Penusukan Menko Polhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, 10 Oktober lalu, masih jadi perbincangan. Tak sedikit yang meragukan orisinalitas kejadian ini dengan berkomentar aneh.
Boleh jadi aparat keamanan agak kecolongan karena mereka sudah memantau gerak-gerik pelaku. Tapi, mendeteksi kapan dan di mana “amaliyah” akan dilakukan, memang tak mudah. Apalagi, senjatanya hanya pisau yang tidak memerlukan persiapan rumit seperti bom.
Yang jelas, sejauh ini dugaan bahwa kejadian itu rekayasa masih sulit dibuktikan. Fakta-fakta yang muncul justru memperlihatkan sebaliknya: mulai dari seriusnya luka Wiranto hingga rekam jejak pelaku.
1.Luka Wiranto serius
Dari video yang beredar, tampak penusukan dilakukan oleh orang yang cukup terlatih. Wiranto sampai terjengkang dan roboh. Luka Wiranto pun cukup dalam, sekitar 10 sentimeter dan kena usus halus. Menurut staf Menkopolhukam, Agus Zaini, dokter harus memotong usus Wiranto. "Dipotong agar tidak menimbulkan masalah baru,” kata Agus, 11 Oktober 2019.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra. "Kalau dilihat dari segi luka, keadaannya serius, tidak bisa dianggap perbuatan main-main," kata Yusril seusai menjenguk Wiranto di RSPAD, Gatot Subroto, 12 Oktober 2019. Ia mengingatkan semua pihak untuk waspada karena apa yang dialami Wiranto bisa terjadi pada siapa saja.
2.Diduga sudah lama terpapar
Syahrial Alamsyah, 31 tahun, penusuk Wiranto, diduga sudah lama terpapar paham radikal. Ia pernah mengajak tetangganya untuk pergi ke Suriah. “Pada 2013 ia mengajak saya pergi ke Suriah," kata Alex, tetangganya yang tinggal di Medan Deli, Medan, 11 Oktober 2019 seperti dikutip dari Medan Headlines.
Alex sempat pula diperlihatkan materi jihad ke Suriah. “Saya iya iya saja waktu diajak, mau bantah kan enggak enak," kata Alex. Syarial pun sempat mengajak Alex ke Palu. Di sana dia akan disediakan pekerjaan. Namun, keberangkatan Syahrial ke Palu gagal.
3.Sudah dipantau
Kepolisian sudah memantau Syahrial yang merupakan anggota jaringan Bekasi selama tiga bulan terakhir. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, pelaku sebetulnya masih dalam tahap ketiga, taklim khusus. Seseorang yang masih di tahap itu belum bisa ditangkap karena belum melakukan perbuatan melawan hukum.
Dedi mengatakan ada lima tahap sebelum seorang anggota teroris menyerang. Tahap pertama adalah berjaga-jaga; tahap kedua taklim umum atau dibekali ajaran; tahap ketiga taklim khusus dengan ajaran lebih spesifik; tahap keempat pelatihan perang; dan kelima amaliyah atau menyerang. ***
Baca juga:
Prabowo-Paloh Mau Revisi UUD’45 Menyeluruh: Menuju Reformasi II atau Orba II?
Ikuti tulisan menarik Andi Pujipurnomo lainnya di sini.