x

Iklan

hasnaalmira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jutaan Mikroplastik Di Permukaan Sungai Citarum

Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, Indonesia (±6080 km2) yang mengandung jutaan mikroplastik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia merupakan negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia yaitu 187,2 juta ton/tahun, setelah posisi pertama yaitu negara China sebesar 262,9 juta ton/tahun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sampah plastik di sungai yang bermuara ke lautan, salah satu sungai yang bermuara ke lautan yaitu Citarum. Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, membentang dari mata air di Gunung Wayang sampai muara di Tanjung Karawang. Total DAS Citarum kurang lebih 6080 km2. Daerah hilir merupakan penjamin ketersediaan air untuk kurang lebih 300.000 Ha persawahan. Jutaan masyarakat hidupnya tergantung langsung dari sungai ini yang ternyata memiliki tingkat ketercemaran tertinggi di dunia.

Kondisi memprihatinkan pencemaran sungai Citarum terlihat dari konsentrasi sampah plastik yang begitu menggunung sehingga menyebabkan penyumbatan aliran air pada anak sungai utama. Sampah plastik tersebut diantaranya kantong plastik, tutup botol, styrofoam, korek api, pelet plastik. Dalam kurun waktu yang panjang sampah plastik tersebut terpecah menjadi sampah plastik yang lebih kecil (mikroplastik), mikroplastik merupakan sampah plastik yang diameternya berukuran < 5mm, walaupun bentuknya lebih kecil tetapi memiliki bahaya jauh lebih dahsyat bagi lingkungan sekitar.

Sungai Citarum menjadi sumber utama baik itu sebagai irigasi pertanian, suplai air baku dan juga sebagai perikanan air tawar  pada Waduk Cirata, Saguling, dan Jatiluhur  itu ternyata menampung limbah dari 1.000 pabrik industri yang berada disekitarnya. Bahayanya, mikroplastik berpotensi mencemari rantai makanan, karena mikroplastik dapat menyerap dan melepaskan bahan kimia yang sangat beracun serta karakteristik ukurannya yang kecil dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh organisme, kemudian tertelan oleh organisme perairan dan menyebabkan penyumbatan usus serta potensi keracunan bahan kimia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penyebaran mikroplastik melalui perantara air karena dipengaruhi oleh faktor yaitu adanya sebuah dorongan eksternal yang menyebabkan pergerakan mikroplastik (seperti angin mendorong arus permukaan dan sirkulasi geostropik mendorong pola pemencaran partikel) Dorongan eksternal yang menyebabkan pemencaran sampah plastik tersebut berinteraksi dengan sifat-sifat partikel itu sendiri seperti densitas, bentuk, dan ukuran, serta properti lingkungan lainnya. Plastik yang umum digunakan berada pada rentang densitas 0,85 hingga 1,41 g/mL, misalnya polipropilen dan polietilen (LDPE, HDPE) memiliki densitas <1 g/mL, sementara polistiren, nilon 6, polivinil klorida (PVC), dan polietilen terefitalat (PET) memiliki densitas > 1 g/mL. Karena rentang ini mencakup material mulai dari densitas yang lebih rendah hingga lebih tinggi dari air, mikroplastik dapat didistribusikan melalui kolom air.

Menurut studi penelitian dan hasil laboraturium, menunjukkan bahwa lima spesies invertebrata air tawar, satu jenis ikan air tawar, sembilan spesies ikan payau, dan satu spesies ikan amphidromous bisa menelan mikroplastik. Salah satu penelitian di Sungai Perancis menunjukkan bahwa 7-11 ikan gobi yang dikumpulkan mengandung mikroplastik. Dalam penelitian yang lebih lanjut mengenai dampak terhadap organisme di bidang kelautan, menunjukkan bahwa ada banyak sekali hewan yang menelan mikroplastik. Studi invertebrata air tawar, sekitar 32-100% dari individu yang terpapar tesebut menelan mikroplastik. Penelitian IUCN Red List menyatakan bahwa spesies ikan Ganggehek sudah semakin jarang ditemui, termasuk di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Populasi Ganggehek di pulau Jawa tidak diketahui karena banyak sungai yang terkena dampak pencemaran air tingkat tinggi. Penelitian Pusat Riset Perikanan Tangkap mengungkapkan bahwa terjadi penyusutan jumlah spesies ikan dalam kurun waktu 40 tahun (1977-2007) awalnya sebanyak 34 spesies ikan asli, lalu mengalami penyusutan menjadi hanya terdapat 20 spesies ikan.

Jika kondisi Sungai Citarum yang seperti ini dibiarkan terus – menerus dalam jangka waktu yang panjang maka akan berakibat buruk bagi lingkungan disekitarnya. Dengan berbagai macam konsentrasi pencemaran mikroplastik yang tersebar pada DAS Citarum tersebut, lalu air yang ada pada Sungai Citarum tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan warga sekitar baik sebagai sarana irigasi pertanian, perikanan dan juga suplai air sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat akan ikut terpapar oleh pencemaran mikroplastik tersebut.  

Ikuti tulisan menarik hasnaalmira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB