Membela agama lain
Hubungan Amir Sagianto dan Riyanto sudah seperti kakak beradik. Usia Amir lebih tua, selisih 10 tahun. Kebetulan keduanya sama-sama masuk ke Banser pada tahun 1992. ’’Adik (Riyanto) itu orangnya teguh pendirian. Kalau sudah ada perintah tugas, apa pun ditinggal, “ kata Amir.
Beberap jam sebelum tragedi itu terjadi, tepatnya saat jeda istirahat salat magrib Amir dan Riyanto bersama Bowo, anggota Bander lainnya sempat berbincang-bincang sambil berbuka puasa. Riyanto membawa sebotol air mineral yang dibelinya di toko.
Nah, di sela-sela buka puasa itu, Riyanto sempat menanyakan kepada Bowo, rekan Banser tentang hukum seorang muslim yang menjaga ibadah umat agama lain kemudian meninggal dunia. Pertanyaan ini mengagetkan anggota Banser lain, termasuk Amir.
Pertanyaan itu pun lantas dijawab Bowo yang juga seorang mudin dengan jawaban yang gamblang. Yakni, mati syahid lantaran menjaga tanah air dan sesama umat manusia atau menjadi rahmat bagi semua makhluk di alam semesta.
’’Nah, setelah dijawab mati syahid, adik (Riyanto, Red) langsung diam nggak bertanya lagi. Seperti ada perenungan. Saat itu, kami berlima buka puasa hanya dengan air mineral satu botol yang dibeli adik sendiri,’’ kata kata Amir.
Diabadikan sebagai nama jalan
Diwawancarai dua tahun setelah tragedi, Sukirman mengatakan bahwa vespa warna merah milik korban masih dirawat keluarga. Keluarganya juga tak pernah lupa selalu kirim doa dan selalu berkunjung ke makam desa setempat setiap malam Jumat legi untuk mendoakan Riyanto. Keluarga juga berharap setiap perayaan Natal, kejadian serupa tak lagi terjadi di Kota Mojokerto.
"Alhamdulilah, banyak yang mengenang kepergian anak saya, ada yang membuat film, membuat buku. Di gang masuk, nama jalan menggunakan nama anak saya, makam juga sudah dibangun oleh kelurahan. Kalau keluarga, kita selalu datang ke makamnya setiap malam Jumat Legi untuk mendoakannya," kata Sukirman .
***
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.