x

Iklan

Aditya Harlan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Reuni Alumni 212 sebagai ajang kampanye! Mungkinkah?

Namun, siapa sangka umat yang teramat besar ini justru terkadang terpecah belah pemikirannya. Seperti pro dan kontra terkait aksi 212

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(sumber gambar: cnnindonesia.com)

Umat islam di Indonesia memang menduduki jumlah terbesar. Keberadaan islam di Indonesia juga dinilai sangat berpengaruh pada politik di negeri yang luas ini. Namun, siapa sangka umat yang teramat besar ini justru terkadang terpecah belah pemikirannya. Seperti pro dan kontra terkait aksi 212. Banyak umat islam yang setuju dengan aksi ini. Pun banyak juga umat islam yang tidak sependapat dengan aksi 212. Seperti yang dilansir di berbaagai pemberitaan bahwa muhammadiyah dan NU yang mana merupakan wadah islam terbesar juga tidak setuju dengan adanya aksi ini mengingat dampaknya yang dirasa kurang baik.

Kabarnya, aksi yang booming dengan kontroversinya itu akan kembali digelar sebagai acara reuni dewasa ini. Reuni sendiri diartikan sebagai pertemuan kembali sebuah alumni yang sudah lama tidak berjumpa. Padahal, aksi ini sudah dianggap bubar sejak aksi yang terakhir saat itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Rencana mereka menggelar kembali aksi ini kemudian memunculkan penafsiran oleh berbagai pihak bahwa aksi 212 ini memiliki tujuan kampanye. Pasalnya, aksi ini digelar bersamaan menjelang pilpres 2019.

Seperti yang kita ketahui bahwa menjelang pilpres 2019 hiruk pikuk mengenai isu politik mulai ditiupkan dari masing – masing kubu. Begitu halnya dengan aksi 212 yang disinyalir sebagai ajang kampanye. Kegiatan ini dinilai sebagai kedok kampanye karena pada acaranya nanti rencananya akan menghadirkan salah satu pasangan capres dan cawapres. Tidak heran jika sebagian masyarakat kemudian menuding acara ini kemungkinan besar adalah jurus mengumpulkan masa untuk berkampanye.

Sah tidak sah jika aksi ini benar – benar kembali digelar. Pasalnya jika tujuan utamanya memang untuk berkampanye maka hanya menguntungkan satu pihak saja. Bukan untuk kemaslahatan masyarakat luas. Sedangkan demonstrasi  itu umumnya bertujuan untuk kepentingan umum bukan hanya suatu golongan saja.

Apalagi, aksi 212 ini memiliki masalalu yang meninggalkan kesan cukup buruk seperti terjadi aksi anarkis. Selain itu, 212 waktu itu jelas mengganggu lalu lintas yang berdampak pada kenyamanan masyarakat. Banyak masyarakat yang hendak melintas akhirnya terhalang dan terlambat sampai di tempat tujuan. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah keluhan masyarakat yang pada saat itu hendak melintas area demo.

Selain itu, kemacetan panjang ini juga cukup membuat jengkel berbagai pihak. Bayangkan saja, jutaan umat turun ke jalan yang luasnya hanya beberapa meter namun mengular panjang bak barisan semut yang hendak berpindah mengusung telor - telornya. Mungkinkah masih ada cela untuk pengguna jalan melewati area tersebut? Pastilah tidak. Seperti menambah permasalahan saja, jakarta yang kental dengan crowded dan kemacetannya, dibuat semakin macet dan sempit dengan adanya demo 212 ini.

Sementara itu, masalah kemacetan ini baru saja ditangani oleh mantan gubernur DKI Jakarta Tjahya Purnama atau yang akrab disapa Ahok. Sebagaimana hal yang kita tahu bahwa gubernur yang satu ini hampir sukses menangani kemacetan di Jakarta. Namun, tersandung masalah penistaan agama, akhirnya beliau harus berhenti menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta dan parahnya berbuntut panjang hingga sekarang.

Meskipun gerakan yang beranggotakan umat islam 212 ini dianggap sudah selesai, ternyata reuni ini akan tetap kembali digelar. Hal inilah yang kemudian menambah kecurigaan berbagai pihak semakin menuding gerakan ini memiliki tujuan lain selain berdemo. Yaitu sebagai ajang berkampanye. Sebab, aksi ini digelar menjelang pilpres yang memang sedang menjadi topik utama di negeri ini.

Kampanye berstrategi seperti inilah yang memang cukup membuat masyarakat terpengaruh untuk memilih capres dan cawpres yang mereka agungkan di ajang reuni mendatang. Seperti yang telah dibahas di depan, bahwa umat islam menjadi daya tarik utama bagi capres dan cawapres untuk mensukseskan programnya. Dengan menggandeng beberapa tokoh islam di tanah air, maka kesuksesan akan mudah teraih. Sebab, tokoh agama memang sangat berpengaruh di masyarakat.

Mengatas namakan islam dan membela agama Allah juga sedikit banyak mempengaruhi seseorang untuk memilih pemimpin yang di promosikan memiliki atitude yang baik. Oleh karena itu, gerakan ini terus menggembor – gemborkan kebaikan yang dimiliki oleh capres dan cawapres idolanya dengan alasan capres dan cawapres idolanya itu memiliki keislaman yang baik. Padahal, kualitas keimanan seseorang terkadang dijadikan kamuflase saja.

Mungkin atau tidak? Pertanyaan ini mungkin akan muncul saat melihat pemberitaan di seluruh media sosial bahwa gerakan 212 yang akan kembali digelar ini memiliki unsur kampanye. Jawabannya adalah sangat mungkin. Sebab, sudah jelas mereka akan menghadirka capres dan cawapres untuk memperbaiki citra pasangan capres dan cawapres itu. Dengan demikian masyarakat akan terpengaruh untuk memilihnya dengan alasan dia adalah sosok pemimpin yang islami.

Penting atau tidak? Melihat dari sisi bekepentingannya, aksi ini dirasa tidak penting mengingat banyak sekali mudhorotnya bagi lapisan masyarakat tertentu pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Ikuti tulisan menarik Aditya Harlan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan