x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bom Maut dan Masa Depan Anak-anak

Masa depan anak-anak yang dilibatkan orangtuanya dalam peledakan harus diselamatkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Seberapa besar ‘ketegaan’ ayah dan ibu untuk mengorbankan anak-anaknya dalam aksi bom bunuh diri sudah terjawab di Surabaya. Ketegaan itu niscaya melampaui apa yang dipikirkan dan dibayangkan oleh kebanyakan orang tua. Peristiwa ini bagaikan angsa hitam ketika kita selalu berpikir bahwa di dunia ini hanya ada angsa putih. Terbuktilah bahwa ada anomali yang sangat menakutkan, sebab kita tidak pernah menduga bahwa peristiwa seperti itu akan terjadi.

Dalam serangan ke Malporestabes Surabaya, nyaris seluruh pelaku meninggal. Seorang anak perempuan, dikabarkan berusia 7 tahun, selamat dari ledakan ini. Ia salah seorang dari empat orang yang menumpangi dua sepeda motor dan mendatangi Malporestabes. Di Sidoarjo, tiga anak bersaudara selamat dari ledakan yang menewaskan orangtua dan kakak tertua mereka. Pertanyaannya: bagaimana anak-anak ini akan menghadapi masa depannya?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya membayangkan, alangkah sukar bagi mereka untuk melupakan apa yang terjadi pada dirinya, ayah dan ibunya, maupun saudaranya. Anak-anak ini akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang membuat kilasan-kilasan peristiwa traumatis menjadi terlihat lebih jelas karena berlangsung proses mengingat. Mereka mungkin juga akan diminta merekonstruksi kejadian-kejadian yang mereka lalui bersama keluarganya.

Sangat sukar bagi anak-anak ini untuk melepaskan dari dari ingatan tentang peledakan yang merenggut nyawa keluarganya. Bahkan mungkin akan terpateri di dalam benak mereka, menjadi sejenis rekaman yang sewaktu-waktu berputar kembali bila ada stimulan. Siapapun yang mengajukan pertanyaan kepada anak-anak ini sekaitan dengan peledakan maupun kejadian-kejadian sebelumnya serta orang-orang yang mereka kenal, penting untuk mempertimbangkan jejak yang akan ditinggalkan dari proses tanya-jawab ini bagi masa depan mereka.

Sebagai anak yang belum dewasa (sebagian malah jauh dari dewasa) untuk bertanggungjawab atas peledakan itu, patutlah dipertimbangkan dengan sangat bagaimana menyelamatkan masa depan anak perempuan ini, termasuk dari rasa takut, cemas, gelisah, dan ngeri yang sangat mungkin membayangi hidup mereka.

Mengembalikan masa depan anak yang dikorbankan orangtuanya untuk ikut dalam aksi bom bunuh diri menjadi tanggung jawab kita bersama. Mengapa? Sebab, foto anak yang sedang digendong polisi untuk dijauhkan dari pusat ledakan maupun foto ketika anak-anak itu dirawat di rumah sakit boleh jadi akan tersimpan di komputer manapun—kita tak pernah tahu satu per satu. Foto-foto itu berpotensi menjadi stimulan negatif bagi ingatannya bila suatu waktu mereka melihatnya. Kebocoran identitasnya juga berpotensi mempersulit perjalanan hidup mereka. Bullying teman sebaya juga bisa jadi salah satu sumber ancaman yang menyulitkan hidup mereka.

Betapapun, anak-anak itu masih berhak membangun masa depan yang baik bagi dirinya. Mereka memang lahir dari perkawinan ayah dan ibunya, tapi mereka berhak membangun masa depannya sendiri—masa depan yang berbeda, masa depan yang jauh dari kekerasan, masa depan yang memberi kedamaian bagi dirinya sendiri, bagi manusia lainnya, dan bagi lingkungan hidupnya. **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB