Dilansir Bloomberg Dollar Index, rupiah berada di kisaran Rp. 14.185 per 1 dolar AS hari ini (22/05/18), merupakan posisi kisaran yang terlemah sejak pertengahan Desember 2015. Jika diteliti, fundamental ekonomi domestik cukup kuat, walaupun ada sedikit keprihatinan pada defisit akun saat ini. Faktor eksternal malah memiliki peran yang jauh lebih berperan pada penurunan nilai tukar rupiah.
Dengan memperhatikan bahwa bukan hanya rupiah yang mengalami penurunan namun disertai sebagian besar mata uang lainnya, kita dapat berasumsi bahwa faktor eksternal-lah yang menjadi alasan dibalik melemahnya mata uang Indonesia.
Kebijakan The Fed
Dolar AS mengalami penguatan signifikan mulai April dikarenakan kebijakan yield US treasury dari the Fed. Kebijakan ini didasarkan dari tekanan terhadap tingginya tingkat inflasi di AS setelah pasar melihat peningkatan di harga minyak dan bahan baku logam sejak akhir Maret lalu.
Baca juga: Bagaimana Pengaruh Harga Minyak Terhadap Dolar Amerika
Kecemasan pasar ini dikarenakan inflasi akan berpengaruh pada potensi naiknya penerbitan surat utang AS, dan tanda-tanda menguat kembali ketergantungan AS kepada Cina.
Peningkatan inflasi AS ini akhirnya mendorong The Fed (Bank Sentral AS) untuk mempercepat peningkatan suku bunga pada 2018, bahkan melebihi ekspektasi awal pasar sebelumnya. Hal ini berlanjut kepada investor yang menanamkan modal mereka untuk menarik kembali aset mereka yang ditanamkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca juga: Derasnya Goncangan IHSG Terkait Profit Taking Investor Asing
Bahkan dalam pertemuan The Fed pada 2 Mei kemarin (hasil rapat dapat diunduh disini), mereka menyatakan akan tetap mempertahankan nilai suku bunga acuan AS, yang berdampak pada kecilnya potensi menguatnya nilai tukar rupiah kembali ke Rp. 14.000, kendati, BI telah menaikkan nilai suku bunga acuan Indonesia ke 4,50% pada 17 Mei lalu.
Faktor lainnya yang memberi tekanan ke nilai tukar rupiah adalah karena sedang berlangsungnya musim pembayaran dividen dan hutang luar negeri yang dilakukan perusahaan lokal pada bulan ini saya kutip dari analisa FXScouts. Peristiwa ini mengingkatkan permintaan dolar AS di pasar, yang menjadikan rupiah semakin melemah.
Perang dagang AS
Tingkat dolar AS hari ini menandakan nilai tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Sementara itu, komentar terakhir dari Presiden AS Donald Trump terhadap negosiasi dagang dengan Cina, diselimuti beberapa kekhawatiran. Trump mengatakah bahwa ia ragu pada negosiasi yang sedang berlangsung di Washington akan berhasil dengan sukses, karena Cina dan EU menurutnya sudah menjadi sangat manja karena selalu mendapatkan 100% atas apa yang mereka inginkan dari AS.
Pernyataan ini membuat kekhawatiran munculnya perang dagang global. Namun di sisi lain, EU berjanji untuk siap kapan saja jika perlu bernegosiasi untuk membuka pasar mereka dengan lebih luas kepada barang impor AS, termasuk pengiriman mobil, dengan maksud untuk menghindari potensi perang dagang.
Apalagi, pemberitaan tentang serangan teroris di dalam negeri semakin memperburuk kondisi keamanan dan berdampak langsung pada keinginan investor untuk menahan menanaman modal asing balik ke Indonesia.
Ikuti tulisan menarik Azlan Shah lainnya di sini.