Jangan Baper, Bu Risma

Kamis, 6 Februari 2020 09:28 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jangan jadi Pemimpin bu' kalau kupingnya masih tipis, kalo hatinya masih kaya K-Popers, Hanya satu orang menghina langsung dipenjarakan.

Pencitraan harus dengan kadar dan dosis yang seimbang, jangan berlebihan sampai overdosis seperti ini. Efek sampingnya dapat menderita gangguan kuping tipis, kalut dan baper mendengar cacian dari rakyatnya. 

Menjadi Pejabat Publik bukan hanya menikmati fasilitas yang diberikan rakyat. Ada resikonya Bu!. Yaitu resiko untuk dicaci dan dihina oleh rakyatnya. 

Contoh dan belajar dari para negarawan pasca reformasi bu!. 

Ada Presiden sekaligus kyai yang dihina namun tidak pernah menggunakan kekuasaanya untuk memenjarakan rakyatnya atau musuh politiknya. Ada juga Presiden seorang mantan Jenderal tinggi yang dihina dengan dirupakan sebagai "Kerbau", namun juga tidak menggunakan kekuasaannya untuk membalas rakyatnya sendiri. 

Ada juga, Gubernur yang selalu menjadi sasaran para buzzer rupiah yang mengkordinir masa bayarannya untuk melakukan penghinaan secara masif setiap lini media sosial. Namun tak pernah juga menggunakan kuasanya untuk membungkam para penghinanya. 

Mereka semua mengerti bahwa Hinaan dan Cacian adalah resiko yang harus ditanggung oleh orang yang mengemban posisi sebagai Pemimpin atau Pejabat Publik di Negara Demokrasi.

Bu! tolong sadarlah, Indonesia pasca reformasi ini berbeda dengan masa saat Ibu menjabat sebagai aparatur sipil negara di rezim otoriter dahulu. Negara ini sudah berubah!, jangan khianati perjuangan puluhan Mahasiswa, Aktivis dan Rakyat yang mati tertembak peluru tajam atau hilang diculik demi memperjuangkan demokrasi di negeri ini.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Lukman Hamdun

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Jangan Baper, Bu Risma

Kamis, 6 Februari 2020 09:28 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler