x

Ketua KPK Agus Rahardjo didampingi tiga wakil ketua KPK Laode M Syarief (kiri), Basaria Pandjaitan dan Alexander Marwata, memimpin pengambilan sumpah jabatan dalam upacara pelantikan Sekretaris Jenderal dan Direktur Penuntutan, di gedung KPK, Jakarta, Senin, 16 September 2019. KPK melantik dua pejabat struktural antara lain Cahya Hardianto Harefa menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dan Fitroh Rohcahyanto menjabat sebagai Direktur Penuntutan. TEMPO/Imam Sukamto

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 16 Oktober 2019 00:17 WIB

Bila Gak Ada OTT, Berarti Korupsi Bekurang atau KPK yang Loyo?

OTT bisa saja nanti tidak ada lagi, tapi bukan dikarenakan masyarakat kita sudah bersih dari praktik korupsi dan suap, melainkan karena KPK-nya dibuat tidak berdaya dan tidak bergigi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Meskipun nasib Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] sudah berada di ujung tanduk, karena hingga kini Presiden Jokowi belum juga menerbitkan Perppu, sedangkan UU baru KPK hasil revisi otomatis berlaku pada 17 Oktober sekalipun bila Presiden tidak menekennya, Ketua KPK Agus Rahardjo tetap bersemangat. Saat berpidato di acara Sosialisasi Permendagri No. 70/2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah, 15 Oktober, Agus menyinggung pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo yang disampaikan di acara yang sama.

“Pak Menteri,” kata Agus seperti dikutip media massa, “tadi sudah menyampaikan harapannya bahwa pada pemerintahan [periode] kedua nggak ada OTT lagi. Gitu ya. Saya terus terang nggak tahu ke depannya tidak ada OTT itu karena arah kita nggak korupsi atau KPK-nya yang dimatikan. Saya nggak tahu.” Sindiran Agus begitu tajam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya kira, harapan bahwa tidak ada lagi pejabat negara maupun swasta yang terkena OTT adalah harapan seluruh rakyat, bukan hanya pemerintah. Bahkan, masyarakat luas berharap tidak ada lagi praktik korupsi dan suap. Bayangkan, sudah 119 kepala daerah yang ditangkap KPK dalam lima tahun terakhir. Tapi, tidak ada lagi OTT itu dapat dipahami dari dua sudut pandang yang berlainan, seperti yang diutarakan Agus.

Pertama, tidak adanya lagi pejabat dan swasta yang terkena OTT dapat terwujud karena korupsi memang sudah jauh berkurang. Jelas, yang ini menjadi harapan rakyat, sebab anggaran negara yang dihimpun dengan susah payah tidak lagi digerogoti oleh segelintir orang yang ingin memperkaya diri sendiri maupun kelompoknya. Tidak ada lagi cerita bahwa suap dan korupsi dipakai untuk menarik kembali modal yang sudah dikeluarkan saat mencalonkan diri jadi bupati, walikota, gubernur, ataupun anggota lembaga legislatif.

Bila korupsi dan suap jauh berkurang, investasi akan meningkat karena biaya-biaya yang tidak terduga dan semestinya tidak perlu dikeluarkan oleh investor dapat jauh ditekan, sehingga biaya investasi akan turun. Bila masyarakat kita bersih dari korupsi, rakyat banyak akan memperoleh pendidikan terbaik dengan biaya sangat murah, pelayanan kesehatan terbaik, dan kebutuhan lain secara murah. Akan lebih banyak lagi jalan yang dapat dibangun, gedung sekolah disediakan, rumah sakit didirikan.

Sudut pandang kedua: OTT bisa saja nanti tidak ada lagi, tapi bukan dikarenakan masyarakat kita sudah bersih dari praktik korupsi dan suap, melainkan karena KPK-nya dibuat tidak berdaya dan tidak bergigi. Dalam jangka waktu yang sangat pendek saja, jika UU KPK yang baru dibiarkan berlaku per 17 Oktober besok, karena Presiden Jokowi tak kunjung menerbitkan Perppu, institusi KPK akan loyo.

Seperti dikatakan oleh pimpinan KPK, karena Dewan Pengawas baru dibentuk Desember nanti seiring dengan pelantikan pimpinan baru KPK, gerak KPK yang sekarang akan sangat terbatas. Mengapa? Karena untuk melakukan penyadapan dan OTT, penyidik KPK harus meminta izin Dewan Pengawas lebih dulu sebelum bertindak, sebab mereka bukan lagi penegak hukum menurut undang-undang yang baru, kecuali jika ada aturan peralihan yang mengaturnya. Meski begitu, apabila kelak orang-orang yang dipilih duduk di Dewan Pengawas bersikap kompromistis dan pragmatis terhadap praktik suap dan korupsi, OTT berpotensi akan jarang terjadi.

Di tengah belum jelasnya sikap Presiden apakah ia akan menerbitkan Perppu atau tidak, operasi tangkap tangan oleh KPK memang masih berjalan terus. Media memberitakan [15 Oktober]: Bupati Indramayu Supendi ditangkap oleh KPK, disusul kemudian dengan penangkapan Walikota Medan Dzulmi Eldin [16 Oktober]. Apakah tindakan seperti ini akan tetap bisa berlangsung bila undang-undang hasil revisi dinyatakan berlaku, kita belum bisa tahu. Yang jelas, ketika itu gigi taring KPK sudah dicabut. Wallahu a’lam.

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler