisi lain kehidupannya pun sangat menarik untuk diperbincangkan. Salah satu yang menarik dari kehidupan Sukarno adalah kesukaannya kepada wanita-wanita cantik.

Sudah diketahui umum, Sukarno adalah seorang yang suka perempuan cantik. Ia memiliki sembilan istri yang semuanya cantik. Belum lagi isu-isu yang tak diketahui kebenarannya tentang beberapa perempuan lain yang “dekat” dengan Sukarno (hal. xvi). Kesembilan istri Sukarno adalah: (1) Siti Oetari, (2) Inggit Ganarsih, (3) Fatmawati, (4) Hartini, (5) Kartini Manoppo, (6) Ratna Sari Dewi, (7) Haryatie, (8) Yurike Sanger dan (9) Heldi Djafar.

Siti Oetari adalah istri pertamanya. Istri saat mudanya. Siti Oetari yang dinikahinya pada tahun 1920 itu adalah anak dari H. O. S. Tjokroaminoto. Siti Oetari adalah satu-satunya istri Sukarno yang dinikahi karena alasan lain. Ia menikahi Siti Oetari adalah untuk menghibur gurunya, yaitu Tjokroaminoto yang bersedih akibat istrinya meninggal. Menurut pengakuan Sukarno kepada Inggit, Sukarno tidak pernah melakukan hubungan suami istri dengan Oetari (hal. 6). Pada tahun 1923 Sukarno akhirnya bercerai dengan Oetari karena merasa tidak cocok dengannya (hal. 9).

Inggit Ganarsih adalah cinta pertama Sukarno. Ibu kostnya saat Sukarno bersekolah di Bandung ini menjadi teman bagi Sukarno saat sedang di rumah. Inggit Ganarsih adalah istri yang sering ditinggal keluar malam oleh suaminya Sanusi. Sukarno sendiri yang meminta langsung kepada Sanusi untuk menikahi Inggit (hal. 21). Setelah Inggit dicerai oleh Sanusi dan telah melewati masa idah, maka pada tahun 1923, menikahlah Inggit dengan Sukarno. Inggit adalah istri yang sangat berjasa kepada Sukarno. Inggitlah yang mencukupi kebutuhan Sukarno saat sekolah di Bandung, karena kiriman uang dari orangtuanya tidak mencukupi. Inggitlah yang mengurusi Sukarno saat ditahan karena aktifitas politiknya. Inggit juga yang menemani Sukarno saat dibuang ke Ende dan kemudian ke Bengkulu. Namun sayang, saat mereka dibuang ke Bengkulu, Sukarno jatuh cinta kepada Fatmawati. Dengan alasan ingin mempunyai keturunan, Sukarno menyampaikan kepada Inggit untuk menikahi Fatmawati. Sayang sekali Inggit tidak mau dimadu dan memilih untuk bercerai (hal 35). Pada tahun 1943 mereka resmi bercerai.

Fatmawati bernama asli Fatma. Nama Fatmawati adalah pemberian Sukarno. Fatma adalah anak dari sahabat Sukarno yang bernama Hassan Din. Fatma dititipkan di rumah Sukarno karena melanjutkan sekolah. Percintaan antara Sukarno dengan Fatmawati tidaklah mulus. Selain mendapat tentangan dari Inggit, situasi politik telah memisahkan keduanya. Sukarno dipindahkan ke Padang dan kemudian kembali ke Jakarta. Namun cinta Sukarno kepada Fatmawati tidaklah hilang karena jarak. Sukarno akhirnya menikahi Fatmawati secara pernikahan jarak jauh pada tahun 1943. Maka Fatmawati pun diboyong ke Jakarta. Fatmawati adalah the real first lady of Indonesia. Beliaulah yang mendampingi Sukarno saat menjelang proklamasi. Fatmawatilah yang menjahit bendera pusaka yang dikibarkan di Pegangsaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Fatmawati yang mengurus makanan para tamu negara. Fatmawatilah yang menemani Sukarno dalam kunjungannya ke luar negeri. Sayang sekali, Fatmawati tidak mau dimadu saat Sukarno jatuh cinta kepada Hartini. Fatmawati memilih untuk menjauh dari Sukarno (hal.69). Fatmawati tinggal terpisah dari Sukarno selama 15 tahun sampai meninggalnya Sukarno, meski tinggal di kota yang sama – Jakarta. Dengan Fatmawati, Sukarno mendapatkan 5 anak, yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh.

Hartini bertemu dengan Sukarno di Salatiga. Saat itu Hartini sudah bersuami dan memiliki lima anak. Sukarno jatuh cinta kepada Hartini pada pandangan pertama dan karena mencicipi sayur lodeh yang disajikan saat jamuan makan pada tahun 1952 (hal. 80). Setelah bercerai dari Suwondo, Hartini menikah dengan Sukarno pada tahun 1953. Pernikahan Sukarno dengan Hartini ini mendapat tentangan dari para pegiat organisasi perempuan. Mereka menentang praktik poligami yang dilakukan oleh Sukarno karena hal tersebut merendahkan martabat perempuan (hal. 88). Hartini tinggal di Istana Bogor. Hartini tahu diri bahwa Fatmawati adalah tetap Ibu Negara. Itulah sebabnya Hartini tidak menemani perjalanan Sukarno ke luar negeri, meski Fatmawati sudah tidak mau menemani juga. Hartini juga bisa menerima ketika Sukarno menikahi Kartini Manoppo, Haryatie, Ratna Sari Dewi, Yurike dan kemudian Heldi Jafar (hal. 99). Haryati menemani Sukarno sampai dengan Sukarno wafat. Dengan Sukarno, Haryati memiliki dua anak, yaitu Taufan dan Bayu.

Kartini Manoppo adalah pramugari Garuda. Sukarno jatuh cinta kepada Kartini saat melihat lukisan perempuan karya Basuki Abdullah. Kartini adalah model dalam lukisan tersebut (hal. 103). Betul saja saat Sukarno bertemu muka dengan Kartini, Sukarno langsung jatuh cinta. Sukarno sering mengajak Kartini dalam penerbangan-penerbangannya dengan pesawat kepresidenan. Mereka menikah pada tahun 1959. Pernikahan tersebut sangat dirahasiakan (hal. 105). Kartini diminta oleh Sukarno untuk meninggalkan Indonesia dan menuju ke Jerman saat kondisi politik Indonesia kurang baik (hal. 105). Kartini memiliki anak yang dilahirkannya di Jerman. Naknya bernama Totok Suryawan.

Ratna Sari Dewi bernama asli Naoko Nemoto. Sukarno jatuh cinta pada pandangan pertama saat Naoko menyanyikan lagu Bengawan Solo di sebuah kelab malam di Tokio. Mereka menikah pada tahun 1962. Naoko pun masuk Islam di hari pernikahannya. Akibat pernikahannya dengan Sukarno Ratna Sari Dewi dibenci oleh banyak pihak. Perkawinan ini dirasakan sebagai sebuah hal yang menakutkan oleh ratna Sari Dewi (hal. 113). Bahkan ibunya meninggal gara-gara frustasi akan keputusannya. Dua hari kemudian kakaknya, Yaso bunuh diri. Nama kakak Ratna Sari Dewi diabadikan menjadi nama Wisma Yaso. Meski Ratna Sari Dewi dikucilkan, namun ia membela Sukarno dengan membuat pernyataan pedas tentang perlakuan Suharto kepada Sukarno di surat kabar Perancis pada tahun 1970 (hal. 118). Sukarno sangat mencintai Ratna Sari Dewi. Sampai-sampai Sukarno berpesan supaya kalua beliau dikubur dalam lubang kubur yang sama dengan Ratna Sari Dewi (hal. 116). Ratna Sari Dewi juga sangat mencintai Sukarno. Itulah sebabnya pada tahun 1970 ia memaksa untuk datang ke Jakarta menjenguk Sukarno yang sakit meski perjalanan tersebut amat-sangat sulit dan sudah diperingatkan supaya tidak dilakukannya. Ratna Sari Dewi memliki seorang putri dari Sukarno. Putrinya bernama Kartika Sari Dewi.

Haryatie adalah seorang penari. Sukarno jatuh cinta kepada Haryatie saat Haryatie menari di Istana. Mereka menikah pada tahun 1963. Haryatie sangat disukai oleh Sukarno karena perilakunya yang sangat Jawa. Sukarno selalu menulis surat dalam Bahasa Jawa kepada Haryatie. Mereka akhirnya bercerai pada tahun 1966.

Dua istri terakhir Sukarno adalah gadis-gadis muda. Mereka dalah Yurike Sanger dan Heldi Jafar. Keduanya adalah anggota Barisan Bineka Tunggal Ika. Yurike dinikahi pada tahun 1964 dan bercerai pada tahun 1968. Sedangkan Heldy Djafar dinikahi pada tahun 1966 dan bercerai pada tahun 1969.

 

Ada kemiripan dari para istri Sukarno. Kecuali dengan Oetari, Sukarno jatuh cinta pada pandangan pertama. Sukarno sangat terpesona dengan wajah cantik dan bakat yang dimiliki oleh istri-istrinya. Perempuan-perempuan yang dinikahi oleh Sukarno adalah perempuan-perempuan yang memiliki kepribadian yang menonjol. Sukarno mencoba untuk mengakurkan istri-istrinya. Namun kebanyakan dari mereka tidak suka diduakan oleh Sukarno. Bahkan Sukarno harus merahasiakan beberap pernikahannya dari istri-istrinya dan dari publik.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu