x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 20 April 2020 08:58 WIB

Covid-19, Kontroversi antara Virus Rekayasa dan Virus Alami

China dituding merekayasa virus korona. Saya membayangkan, para Petinggi China di Beijing mungkin akan merespon dengan mengatakan, “Emang gua pikirin”. Secara historis, hampir semua kasus besar yang diasumsikan dan diyakini oleh publik sebagai hasil rekayasa, pada akhirnya hanya menjadi “wacara abadi” di halaman buku-buku fiksi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tapi 10 argumen pendukung rekayasa itu, juga ilustrasi mission accomplished-nya, satu per satu bisa dibantah, yang tentu saja dengan cara melingkar, menjawab pertanyaan secara tidak lansung, dan terus berargumen dengan dalih yang menegaskan bahwa tudingan rekayasa adalah omong kosong, fake news, yang hanya dinyanyikan oleh orang-orang yang gagal dan kalah:

10 Argumen kelompok yang mengatakan covid-19 adalah virus alami:

Pertama, Pemerintah dan para virologis China kukuh mempertahankan argumen awal bahwa asal muasal covid-19 adalah pasar hewan dan seafood di kota Wuhan, dan Covid-19 berasal dari kelelawar yang menular ke manusia, dan kemudian berjangkit antar manusia (human-to-human). Artinya, covid-19 adalah virus alami, bukan hasil rekayasa laboratorium.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua, hingga saat ini, hampir semua dokter atau virologis di dunia meyakini bahwa secara virologi, masih sulit mempercayai dan bahkan mustahil membuktikan bahwa Covid-19 adalah virus buatan. Perlu waktu penelitian yang panjang dan lama.

Ketiga, virus corona adalah virus lama. Bukan virus baru. Sejak tahun 2017, berbagai jurnal ilmiah di dunia telah banyak memuat hasil riset tentang virus corona, yang ditulis oleh pakar dari berbagai negara. Dan seperti diketahui, varian virus corona juga yang memicu wabah SARS (Severe acute respiratory syndrome) tahun 2003 dan wabah MERS (Middle East Respiratory Syndrome) tahun 2012. Sebuah riset di Universitas Johns Hopkins Amerika Serikat pada Oktober 2019 bahkan sudah mebuat simulasi bahwa Coronavirus akan membunuh 65 juta orang.

Keempat, secara logika sederhana, sulit menerima anggapan bahwa China merekayasa virus lalu sengaja membocorkannya, dan kemudian membiarkan ribuan warganya tewas, dan/atau membiarkan ekonominya morat-morat, sementara China sedang dalam posisi yang membuat iri hampir semua negara di dunia.

Kelima, Wuhan Institute of Virology (WIV) adalah pusat penelitian dan laboratorium yang gedung dan fasilitasnya didesain dengan tingkat keamanan tingkat prima: kategori Kelas-4 Pathogens atau P4, yakni laboratorium  yang menyimpan virus sangat berbahaya, yang bisa menyebar dari manusia-ke-manusia seperti virus Ebola. Laboratorium WIV menerapkan prosedur pengamanan dengan standar BSL (Biosafety Level). Dan sebagai catatan: gedung WIV ini dibangun dengan menggunakan konsultan konstruksi asal Perancis, Alain Merieux, yang merupakan pendiri bio-industrial di Perancis. Jadi sungguh ngawur tudingan bahwa virus corona bocor dari lab WIV.

Keenam, mereka yang mengatakan Covid-19 adalah hasil rekayasa yang sengaja dibocorkan untuk membuka jalan bagi China untuk mempercepat dominasi ekonomi global, justru dikumandangkan oleh orang-orang atau negara-negara yang sejak dulu khawatir dan terus berusaha membendung dominasi ekonomi China secara global. Padahal dominasi China di bidang ekonomi, sudah nyata di depan mata. Mereka cemburu melihat China sukses menangani wabah covid-19, dan segera menjadi negara utama yang bisa memasok berbagai produk kesehatan yang diperlukan untuk menanggulangi wabah covid-19 ke banyak negara.

Ketujuh, China tak perlu membuat virus rekayasa untuk membuktikan China dominan terkait suplay-chain berbagai macam industri di seluruh dunia. Tudingan ini sangat naif. Sebab, hampir semua statisitik di berbagai negara berisi paparan data bahwa China memang menjadi sumber suplay chain bagi sebagian besar industri di dunia.

Kedelapan, pada Maret 2020, Kristian Andersen, professor bidang imunologi dan microbiologi di Scripps Research, California Amerika Serikat mengatakan, "By comparing the available genome sequence data for known coronavirus strains, we can firmly determine that SARS-CoV-2 originated through natural processes (berdasarkan data genome sequence virus corona, bisa dipastikan bahwa covid-19 datang dari hewan melalui proses yang alami." Intinya, corona virus bukan rekayasa.

Pada 28 Maret 2020, Franco Lcatelli, direktur Higher Health Council (CSS) Italia mengatakan, “We have clear evidence that it was not possible to generatee the Sars-CoV2 virus in a laboratory (kami punya bukti kuat bahwa mustahil virus corona dikembangkan/diciptakan di laboratorium)”.

Kesembilan, menanggapi berbagai tudingan bahwa covid-19 adalah hasil rekayasa, berbagai pihak terkait di China meresponnya dengan menggunakan adagium klasik di bidang perdebatan hukum: “Yang menuduh, silahkan membuktikan!”. Tantangan ini mengacu pada keyakinan bahwa pembuktian itu tidak akan pernah meyakinkan.

Kesepuluh, saya membayangkan para Petinggi China di Beijing mungkin akan bergumam dengan suara yang nyaris tak terdengar: “Emang gua pikirin”.

Catatan penutup:

Sejauh ini, semua argumen yang diajukan oleh kedua pihak (yang pro dan kontra tudingan rekayasa) masih bersifat bukti pendukung alias bukti sekunder. Makanya, kualitas atau konstruki argumennya masih dikategorikan asumsi. Artinya, posisi kedua kelompok juga masih fifty-fifty.

Jika pun diasumsikan bahwa Covid-19 benar hasil rekayasa, para pihak yang berada di belakang rekayasa itu pasti sudah memutus mata rantai pembuktiannya. Dan seperti lazimnya analisa rekayasa atau kajian teori konspirasi, pembuktiannya mungkin tidak akan pernah final.

Secara historis, hampir semua kasus besar yang diasumsikan dan diyakini oleh publik sebagai hasil rekayasa, pada akhirnya hanya menjadi “wacana abadi” di halaman buku-buku fiksi, dan sebagian di antaranya diadposi ke dalam film-film thriller propaganda di Hollywood. Sebut misalnya kasus pembunuhan Presiden John F. Kennedy tahun 1963, yang hingga saat ini dan mungkin sampai akhir zaman, akan terus menjadi misteri.

Saya cukup yakin bahwa isu tentang rekayasa Covid-19 juga akan mengalami nasib serupa: misteri.

Syarifuddin Abdullah | Amsterdam, 20 April 2020/ 27 Sya’ban 1441H

Foto Gedung Wuhan Institute of Virology in Wuhan, Provinsi Hubei (Seumber foto AFP)

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB