x

Iklan

moh wafri matorang

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juli 2019

Minggu, 8 Desember 2019 19:52 WIB

Yang Dari Awal Hidup Dalam Budaya Kontradiksi


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Manusia hidup dalam bermacam-macam norma-nilai yang di bentuk berdasarkan suatu kondisi geografis dalam hal ini untuk memudahkan dalam melakukan semua aktifitas yang dianggapnya tidak menyulitkan, dengan begitu manusia tidak akan susah dan gampang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan manusia di sekelilingnya juga akan gampang di penuhi.

Pola laku dalam praktis sebagai bagian yang coba untuk diterjemahkan untuk membentuk sebuah hukum yang secara tidak langsung dipakai dan berlaku dalam kehidupan masyarakat ini yang kemudian saya sebut sebagai kehidupan kuno manusia.

Perkembangan dari satu masyarakat dalam kehidupan kuno membawanya pergi kepada kehidupan ketegangan manusia, dalam hal ini manusia kemudian mencoba melihat bagaimana kehidupan harus lebih mudah dari kehidupan yang sedang dialaminya dalam hal ini mempersiapkan suatu masa dimana masyarakat akan siap untuk masuk dalam dunia yang kita semua kenal dengan modernisasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banyak pemikir yang menafsirkan terkait kemoderenan tetapi yang paling berpengaruh adalah pemikiran-pemikiran yang lahir di Eropa tengah, negara sebelah barat daya Eropa, dan negara di Eropa barat.

Hari ini hidup dalam masyarakat yang katanya kebohongan dan kebenaran tumbu subur, aha… benarkah seperti itu ?.

Saya rasa ini adalah tamparan hangat untuk kaum intelektual senior abad 21. Apa ya pekerjaan kaum terpelajar sekarang ? apa hanya mau kejar target pencapaian jadi PNS (pegawai negeri sipil), atau apa ? kok bisa sih kebohongan bisa tubuh beriringan dengan kebenaran.

Hidup dalam dunia kontradiksi kebohongan dan kebenaran atau bohong sekaligus benar, lelucon paling sukses di tuai, peringatan tentang stop Hoax disemai di mana-mana dari papan iklan jalan, media sosial sampai madding-madding kampus tidak henti-hentinya di peringatkan. Padahal manusia mustahil bisa hidup dalam dua realitas. Seperti jika lapar ya lapar bukan kenyang.

Budaya ini larut dan melebur serta dibenarkan begitu saja, loh kenapa bisa ya ? terus peran kaum intelektual dimana ?

Budaya senior-junior di kampus, sudah seperti budaya raja dan budak ketika ketemu, fatwa senior sudah dianggap seperti firman tuhan.

Ruang diskusi senior-junior seperti ruang pemberian wahyu dari Tuhan ke Nabi, saya tidak ndak lihat sih Tuhan memberikan wahyu ke Nabi tetapi secara imajinatif seperti itu lah. Tetapi jangan bilang kalo saya penista agama ya.

pertemuan dengan mereka adalah pertemuan untuk mendengarkan cerita pengalaman, mereka membayangkan masa-masa semester awal, kemudian menceritakannya, dinda saya dulu begini-begitu, saya melakukan ini-itu. Selalu pertemuan dengan mereka adalah pertemuan untuk mendengarkan ceramah, seakan-akan pencapaian mereka adalah kewajiban untuk di banggakan.

Yang kami perlukan adalah rasionalitas pemikiran untuk menjawab ketimpangan masyarakat, bukan menumpuk pikiran kita dengan cerita-cerita pengalaman senior.

Imajinasi terkubur hidup-hidup, karena tidak adalah jawaban untuk menjembatani kebenaran dan kebohongan yang hadir dalam masyarakat hari ini. Kita tidak pernah meminta untuk menjadi aktivis pendengar curahan hati masa-masa sulit senor dahulu kala.

Tetapi aktivitas ini telah membeku menjadi kebudayaan saat pertemuan. Akhirnya kita kehilangan arah untuk menyikapi persoalan di luar, karena tempat pencetak pengetahuan terbatas pengetahuannya akhirnya sikap eskapisme adalah solusi dari kebuntuan pengetahuan.

Itulah kenapa hari ini manusia hidup berdampingan dengan kata viral, dari video cewek-cewek tik-tok sampai  media sosial dengan duka karena ada anak yang memukul orang tuanya. Aduh kok bisa viral ya, padahal jumlah terbesar pengguna media sosial adalah anak muda yang basisnya keluaran dari sekolah perguruan tinggi. Tetapi  sesuatu yang sifatnya substansial dalam ketimpangan kehidupan sosial hilang bahkan tidak viral.

Ini karena kebanyakan dari mereka terlalu meyakini bahwa sesuatu yang mereka yakini adalah esensi kehidupan, kita kehilangan cara pandang kritis dalam setiap fenomena didekat kita karena kekaguman kita mengara kepada sesuatu yang sipatnya di kagumi orang-orang kebayakan, ini adalah sebuh pola yang sangat mengharukan kareka kita adalah mereka dalam cara pandang masyarakat atau bisa dibilang kehilangan hakitat yang melekat pada setiap orang.

Apa yang dimaksust sebagai keterbatasan imajinasi atau imajinasi yang di batasi dalam hal ini saya yakin bahawa kita memang dari awal dibentuk untuk tidak mengenal diri, tetapi kita selalu meniru pola laku masyarakat agar setiap orang mendapakat imajinasi dan identitas diri .

Pertanyaanya apakah manusia memang selalu punya ketergantungan termasuk pikiran dan imajinasi ? jika seperti memang wajar saja kalau kita memang bukan kita diri kita sendiri tetapi kita adalah identitas yang berlaku , dan identitas itu kita adopsi dari masyarakat dan kita buat sebagai identitas diri kita.

Dari awal beberapa pemikir konterporer coba untuk menari diri dari pola laku seperti itu karena dianggap  pratis pemikiran itu adalah warisan abad kegelapan. Untuk mengkritik konteks itu, dengan tawaran awal apa kamu telah mengenal dirimu ? “ kenali dirimu  agar kamu mengenal yang diluar dari mu” dengan begitu dianggap dapat melihat pembeda antara relasi masyarakat dan individuyang bedah tetapi tidak terpisakan.

Karena kita individu yang harus berani berfikir sendiri.

Merdeka dalam berfikir dan bertindak adalah pesan yang saya ingat di waktu membaca buku “teori kritis sekolah frankfurt” karya dari Sindhunta. Pesan dalam bukunya yang membuat saya rindu pemikiran abad pos-moderen Berusaha untuk rasional puntun berujunng mitos untuk itu jadilah kamu untuk pikranmu sendiri Sapere aude.

Ikuti tulisan menarik moh wafri matorang lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB