Uji UU KPK, Akankah Hakim MK Membuka Mata Hati Mereka?
Rabu, 6 November 2019 13:14 WIBJika akhirnya para hakim Mahkamah Konstitusi menutup mata hati terhadap tuntuan keadilan dan jeritan kecemasan rakyat akan masa depan bangsa ini, akhirnya hanya Tuhan tempat terbaik untuk mengadu.
Setelah Presiden Jokowi mengulur-ulur waktu terkait penerbitan Perppu KPK sembari mempersiapkan calon-calon Dewan Pengawas KPK pilihannya, rakyat pun terpaksa masuk ke dalam lorong yang diinginkan oleh para elite politik negeri ini: berjuang di ruang sidang Mahkamah Konstitusi [MK]. Setelah Presiden dan anggota DPR mengubah undang-undang dengan begitu kilat dan enggan mendengarkan suara mahasiswa dan rakyat yang mencemaskan masa depan negeri ini, rakyat akhirnya dipaksa menghadap para hakim MK [yang juga ditunjuk oleh Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung].
Ketika rakyat hendak mengadu kepada para hakim yang mulia, rakyat tentu sangat berharap para hakim itu akan bersikap bijak dan mendengarkan suara yang lemah kuasa. Rakyat amat berharap para hakim mau mendengarkan kecemasan rakyat, bukan hanya dengan telinga, tapi dengan ketajaman hati nurani mereka. Apabila para hakim konstitusi hanya berkutat pada masalah formil-konnstitusional dan menutup mata hati terhadap materiil-substansi, kepada siapa lagi rakyat harus mengadukan keprihatinannya?
Saya tidak tahu apakah ada pilihan lain dari keputusan MK kelak selain dari dua kemungkinan: menerima gugatan rakyat dan membatalkan undang-undang KPK hasil revisi pemerintah-DPR atau menolak gugatan rakyat dan membolehkan undang-undang revisi itu terus berlaku. Sidang-sidang untuk mengambil keputusan mungkin akan memakan waktu cukup lama, dan di tengah kesibukan rakyat meyakinkan para hakim yang mulia itu agar menyetujui permohonan mereka, Presiden mungkin sudah mengangkat Dewan Pengawas dan melantik pimpinan baru KPK Desember nanti.
Di tengah keunggulan yang sudah ada di tangan, dan sembari melangkahkan terus bidak-bidak caturnya, Presiden dan DPR juga menunggu keputusan MK. Jika para hakim MK mengabulkan gugatan rakyat, mungkin saja Presiden membuka peluang untuk menerbitkan Perppu. Pemerintah membutuhkan alasan untuk melakukan hal itu, dan pengabulan gugatan rakyat oleh MK bisa menjadi alasan. Namun, ini baru kemungkinan, siapa tahu ada jurus lain yang disiapkan.
Betapapun, kelahiran undang-undang revisi itu juga hasil kontribusi pemerintah—kita masih ingat betapa surat persetujuan revisi dari Presiden kepada DPR dikirim begitu cepat. Presiden tak ingin relasinya dengan DPR terganggu dengan terbitnya Perppu sebelum ada keputusan MK. Maklum, mayoritas kursi DPR ditempati pendukungnya, begitu pula kabinet. Terganggunya relasi itu akan melemahkan konsolidasi kekuasaan yang sedang dilakukan.
Sebaliknya, jika para hakim MK memutuskan untuk menolak gugatan rakyat agar undang-undang revisi itu dibatalkan, semakin kuat alasan Presiden untuk tidak menerbitkan Perppu. Maknanya, keputusan penolakan MK tersebut akan dijadikan alasan penguat [ sekali lagi, alasan penguat] mengapa ia tidak menerbitkan Perppu. Sebab, sebelumnya, Presiden tidak mau menerbitkan Perppu dengan alasan ada yang sedang mengajukan judicial review ke MK, sehingga ia tidak mau melanggar apa yang ia istilahkan sebagai ‘sopan santun kenegaraan’. Kelak, jika ternyata para hakim konstitusi yang mulia itu menolak permohonan rakyat, semakin bulatlah alasan untuk tidak menerbitkan Perppu.
Apabila rakyat tetap bersikukuh meminta Perppu pembatalan undang-undang revisi, jawaban yang mungkin akan muncul adalah “MK sudah memutuskan bahwa undang-undang KPK hasil revisi tidak ada masalah, tidak sopan bukan jika Perppu diterbitkan?” Atau, masih mungkinkah kita menjaga harapan bahwa Presiden akan menerbitkan Perppu meskipun MK menolak gugatan rakyat? Wallahu ‘alam.
Jika akhirnya para hakim MK menutup mata hati terhadap tuntuan keadilan dan jeritan kecemasan rakyat akan masa depan bangsa ini, akhirnya hanya Tuhan tempat terbaik untuk mengadu. Seperti kata pemeo: “Bila terlalu berharap kepada manusia, bersiaplah untuk kecewa.” Di hadapan Tuhan, jika keadilan tidak dapat tegak hari ini, maka di hari akhir kelak keadilan itu akan tegak tanpa penghalang oleh manusia. Memang, tidak semua orang percaya tentang hal itu; tapi, ya terserah saja. >>
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pemimpin Ghosting, Jadi Teringat Lagunya Dewa
Rabu, 4 September 2024 11:28 WIBAda Konflik Kepentingan di Klab Para Presiden
Kamis, 9 Mei 2024 12:38 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler