x

Iklan

mibo XXX

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Januari 2020

Jumat, 6 Maret 2020 17:32 WIB

Negara Angkara, Omnibus Law Ecek-Ecek, dan Peran Generasi Transisi

Tugas peradaban telah memanggil kita untuk menemukan kembali masa depan peradaban Indonesia yang hari ini telah hilang diambil oleh generasi munafik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

  • “ Revolusilah, yang bukan saja menghukum, sekalian perbuatan ganas, menentang kecurangan dan kelaliman, tetapi juga mencapai sekalian perbaikan bagi yang buruk.”
    - Tan Malaka –

    Era disrupsi telah menghantarkan peradaban umat manusia ke dalam suatu kondisi, dimana melalui pencapaiaan taraf teknologi komunikasi, informasi dan transportasi membuat ruang dan waktu tidak lagi menjadi hambatan signifikan bagi akivitas kehidupan manusia, terutama di bidang ekonomi sebagai aktor utama yang membangun kesejahteraan sebuah bangsa. Dampaknya bagi hubungan internasional adalah lahirnya sebuah arena kompetisi diantara bangsa-bangsa yang bernama pasar bebas. Norma dan aturan yang berlaku dalam arena tersebut adalah survival of the fittest, dimana Negara yang kuat akan berkuasa dan memiliki peradaban yang maju.

    Ini merupakan gambaran keadaan global bila tatanan dunia baru dibangun diatas mekanisme kapital finance dan pasar bebas. Maka ide mengenai world without bounderies yang diusung oleh konsep kapitalisme global, akan berubah menjadi wahana bagi akumulasi modal dari kekuatan tanpa batas. Ini merupakan tipikal eksploitasi kemanusiaan (penjajahan) di masa mendatang yang akan dilegalkan lewat perjanjian-perjanjian konspiratif internasional, yang akan membuat banyak bangsa akan kehilangan kemerdekaanya serta tidak berdaya melawan keadaan.

    Iklan
    Scroll Untuk Melanjutkan

    Dalam kondisi seperti ini, eksistensi suatu Negara dan bangsa untuk mampu bertahan sangat ditentukan oleh penguasaan ideologi, teknologi, penguasaan sumber daya alam, dan sumber daya manusia unggul yang dimiliki. Dengan begitu, Negara bangsa tersebut menguasai aspek material maupun aspek non material sebagai modal kontestasi mereka di arena pasar bebas.

    Kemudian jika melihat keadaan Negara Indonesia hari ini yang tengah ditimpa suatu badai resesi ekonomi, sampai muncul fatwa omnibus law sebagai solutif progresif untuk menjadi Negara kuat adalah jawaban mutlak atas segala kegaduhan bangsa ini? Saya rasa tidak ! Karena aspek penting untuk menjadi suatu negara kuat tentu didorong oleh peran sumber daya manusianya yang kompeten dan punya kapabilitas yang mapan dalam hal science and technology.

    Saya pribadi tidak akan berbicara jauh masalah omnibus law, karena dari kalangan akademisi sampai aktivis sosial pun sudah melakukan kajian dan riset mendalam perihal undang-undang sapu jagat ini, dan kesemua kalangan itu secara eksplisit menolak draft rancangan undang-undang buatan penguasa yang lalim ini tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

    Nah! Di sini saya ingin mengajak pembaca sekalian melihat secara kritis posisi dan peran Negara kita ini. Dalam sebuah satire, Negara ini diibaratkan antara ada dan tiada. Negara telah mengalami involusi posisi dan perannya sebagai penjaga keutuhan peradaban Indonesia.
    Negara kita sudah mengalami disorientasi dalam melaksanakan dua tugas utamanya yaitu memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi rakyatnya. Kesalahan fatal dari orde reformasi adalah menganggap bahwa pemerintahan yang otoritarian, sehingga pendekatan penyelesaian masalah dimulai dari sana yaitu menghilangkan Negara yang otoritarian.

    Padahal pemerintahan Soeharto jauh lebih otoriter ketimbang otoritarian. Pemerintah Soeharto sudah menjelma menjadi personalized government. Soeharto berhasil membangun basis kekuasaannya dengan jalan menundukan dan mengendalikan seluruh elemen-elemen bangsa dan menjadi satu rante oligarki, dengan soeharto mampu duduk di atas puncak piramida kekuasaan tersebut sendirian. Ketidaksesuaian antara masalah dan cara penyelesaiannya menyebabkan konfigurasi politik dan ekonomi berubah drastis, tanpa ada satu pihak pun yang mampu mengendalikan perubahan Negara itu sendiri.

    Akibatnya ketika Soeharto lengser, yang terjadi di Indonesia adalah pertarungan antar oligarki yang tadinya dibawah kendali Soeharto untuk memperebutkan sumber daya yang ada. Fenomena oligarki yang mengganas ini pada akhirnya membentuk konspirasi shadow state yang mengendalikan Negara secara langsung. Hal ini terjadi memanfaatkan agenda liberalisasi politik dan ekonomi yang sedang bergulir. Negara menjadi arena “pelegalan” dari kepentingan oligarki-oligarki yang sedang bertarung. Sehingga kewajiban utama Negara menjadi terbengkalai, rakyat selalu kalah dan menjadi imbas dari kebijakan yang menindas.

    Oligarki yang berkuasa ini akan mempertahankan status quo, dengan jalan mengadakan peraturan-peraturan yang lambat laun akan menjadi adat dan kebiasaan yang menindas. Akibatnya, saat ini Negara tidak menjadi representasi bangsanya, tetapi lebih sebgai representasi kepentingan dari oligarki-oligarki yang masuk ke dalam pusat-pusat kekuasaan politik maupun ekonomi.

    Dengan begitu aktivitas negara tidak lagi menjadi pengejewantahan visi bangsa untuk membangun peradaban, serta Negara akan kehilangan kapasitasnya untuk memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Kita terlambat menyadari bahwa demokrasi dengan sendirinya ternyata juga mengandung potensi untuk menggerus dan mematikan kebersamaan kita sebagai bangsa bahkan mematikan demokrasi itu sendiri bila prinsip dan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak kita rawat dan pegang teguh.

    Jadi sudah jelas bahwa kita tidak usah panik, bingung, dan lupa cara berdoa ketika melihat Negara tidak bisa lagi mengendalikan kenaikan harga bahan pokok, biaya pendidikan yang semakin mencekik leher rakyat miskin, pelayanan kesehatan yang hanya sebatas angan-angan bagi orang miskin karena harga masker pun semenjak ada corona virus sulit dibeli, hutang Negara yang tidak pernah berkurang dan malahan semakin membesar dari waktu ke waktu padahal tidak jelas larinya kemana uang itu.

    Begitu juga tidak usah tercengang bila ada kesalahan korporasi milik orang terkaya di Indonesia dan ketua partai politik besar dalam mengeksploitasi alam menyebabkan derita yang ironi bagi rakyat dan kerusakan alam tanpa konservasi, korupsi yang sudah akut dan menjadi budaya yang terus dilestarikan, ditambah lagi penegakan hukum yang memalukan dan mengundang amarah nurani.

    Keseluruhan contoh masalah tersebut adalah hasil dari perbuatan generasi munafik yang saat ini sedang memegang kendali atas nasib peradaban Indonesia dan mereka telah terbukti gagal total. Rusaknya tatanan bangsa ini karena sistem politik dan ekonomi tidak kompatibel dengan sistem sosial dan budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga berdampak pada rusaknya sistem dan mekanisme Negara yang telah dibentuk sejak awal Indonesia merdeka. Bukan tidak mungkin bila hal ini terus dibiarkan terjadi maka Indonesia akan menjadi negra gagal dimana pola relasi kehidupan rakyatnya kembali pada sistem homo homini lupus.

    Kemudian berbicara tentang Omnibus Law yang terdiri dari empat RUU (Cipta Kerja, Kefarmasian, Pajak, Ibu Kota Negara) yang salah satu tujuannya adalah memotong prosedur yang menghambat investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Padahal sudah jelas dan kita ketahui secara bersama bahwa ketimpangan ekonomi kita disebabkan adanya penyelewengan distribusi. Yang kita butuhkan sebenarnya adalah investasi pemikiran yang sehat dari pemerintah maupun legislator untuk mendesain suatu rancangan undang-undang yang menghukum mati koruptor dan mensejahterakan rakyat secara absolut.

    Jadi sepanjang didahului dengan identifikasi dan pemetaan permasalahan yang komprehensif, skema Omnibus Law menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam membangun pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah hal yang absurd karena aturan yang substansi pengaturannya hanya menguntungkan korporasi milik oligarki oportunis tanpa melibatkan kesejahteraan semua warga Negara.

    Jadi alih-alih sebagai RUU yang menciptakan lapangan kerja dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sebenarnya hanya dalih yang dipake generasi munafik atau para oligarki ini untuk merusak lingkungan dan semakin memperkaya mereka yang justru itu akan semakin memperlebar kesenjangan ekonomi.

    Negara kita sudah terancam luar dan dalam, kekuatan Internasional sangat menginginkan Indonesia sebagai penghasil bahan mentah yang murah, menjadi tempat industry yang low cost production dan menjadi tempat pemasaran produk-produk konsumerisme hasil dari akumulasi kapital mereka, dan tentu saja berharga mahal. Dengan begitu nasib bangsa kita akan terancam menjadi bangsa babu selamanya. Bagaimana bisa kita selamat dari jurang konspirasi maut para kapitalis global maupun komprador, bila kita sebagai generasi transisi belum betul sadar dengan kondisi yang mengebiri nurani menjadi lara semesta.

    Tugas peradaban telah memanggil kita untuk menemukan kembali masa depan peradaban Indonesia yang hari ini telah hilang diambil oleh generasi munafik. Fungsi kita sebagai generasi transisi adalah mereinterpretasi lagi spirit nasionalisme progresif yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan kita yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Menemukan kembali keindonesiaan yang kompatibel dengan zaman ini, bagaimana menciptakan politik yang berdaulat, ekonomi yang berdikari, dan kebudayaan yang berbudi pekerti luhur yang kesemuanya itu dibingkai dalam balutan kasih konsep keadilan sosial dan ekonomi.

    Selain kita generasi muda siapa lagi yang akan menyelamatkan tatanan negeri ini yang sudah hancur ? Mari serukan solidaritas perlawanan pada setiap kebijakan yang menindas, hidup bersama perjuangan massa rakyat, dan selebihnya revolusilah. Karena setiap generasi punya tantangan dalam membaca zaman maka generasi transisi yang sekarang jangan kalah semangatnya dengan generasi 1928,1945, 1966 sampai 1998 era reformasi dalam melawan gejolak penjajahan ekonomi dan politik yang terstruktur dan masif.

    Lebih mendasar lagi, generasi transisi sekarang harus meletakkan posisinya yang konkret sebagai sebuah lapisan sosial. Terakhir, generasi transisi juga harus memformulasikan gagasan dan pemikiran baru yang dapat mengaitkan kembali relasi perjuangan massa di atas pondasi yang lebih kokoh dan jitu dalam melawan konspirasi penindasan global yang sudah kritis nan akut serta butuh pengobatan sesegera mungkin dari kita para anak bangsa.

Ikuti tulisan menarik mibo XXX lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB