x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 25 Juli 2019 22:51 WIB

Pos Indonesia, Berubahlah lebih Sigap

Pos tidak bisa berubah secara parsial dan tambal sulam, melainkan mesti total dan radikal, mengubah paradigma berbisnisnya, dengan cara merumuskan ulang model bisnisnya, menyegarkan visi dan misinya, memperbarui teknologinya, mengadaptasikan kultur perusahaannya, serta aspek-aspek lain perusahaan—keuangan, sumber daya manusia, aset, dan seterusnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Badan Usaha Milik Negara [BUMN] Pos Indonesia tengah jadi sorotan. Berbagai kejadian terjadi dan rumor beredar. Januari lalu, karyawan Pos sempat protes karena gaji terlambat diberikan. Belakangan, berembus rumor bahwa perusahaan ini terancam pailit, namun dibantah oleh manajemen. Seperti dikutip media, Direktur Keuangan Pos Indonesia Eddi Santosa membantah rumor itu: hak karyawan, mulai gaji, tunjangan, hingga iuran BPJS sudah terpenuhi dan tidak ada pemutusan hubungan kerja.

Hingga hari ini, Pos memang masih hidup, tapi perubahan besar memang tidak terelakkan jika ingin hidup lebih lama. Bahkan perubahan semestinya sudah dilakukan sejak lama, sebelum pergantian milenium.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya masih ingat, beberapa tahun menjelang pergantian milenium, kira-kira sejak 1996-7, Pos membuka layanan warung internet [warnet]. Ketika itu Indonesia memang baru berkenalan dengan internet, jadi jumlah warnet sangat terbatas mengingat infrastruktur belum mendukung layanan semacam itu. Wasantara, layanan warnet milik Pos, terletak di dalam kantor pos besar di sekitar alun-alun Bandung.

Saya tidak tahu, apakah waktu itu manajemen Pos—maupun pemerintah, sebab Pos merupakan perusahaan milik negara—menyadari bahwa kehadiran internet merupakan tantangan baru [jika enggan menyebutnya ancaman] bagi bisnis pos yang selama itu didominasi Pos, khususnya surat-menyurat. Berkat akses internet dan akun email, yang populer ketika itu yahoo dan lycos, di antaranya, seseorang dapat berkirim surat ke manapun ia inginkan dengan biaya sangat murah.

Email merupakan penantang langsung bisnis pengiriman surat pos. Pos mungkin tidak berpikir bahwa beberapa tahun ke depan email akan menggerus bisnis pengiriman surat pos, khususnya antarindividu. Barangkali, manajemen ketika itu berpikir bahwa infrastruktur internet belum tersedia secara memadai, baru dial-up untuk di rumah dengan menebeng saluran telepon, sehingga dianggap bukan ancaman serius.

Pos, karena itu, berkutat pada bisnis lamanya dan tidak mengantisipasi perubahan yang mulai berlangsung berkat kehadiran internet. Bahkan, mungkin Pos tidak menduga bahwa internet akan melahirkan ekonomi baru yang juga berpengaruh besar terhadap bisnisnya yang lain, pengiriman paket. Manajemen Pos ketika itu mungkin tidak menduga bahwa ekonomi baru, antara lain e-commerce, akan meningkatkan permintaan pengiriman barang. Bisnis inilah yang telah menumbuhkan puluhan jasa pengiriman barang baru di Indonesia.

Bisnis lain Pos juga tergerus, yakni pengiriman uang melalui wesel. Lagi-lagi, antisipasi terhadap kemajuan teknologi keuangan dan perbankan tidak diantisipasi secara layak. Dunia perbankan bergerak cepat dalam menanggapi perubahan akibat teknologi ini, dari ATM hingga internet banking dan mobile banking. Sebagai produk layanan, wesel pun tertinggal dan ditinggalkan oleh konsumen.

Jadi, jika situasi Pos kini kurang segar, manajemen yang sekarang mewarisi persoalan yang sudah lama melemahkan Pos. Posisinya sebagai perusahaan negara juga membuat Pos tidak mampu bergerak selincah swasta. Pos sangat terlambat menyegarkan diri di saat lingkungan hidup, lingkungan industri, dan lingkungan bisnis berubah cepat. Barangkali karena rintangan birokrasi, Pos tidak mampu cepat beradaptasi justru ketika industri yang menjadi lahan hidupnya sedang berubah kencang. Pos terkesan lembam untuk berubah.

Saat ini, boleh dibilang dua bisnis yang semula ditekuni Pos, yaitu jasa pengiriman surat dan wesel, untuk sebagian besar sudah diambil alih oleh pemain lain. Jika Pos masih berharap untuk tetap hidup, pilihan bisnisnya tinggal jasa pengiriman paket. Di tengah munculnya puluhan perusahaan baru di bidang jasa ini, Pos sebenarnya masih bisa mengandalkan banyaknya kantor-kantor posa yang menjangkau hingga pelosok. Hanya saja, kesigapan pelayanan dan kecepatan pengiriman hingga ke konsumen menjadi tantangan yang harus dipecahkan.

Pos tidak bisa berubah secara parsial dan tambal sulam, melainkan mesti total dan radikal, mengubah paradigma berbisnisnya, dengan cara merumuskan ulang model bisnisnya, termasuk relasinya dengan pemerintah sebagai pemegang saham perusahaan negara. Pos harus menyegarkan visi dan misinya, memperbarui teknologinya, mengadaptasikan kultur perusahaannya, serta aspek-aspek lain perusahaan—keuangan, sumber daya manusia, aset, dan seterusnya.

Seandainya Pos berubah lebih dini, kira-kira 20 tahun yang lampau, dan segalanya berjalan lancar, saat ini mungkin Pos sudah tampil sebagai raksasa kurir yang disegani karena kualitas layanannya yang betul-betul prima. Pos punya pesawat sendiri yang menjadi salah satu jaminan paket dikirim tepat waktu. Tapi itu pengandaian yang tidak berarti apa-apa, kecuali jika sekarang Pos memang mau berubah, berubahlah segera agar perusahaan yang sangat berjasa selama puluhan tahun usia Republik ini tidak tenggelam ditelan sejarah. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB