x

Iklan

Jihan Sausan Salsabila

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kehidupan yang Terampas oleh Modern Slavery

Dimensi perdagangan manusia yang terus meluas hingga menyentuh sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Apa kita masih mau menutup mata?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berasal dari sebuah desa pertanian kecil di Indonesia, Ima (nama samaran) harus melakukan perjalanan selama 2 jam ke Kota Surabaya untuk mendapatkan uang karena penghasilan keluarganya yang rendah. Suatu ketika dalam perjalannya, ia mendapatkan tawaran yang tidak dapat ditolaknya. Tawaran untuk bekerja menjadi pengasuh di LA dengan upah $150 per bulan. Saat itu tahun 1997, dengan usia 17 tahun Ima dengan bersemangat tiba di LA. Tapi yang didapatnya ialah tamparan keras kehidupan. Ia diberitahu bahwa harus bekerja 10 hingga 18 jam perhari sebagai pengasuh dan pembantu rumah tangga, ia juga akan menerima gajinya secara sekaligus setelah 2 tahun dengan passport-nya yang disita. Tapi Ima adalah salah satu yang beruntung dibandingkan korban lainnya, ada yang diberi makan nasi hanya sekali, bahkan ada yang diperkosa. Ima juga beruntung karena berhasil melarikan diri dengan bantuan dari pembantu rumah tangga di sebelahnya.

Sembilan tahun kemudian, ia menikah dan bekerja di kantor hukum

Cerita di atas merupakan sepenggal cerita seorang survivor dari Modern Slavery di Indonesia. Modern Slavery menjadi issue yang terus bergulir, tapi masih sangat minim upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya modern slavery. Jadi, apa sebenarnya modern slavery itu?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Global Estimates on Modern Slavery and Child Labour tahun 2017, modern slavery atau perbudakan modern adalah situasi yang menggambarkan di mana orang yang dieksploitasi tidak dapat menolak karena ancaman, kekerasan, penipuan, paksaan, atau penyalahgunaan kekuasaan. Modern slavery datang dalam berbagai bentuk, dan selalu melibatkan perampasan kebebasan seseorang, contohnya eksploitasi tenaga kerja paksa, pernikahan paksa, eksploitasi seksual paksa hingga perdagangan manusia di mana orang benar-benar dijual dan dianggap 'less human' dibanding orang-orang lainnya. 

Indonesia menduduki peringkat ke-74 dalam perbudakan modern di seluruh dunia dengan 1.220.000 orang Indonesia yang menjadi korban. Seakan belum cukup sampai disitu, perdagangan manusia atau human trafficking juga telah mengalami peningkatan tajam dan telah menjadi masalah sosial global pada dekade terakhir. Dimensi perdagangan manusia terus meluas hingga menyentuh sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Mirisnya, Indonesia merupakan negara yang menjadi sumber, tempat transit, juga tujuan perdagangan manusia. Kondisi tersebut sungguh memprihatinkan karena perdagangan anak dan perempuan merupakan bentuk kejahatan terorganisir terbesar nomor tiga di dunia setelah kejahatan perdagangan obat bius dan perdagangan senjata menurut International Information Program, US Department of State (2004). 

Tidak hanya bertujuan untuk eksploitasi seperti kerja paksa, perdagangan manusia juga bertujuan untuk prostitusi atau eksploitasi seksual manusia. Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban. Para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual juga seringkali dibius dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan sehingga timbul cedera fisik. Selain itu, pada korban anak-anak sering mengalami hambatan pertumbuhan. Korban perempuan juga akan berisiko untuk mengalami kehamilan yang tidak diinginkan hingga aborsi, menderita penyakit yang ditularkan melaui hubungan seksual diantaranya HIV/AIDS atau cedera pada organ reproduksi. Kekerasan yang dialami korban juga akan menimbulkan cedera umum seperti patah tulang, gegar otak, memar, atau luka bakar.

Modern slavery telah sangat berpengaruh terhadap stabilitas kehidupan korbannya. Seolah beban yang harus mereka derita belum cukup, banyak korban yang akhirnya bunuh diri karena tidak mampu menahan siksaan yang mereka hadapi.  Para korban akan mengalami trauma psikis, stres dan depresi, serta mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Perasaan ketidakadilan, perampasan hak asasi manusia, serta perasaan terisolasi dari masyarakat juga akan timbul dalam perasaan mereka. Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh CTU IOM RS POLRI Sukanto, jumlah korban perdagangan manusia yang mengalami gangguan kesehatan mental khususnya depresi adalah 87% dari total korban yang ditangani lembaga ini.

 

References:

  1. Lin, J. (2009, Juni). Human Trafficking Escalates as World Economy Plunges. Available at: newsroom.ucla.edu
  2. International Labour Organization and Walk Free Foundation. (2017). Global Estimates of Modern Slavery. Available at: https://www.ilo.org/
  3. The Global Slavery Index. (2018). Available at: https://www.globalslaveryindex.org/2018
  4. Andari, A., J. (2011). Analisis Viktimisasi Struktural terhadap Tiga Korban Perdagangan Perempuan dan Anak Perempuan. Jurnal Kriminologi Indonesia, 7(3), 307-319
  5. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. (2003). Penghapusan Perdagangan Orang (Trafficking in Persons) di Indonesia
  6. Kalsum, U. (2014). Hubungan Dukungan Sosial dan Trait Kecemasan dengan Trauma pada Korban Perdagangan Manusia. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, 2(3), 243-255.
  7. Shannon, S. (1999). Prostitution and The Mafia: The Involvement of Organized Crime in Global Sex Trade. Illegal Immigration and Commercial Sex, 119, 121
  8. Rafferty, Y. (2008). The Impact of Trafficking on Children: Psychological and Social Policy Perspectives. Child Development Perspectives, 2(1), 3-18
  9. The Advocates For Human Right. (2005). Health Consequences of Trafficking. Available at: http://www.stopvaw.org/health_consequences_of_trafficking
  10. Rieger, A. (2007). Missing the mark: Why the trafficking victims protection and act fails to protect sex trafficking victims in United States. Harvard Journal of Law & Gender, 30, 231-256
  11. Riyawati, A. (2008). Analisis Gejala dan Faktor Pemicu Depresi Korban Perdagangan Perempuan IWoman Trafficking) Studi Kasus Klien Counter Trafficking Unit International Organization for Migration (CTU IOM) RS. Polri Sukanto. 
  12. Gambar: International Labour Organization dan shivafoundation.org.uk

 

 

Ikuti tulisan menarik Jihan Sausan Salsabila lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu