x

Sumber: Tempo.co

Iklan

Anton Miharjo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Oktober 2019

Rabu, 16 Oktober 2019 20:00 WIB

Walikota Medan, OTT Terakhir dari KPK

KPK pagi tadi menangkap Walikota Medan dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT). Dzulmi Eldin, dan 6 orang lainnya di tangkap KPK karena dugaan praktik setoran proyek di Dinas Pekerjaan Umum Operasi tangkap tangan yang dilakukan di Medan mungkin menjadi akhir OTT dari KPK.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

KPK pagi tadi menangkap Walikota Medan dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT). Dzulmi Eldin, dan 6 orang lainnya di tangkap KPK karena dugaan praktik setoran proyek di Dinas Pekerjaan Umum Operasi tangkap tangan yang dilakukan di Medan mungkin menjadi akhir OTT dari KPK. 

Mulai esok hari (17 Oktober 2019), jika perppu tidak keluar, KPK tidak bisa melalukan penyadapan dan penggeledahan. Dan jika melakukan itu bisa dianggap ilegal. Sebab salah satu pasal di revisi UU KPK menyatakan penyadapan dan penggeledahan harus minta izin dewan pengawas.

Salah satu efektivitas KPK dalam melakukan OTT, selain karena ada laporan dari masyarakat, juga karena ada penyadapan yang dilakukan KPK. Tanpa ada penyadapan pada target, sangat tidak mungkin KPK akan berhasil melakukan OTT. KPK tidak mungkin bergerak menangkap koruptor berdasarkan informasi dan asumsi. Ia harus didukung bukti kuat, misalkan melalui komunikasi antar pelaku korup yang berhasil disadap. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika-pun KPK tetap ngotot melakukan penyadapan untuk melakukan OTT, sebelum dewan pengawas terbentuk, akan sangat mudah dipatahkan di pra-peradilan. Siapa yang memberikan izin dan mana izin tertulisnya? akan menjadi pertanyaan kunci yang bisa membuat KPK kalah dan membebaskan tersangka. Di UU KPK hasil revisi cukup jelas dikatakan segala bentuk kegiatan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK harus mengikuti aturan baru sejak UU itu diundangkan (tercatat di lembaran negara) 

Menurut UU 12 tahun 2012 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan: Dalam hal tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari sejak RUU disetujui di paripurna DPR, RUU itu tersebut sah menjadi UU. Artinya mulai esok UU KPK hasil revisi mulai berlaku, dan UU KPK yang baru tersebut mensyaratkan keberadaan Dewan Pengawas yang fungsinya antara lain memberikan izin penyadapan dan penggeledahan. 

Dewan pengawas kemungkinan terbentuk setelah pelantikan Presiden Joko Widodo. Pun setelah ada dewan pengawas prosedur penyadapan makin sulit, karena harus ada izin dewan pengawas. Transaksi gelap keburu selesai, baru keluar izin tertulis. Maka arah pemberantasan korupsi makin gelap. Kedepan OTT berkurang bukan karena indeks persepsi korupsi makin membaik, tapi karena KPK lumpuh. 

Jelang berlakunya UU KPK hasil revisi, kita masih berharap Jokowi mengeluarkan Perppu untuk menyelamatkan KPK dan memastikan pemberantasan korupsi masih terus-menerus dilakukan. Semoga saja, janji yang pernah diucapkan di hadapan tokoh-tokoh masyarakat di istana minggu kemarin benar-benar ia realisasikan 

Saya sulit mengambarkan situasi yang dialami Jokowi saat ini, apakah ia benar-benar tersandera oleh kepentingan para juragan Parpol yang ngotot KPK harus dikebiri, atau memang dianya sendiri yang tidak punya keinginan untuk memberantas korupsi? 

Padahal, jika ia memihak pada keinginan publik yang disuarakan mahasiswa beberapa minggu sebelumnya. Nampak jelas publik berharap Jokowi berdiri paling depan dalam pemberantasan korupsi. Menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan di awal oktober, menunjukkan mayoritas publik (76,3%) mendukung Jokowi berani mengeluarkan Perppu tentang KPK. Selain itu, masih di data yang sama, juga menunjukkan kepuasan pada presiden berada di level 67%.

Dengan kata lain tidak ada keraguan publik mendukung Jokowi, jika ia berani berbeda pendapat dengan para jurangan parpol. Toh urusan perppu bukan hal tabu dan bertentangan dengan konsitusi. Masalahnya hanya ada pada punya keberanian atau tidak. 

Saya cenderung tidak bersepakat dengan kalimat 'Jokowi lagi dilema mengambil putusan". Sebab bagi saya keberanian untuk berpihak pada yang benar, khususnya pada pemberantasan korupsi,  seringkali dipengaruhi pada prespektif dan politcal will dari sang pemimpin. Bola di tangan Jokowi saat masa-masa genting bangsa yang ada di persimpangan jalan, antara gelap dan terang. 

Jika Jokowi tetap diam dan hanya mampu tersenyum tanpa tindakan untuk menyelamatkan KPK. Bangsa kita sejatinya masuk dalam zaman gelap. Situasi korupsi Indonesia akan mirip di zaman Orba. Massif tapi tak pernah tersentuh dan terbongkar, hanya menjadi rumor di lorong-lorong gelap.

Saya masih berharap Jokowi mengeluarkan Perppu untuk menyelematkan KPK. Menyelamatkan pemberantasan korupsi. Dan yang utama menyelamatkan KPK sama juga memastikan pembangunan infrastruktur yang menjadi ikon Jokowi selama ini, berada di jalur yang benar dan sesuai target. 

Jika tidak, maka presiden pilihan itu turut mengamini terjadinya pesta korup di negara ini.

Ikuti tulisan menarik Anton Miharjo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler