x

pengungsi di Afghanistan

Iklan

izmie san

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mampukah Ilmu Pengetahuan Meniadakan Kemiskinan

Sains dipercaya menjadi solusi masa depan untuk menekan angka kemiskinan dunia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ilmu pengetahuan seringkali mampu menjadi penolong permasalahan-permasalahan besar dunia. Tengok saja tentang Revolusi Hijau (Green Revolution) membantu menghindari kelaparan massal. Juga vaksin cacar yang membantu memberantas penyakit. Harapan besar selalu ada untuk inovasi-inovasi ilmiah yang nantinya akan membantu memecahkan masalah utama di dunia.

 

Pertanyaan yang menantang sebenarnya adalah mampukah sains yang begitu besar pengaruhnya terhadap dunia, suatu saat nanti dapat meniadakan kemiskinan ekstrim? Perlu telaah lebih lanjut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Menilik artikel opini James Smith, akademisi University of Edinburgh yang dimuat dalam The Conversation, konsep tentang sains dalam memerangi kemiskinan sangat menarik. Ia memberi gambaran bahwa pemerintah Amerika Serikat dan Inggris telah memulainya.

 

Menurutnya, US Agency for International Development (USAID) tengah meluncurkan Pembangungan Lab Global. Proyek ini bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan ekstrim pada 2030 dengan menggunakan solusi berbasis teknologi. Meski bentuknya bukan laboratorium secara fisik, tapi pada dasarnya program ini adalah inisiatif yang akan mempertemukan universitas sebagai pihak akademisi, sektor swasta, pemerintah dan lembaga swadaya.

 

Kabarnya, USAID berkomitmen menyiapkan dana US $ 1 miliar per tahun yang akan fokus untuk pengembangan solusi dalam penyediaan air bersih, kesehatan, ketahanan pangan dan gizi, energi, pendidikan dan perubahan iklim dalam waktu hanya 5 tahun.

 

Tak hanya USAID ternyata. Pemerintah Inggris mengumumkan program Newton Fund yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas penelitian negara berkembang seperti Brazil, India dan Afrika Selatan.

 

Lalu, apa efeknya bagi ilmu pengetahuan setelah didanai publik? Program Revolusi Hijau juga pemberantasan malaria misalnya, adalah contoh dari beberapa investasi publik global terbesar yang pernah dibuat setelah Perang Dunia II. Ada harapan bahwa ilmu pengetahuan yang didanai publik akan membawa perdamaian. Selain itu, teknologi diharapkan akan menjadi dasar ekonomi global.

 

Meski Revolusi Hijau tak sepenuhnya sukses di Afrika dan program vaksinasi yang sangat susah diterima di negara-negara tertentu di dunia, semata-mata ini bukan wujud ketidakmampuan teknologi sebagai solusi permasalahan sosial. Justru ini mewakili kompleksitas besar antara hubungan sains, teknologi dan dinamika masyarakat.

 

Pengetahuan baru, inovasi dan teknologi tak serta merta dapat dengan mudah memecahkan masalah sosial. Ada faktor pembatas seperti pengetahuan teknis yang terkadang membentur masalah pembangunan di tiap negara.

 

Laboratorium yang dirancang sebetulnya bertujuan untuk menciptakan pasar global untuk inovasi baru. Indonesia barangkali bisa menjadi sasaran program ini. Kita sepenuhnya harus percaya diri bahwa pasukan akademisi, penemu dan peneliti tak kurang berkualitas dibanding negara lainnya. Jika ini diterapkan ideal, maka masyarakat kita justru sangat terbantu.

 

Kalaupun Indonesia tak terlibat dalam program ini, kita masih bisa mengadopsinya. Konsep ini sangat menarik, tinggal bagaimana semua pihak saling bersinergi untuk mewujudkannya.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik izmie san lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB