Lihatlah! Manusia itu layaknya binatang liar yang bersarang di bawah tanah berlubang dan gelap. Ia hanya menerima cahaya di permukaannya sejak kecil. Sementara tangan, kaki serta lehernya dirantai hingga membuatnya tak mampu bergerak. Wajahnya hanya mampu menatap ke depan. Cahaya api berpijar panas di atas dan di belakang punggung mereka. Pada jarak tertentu, engkau bisa saksikan, sebuah pergelaran wayang yang mengkisahkan cerita-cerita lama dalam sebuah layar terbentang.
Yah, aku mengerti, katanya.
Dan kukatakan padamu, apakah engkau juga melihat yang muncul di layar itu, manusia, hewan atau apapun yang terbuat dari pelbagai bahan, kayu, batu muncul dan juga seseorangyang melintas cepat dengan membawa bebannya. Sementara engkau berharap, para tahanan itu berbicara, tetapi mereka hanya diam?
Yah, ini sebuah gambaran yang aneh, dan mereka tahanan yang aneh, katanya.
Benar, seperti kita, jawabku, mereka hanya melihat bayangan mereka sendiri atau melihat bayangan satu sama lain. Dimana cahaya memantul dari dinding ke dinding gua.
Benar, katanya, bagaimana mereka bisa melihat setiap dari bayangan di depannya tetapi tidak dizinkan untuk menoleh?
Mereka hanya melihat bayang-bayang benda itu dengan cara seperti itu?
Ya, katanya.
Dan seandainya mereka mampu bicara satu sama lain, mereka tidak akan mengira, sebenarnya mereka telah dinamai sebelumnya.
--The Republik Plato, Book Seven. (Jowett Translation.)
Ikuti tulisan menarik Ranang Aji SP lainnya di sini.