Serangan bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Medan pada Rabu, 13 November 2019 merupakan teror kesekian kali terhadap polisi. Bom ini menyebabkan enam korban luka dan satu tewas, yakni pelakunya.
Terduga pelaku bernama Rabbial Muslim Nasution, 24 tahun, warga Medan yang sehari-hari berjualan bakso. Pelaku menyamar sebagai pengendara ojek onlie sehingga leluasa masuk ke markas polisi.
Teror bom serupa juga terjadi di Polresta Surakarta pada 2016, Polrestabes Surabaya pada 2018, dan beberapa kantor polisi lain. Pola serangan jelas beda. Begitu juga kelompok pelakunya. Hanya, ada beberapa persamaan yang cukup menarik:
Bom bunuh diri di kantor polisi
1.Dilakukan pada pagi hari
Ledakan bom bunuh diri di Poltabes Medan terjadi pada sekitar pukul 8.45 WIB. Serangan ke markas polisi di kota lain pun rupanya dilakukan pada pagi hari. Boleh jadi, serangan pagi hari lebih mudah karena orang sedang mulai beraktivitas dan tidak terlalu mempedulikan orang lain.
Ledakan bom di Polresta Surakarta pun terjadi pada pagi hari, yakni Selasa 5 Juli 2016, pukul 07.30 WIB. Pelakunya, Nur Rohman, 31 tahun, meledakkan diri di halaman markas polisi. Ia tewas. Ledakannya menyebabkan seorang polisi terluka.
Adapun bom di Polrestabes Surabaya terjadi pada Senin, 14 Mei 2018 pukul 8.50 WIB. Pelakunya, Tri Murtiono bersama isteri dan dua anaknya. Tiga anggota keluarga ini tewas, tapi anak bungsu keluarga ini selamat setelah ditolong oleh polisi.
2.Warga setempat, orang biasa
Serangan bom di markas polisi Medan, Solo, dan Surabaya dilakukan oleh warga setempat. Rabbial Muslim, pelaku bom bunuh di Medan, ia lahir dan tinggal di kota ini. Begitu pula Nur Rohman yang menyerang markas polisi Solo. Ia kelahrian kota Solo dan tinggal di kota ini.
Bom di Surabaya juga sama. Pasangan pelaku lahir di Surabaya. Satu anaknya juga lahir di kota yang sama. Anak bungsunya saja, yang selamat, lahir di Sidoarjo, dekat Surabaya.
Ada pula kesamaan yang lain, yakni mereka orang biasa. Umumnya pedagang. Rabbial dan Nur Rohman adalah penjual bakso. Adapun Tri Murtiono berdagang teralis.
Bom bunuh diri di kantor polisi
3.Motifya diduga balas dendam
Tak lama setelah terjadi bom bunuh diri di Surabaya, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa motif serangan itu antara lain balas dendam. Faktor lain, karena sel-sel teroris ada di kota itu.
"Kenapa di Surabaya? Karena mereka menguasai daerah ini. Kenapa mereka melakukan aksi ini? Karena pimpinan JAD (Jamaah Anshorut Daulah) Jatim ditangkap," kata Tito ketika itu.
Motif serupa juga diduga juga mewarnai bom bunuh diri di Solo dan Medan. Sebelum terjadi ledakan di Polresta Solo 2016, polisi cukup intensif melakukan penangkapan terduga teroris, bahkan ada terduga pelaku yang tewas.
Penangkapan serupa pun terjadi sebelum serangan ke Markas Polisi Medan beberapa waktu lalu. Pada pertengahan Oktober lalu, misalnya, dua orang terduga teroris ditangkap di Deli Serdang, Sumatera Utara. Penyisiran terhadap teroris di sekitar Medan bahkan diduga masih berlangsung hingga akhirnya terjadi serangan ke Polretasbes. ***
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.