x

Iklan

Aditya Harlan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Terpancing, Itu Hanyalah Siasat Perpecahan

Pembakaran bendera tauhid saat peringatan Hari Santri menuai kontroversi di kalangan umat Islam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pembakaran bendera tauhid saat peringatan Hari Santri menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Saat ini polisi telah mengamankan tiga orang terkait pembakaran bendera diduga Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Kabupaten Garut. Tidak sampai disitu, beberapa kelompok masyarakat menyerukan bahwa bendera tersebut bukan milik HTI melainkan bendera Ar-Rayah yang bertuliskan kalimat tauhid. Mereka yang tidak terima, melakukan demo Aksi Bela Tauhid di sejumlah daerah.

Dilihat dari polanya seperti aksi yang lalu, mereka bukan membela Agama, mereka seperti membela kepentingan politik para dalang politisi yang menginginkan adanya keributan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut saya tindakan yang dilakukan ketiga orang pembakar bendera itu bukan penodaan suatu agama karena sudah jelas yang dibakar adalah atribut milik HTI. Tindakan membakar bendera itu jelas tidak ada hubungannya dengan agama. Kecuali jika Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, punya bendera khusus. Jadi tidak mungkin, orang Islam lahir-batin seperti anggota Banser itu bermaksud menghina Islam.

Mengapa saya katakan bahwa itu adalah bendera HTI?

Pertama, secara de facto sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa bendera semacam itu sering digunakan dalam kegiatan ormas HTI. Coba di-googling bendera HTI, pasti itu yang keluar

Alasan lainnya adalah keterangan dari ketiga pelaku pembakaran, yang merupakan anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU). Saat ketiga pelaku menginterogasi pria yang membawa bendera ke acara itu, Pria tersebut menyatakan bahwa yang dibawanya adalah bendera HTI. Oleh sebab itu anggota Barisan Ansor serbaguna (Banser) NU membakar bendera tersebut.

Pria tersebut adalah Uus Sukmana yang merupakan warga asli Garut dan berkerja di Bandung. Uus Sukmana mengakui adalah simpatisan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan bendera yang dibawanya merupakan bendera HTI. Uus juga sempat terlibat aksi 212 lalu. Uus mendapat bendera itu dengan membeli secara online, dan dengan sengaja membawa bendera itu saat peringatan Hari Santri di Garut. Pihak GP Ansor juga menilai bahwa bendera hitam yang dibakar adalah bendera organisasi HTI yang telah dilarang oleh pemerintah.

Lalu mengapa saat sudah jelas terdapat fakta bahwa bendera tersebut diakui sebagai bendera HTI justru masih berbuntut panjang? bukankah kasus tersebut sudah cukup dapat diatasi oleh pihak kepolisian? Tentu saja ada kepentingan politik yang memicunya.

Sudah jelas bahwa HTI sudah bubar. Ormas yang sudah dicabut badan hukumnya sekarang sudah mengikrakkan pada dunia politik. Hal ini terlihat dari jubir ormas yang sudah dibubarkan itu bersama-sama lainnya teriak Ganti Sistem dan Ganti Presiden beberapa waktu yang lalu.

Mendapat suatu kejadian pembakaran bendera, langsung sontak membuat mereka ingin menggorengnya tentu saja. Pihak ini sengaja menggoreng isu pembakaran bendera dengan berlebihan, karena melihat dari situasi politik. Karena mereka tau bahwa ekspresi massa dalam konsentrasi besar sulit untuk dikendalikan. Apalagi jika atmosfernya sama: kemarahan. Mereka, pihak berkepentingan, ingin menyudutkan pemerintah saat ini dengan cara memanfaatkan  pihak pendukungnya (mantan HTI) untuk menyerang banser/NU, yang mendukung pemerintah saat ini. Tentu saja tidakan banser melukai hati mereka yang masih dendam dengan pemerintah yang telah membubarkan organisasinya.

Lalu bagaimana dengan kalimat tauhid? Kalimat tauhid dan bendera HTI memang secara kasat mata terlihat sama. Lafadz lailaha illallah muhamad rasulullah yang ditulis dalam bendera itu terlihat begitu suci. Padahal itu simbol yang dibuat oleh hizbut tahrir internasional. Kalau tidak percaya, silahkan bawa bendera semacam itu saat kalian haji atau umroh, dijamin kalian akan mendapat konsekuensi yang jauh lebih buruk dibanding di Indonesia.

Untuk kasus pembakaran bendera ini mari kita serahkan kepada pihak berwajib untuk diperiksa lebih dalam oleh ahli sejarah dan Islam. Jadi masyarakat yang pintar agar tidak mudah dibohongi oleh atmosfir kebencian. Ini hanyalah strategi untuk memecah belah kita.

Ikuti tulisan menarik Aditya Harlan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler