x

Hidup adalah Harapan

Iklan

Bunk ham

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Januari 2020

Rabu, 8 Januari 2020 15:45 WIB

Makna Sebuah Mimpi

Bercita-citahlah setinggi langit bila engkau jatuh, engkau akan terapung diatas awan-awan" (bunk karno).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dari sejak bangun dan bermimpi, tidak ada harapan kuat bahwa tujuan hidup aku harus dilalui dengan baik. Banyak jembatan, jurang dan penghalang untuk aku sampai kesana. Terkadang aku jatuh, lelah dan bahkan kehabisan energi pun ada. Tapi itu semua tidak menutup semangat dan jiwa optimistik aku untuk melangkah jauh.

Perjalanan bagiku sangat melelahkan. Meskipun walau terasa sakit namun ada sekujur harapan yang aku sediakan untuk masa depan. Hidup memang tidaklah mudah, gampang atau sukar untuk dijalani. Terkadang naik, surut dan bahkan runtuh.

Begitulah proses, aku bisa merayap, duduk dan berdiri begini karena hidup diatas lantera seni dan cinta. Segala isi dan keluh kesah, aku curahkan ke pemilik harapan. Melalui doa aku hanya yakin dan bisa berkutip "Berikan aku jalan Tuhan supaya aku menapaki kepuncak langit"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mimpiku mungkin berkamuflase tinggi. Tetapi indaraku pernah merekam perkataan pahlawan Nasionalis kita mengatakan: "bercita-citahlah setinggi langit bila engkau jatuh, engkau akan terapung diatas awan-awan" (Bung Karno).

Frasa itu mengingatkan aku begitu lekam dan pentingnya arti harapan, hidup ataupun sebuah mimpi. Menjadi manusia dengan manusia lain membutuhkan perjuangan, tenaga, semangat dan expektasi tinggi. Tuhan sangat tahu apa yang menjadi tautan dan impian hidup.

Bercita-cita tinggi itu bukan berharap rendah. Tetapi berkemauan besar dan berusaha keras. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Kalau mata tidak pernah tidur, tangan tidak pernah henti dan telinga tidak pernah tutup. Yakin dan percaya Tuhan pasti akan mengijinkan bahwa takdirmu diciptakan oleh usaha, kerja keras dan doa yang tak pernah henti ataupun putus asa.

Seberat apapun cobaan bila dilangkahi dan dirangkai dengan usaha. Maka seluruh tembok penghalang pasti akan retak. Dengan itu aku ambil kebenaran sebagai jalan untuk menentang dan menantang dari arti sebuah kehidupan dan harapan. 

"Orang bilang, jangan bercita-cita terlalu tinggi, kalau kamu jatuh. Kamu akan merasakan sakitnya" 

Begitulah ujarnya dalam harapanku. Apakah ada yang salah ketika kita mendengarkan frasa semacam itu? Tidak, boleh saja bagi mereka dalam soal menilai banyak hal yang harus ditelusuri dan digarisbawahi. Sebab banyak sekali faktor yang kemudian mereka katakan memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Baik dari faktor lingkungan,  ekonomi, pendidikan ataupun keluarga.  

Sebab yang menjadi aspek dasar dalam soal keberhasilan dan kesuksesan seorang anak bukan hanya dari segi keilmuan dan pengetahuanya. Tetapi dari pola pikir dan keadaban dia didalam lingkungan.

Oleh Karena itu, sangat normal sekali bagi mereka ketika memberikan aspek penilaian seperti itu. Bagi kita kritik mereka "boleh" tapi menyalahkan "jangan". Ketika mereka memberikan pandangan, atau dukungan yang berbeda justru harus kita apresiasi dan manfaatkan itu sebagai jarum multisains dan keilmuan kita yang baru. Dengan sendirinya khazanah keilmuan dan pemahaman kita tumbuh dan terus berkembang.

Namun yang membuat kita terjebak dari mereka adalah ketidakmampuan kita mencerna dan menganalisa dengan baik. Sehingga banyak sekali penafsiran makna yang dianggap bertentangan sekali antara pengetahuan kita dan keilmuan mereka. Salah satu faktanya ialah kecendrungan penghasilan ekonomi rendah. Faktor ini biasanya terjadi dalam ruang lingkup pendidikan.

Banyak seorang anak yang berharapan besar namun tidak bisa tercapai karena diakibatkan oleh efek ekonomi lemah. Dan banyak sekali seorang anak putus sekolah karena diakibatkan rendahnya motivasi, minimnya pemahaman dan kurangnya daya minat belajar. Alasan itu membuat bahwa keluasan pengetahuan orang tua harus mencari potensi dan akar masalahnya seperti apa.

Poin pokoknya, apakah Kemudian kita salahkan orang tua, anak atau lingkungan?

Tidak, yang patut untuk kita gali dan tarik jawabanya, bagaimana kemudian pendidikan dasar orang tua membentuk satu frame bahwa anak harus disesuaikan dengan tingkat dan kebebasan dia dalam berfikir. Ini yang Kemudian orang tua salah memahami pola dan konsumsi pemikiran seorang anak.

Anaknya bercita-cita ingin menjadi dokter diubah oleh orang tuanya, kamu harus menjadi hakim. Anaknya berharap ingin menjadi guru digantikan oleh tuanya menjadi teknokrat. Secara akademis, jelas kapasitas dan bakat seorang anak sangat bertentangan dengan harapan dan kemauan orang tuanya.

Oleh Karena itu, kenapa harapan dan mimpi seorang anak gagal dicapai? Karena orang tua mengikat hidup mereka diatas kelumpuhan dan kemacetan akalnya yang lemah. Sehingga ingin bebas dikurung, ingin liar diikat.

Bagi mereka hidup di penjara lebih baik daripada hidup di rumah.

Fenomena seperti ini bagi saya bukan orang tua yang disalahkan, tetapi kemauan, motivasi, dan harapan seorang anak harus tinggi. Artinya kekuatan pikiran, iman dan keyakinan seorang anak adalah investasi masa depan yang baik. Jika ini yang terjadi disetiap anak maka hidup akan menentukan nasib.

Kapan seorang anak bisa mengubah nasib menjadi baik sementara harapan dan kemauan seorang anak tidak sepadam dengan impian orang tua?

Ada cerita fakta yang menarik, ketika aku pulang kampung. Banyak yang aku lihat dan aku cerna baik-baik dari lingkungan, keluarga ataupun orang disekelilingnya. Dengan nada rendahnya mengatakan kepada aku "Jangan sekolah tinggi-tingi, cukup jadi sarjana saja. Standar kelulusan S1 kan, sudah banyak.

Untuk apa lanjut S2. Habiskan biaya saja. Lihat, apakah ekonomi dan status kedudukan dan pangkat jabatan orang tuamu tinggi. Tidak,  menjadi S1 sudah cukup, jangan lagi lanjut S2. Kasian orang tua. Mereka hanya hidup menggantungkan nasib dengan berpenghasilan satu kali setahun.

Apakah kamu tidak merasa cukup atau puas sudah menjadi sarjana? Dengan suara dan hati kecilku "tersenyum" dan menjawab. Oh Iya,

Bagiku frasa yang mereka bangunkan adalah doa. Tidak ada yang mutlak terhadap mereka melainkan ideal hidup dalam berlingkungan. Wajar, ketika perkataan itu harus disampaikan kepada aku. Biar menjadi manusia untuk memanusiakan manusia lainya butuh dorongan, keringat, semangat dan perjuangan yang keras.

Mereka hanya tahu bahwa anak yang paling berharga adalah harta, bukan pendidikan. Istilah mereka, pendidikan adalah tanah, emas, rumah mewah, dan peternakan banyak. Hidup mereka akan bahagia bila pendidikan dimatikan. Dan harapan mereka akan gagal bila sekolah seorang anak dilanjutkan.

Racun dan kultur lingkungan semacam ini yang masih menggores dan terpakai dilingkungan saya ataupun diteman-teman lainya. Saya berharap bahwa kecerdasan emas adalah hak pemilik anak bangsa. Maka segala harapan, mimpi dan cita-cita mereka harus dibukakan oleh orang tua selebar-lebarnya untuk menapaki hidup mereka kepuncak langit.

 

Ikuti tulisan menarik Bunk ham lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler