x

cover buku Ernest Hemingway - Cerpen, Surat Cinta dan Pidato Nobel

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 23 April 2020 12:39 WIB

Ernest Hemingway - Cerpen, Surat Cinta dan Pidato Nobel

Cerpen-cerpen pilihan Hemingway, surat kepada kekasihnya dan kepada orangtuanya serta pidato nobel yang tak sempat dibacanya sendiri dalam acara Anugerah Nobel Sastra tahun 1954.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Ernest Hemingway Cerpen, Surat Cinta dan Pidato Nobel

Penulis: Ernest Hemingway

Editor: A.S. Laksana

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2001

Penerbit: akubaca                                                                                                   

Tebal: 78

ISBN:

Buku kecil ini memuat karya besar. Persis seperti yang dimaksudkan oleh editornya. Sebab dalam buku kecil ini tersimpan karya-karya Ernest Hemingway berupa pidato nobel, cerpen dan surat-suratnya. Melalui karya-karya tersebut saya jadi tahu lebih mendalam tentang tokoh pemenang nobel tahun 1954 ini. Saya telah membaca beberapa karya Hemingway. Di antaranya dalah “Salju di Kilimanjaro” – kumpulan cerpen, “Pertempuran Penghabisan” dan yang terakhir adalah “The Old Man and The Sea.” Ketiganya saya baca dalam Bahasa Indonesia. Pada umumnya terjemahan yang buruk, kecuali “The Old Man and The Sea” yang dikerjakan oleh Deera Army Pramana dengan sangat baik.

Saya mendapatkan buku ini secara tidak sengaja. Saya mendapatkannya sebagai bonus saat saya membeli beberapa buku melalui lapak online. Tampilannya sudah kucel. Cover depannya bagai kulit nenek-nenek berumur 100 tahun. Cover belakangnya lebih parah karena beberapa bagiannya telah mengelupas. Bagian dalam lembab seperti pernah tertumpahi air. Namun untunglah buku ini masih utuh dan layak baca.

Ernest Hemingway menerima Hadiah Nobel pada tahun 1945. Namun karena sakit, Hemingway tidak bisa menghadiri penyerahan hadiah tersebut. Ia membuat pidato yang dibacakan dalam perayaan tersebut. Dalam pidatonya Hemingway menyinggung tentang kehidupan seorang penulis yang sunyi. Penulis seharusnya menulis menjadikan buku yang sudah ditulisnya sebagai permulaan untuk karya barunya. Karya yang berbeda dari yang sudah pernah ditulis oleh penulis lain. Seorang penulis didorong untuk melampaui karya-karya yang sudah pernah ada.

Buku ini memuat empat cerpen karya Hemingway. Cerita pendek yang benar-benar pendek. Pendek bukan hanya jumlah kata yang digunakannya, tetapi juga kalimat-kalimat pendek dalam bentuk percakapan yang detail dan mengalir. Dalam cerpen “Para Pembunuh” Hemingway menceritakan dua orang pembunuh bayaran yang akan mengeksekusi seorang buronan. Mereka menunggu di sebuah restoran dimana sang buronan biasanya makan malam. Namun malam itu sang buronan tidak muncul. pegawai restoran memberi tahu sang buronan di apartemennya bahwa ada dua orang yang akan membunuhnya. Namun sang buronan dengan tenang menunggu eksekusi di apartemennya. Sungguh sebuah kisah dimana seseorang tak lagi bisa lari dari sebuah eksekusi. Hemingway menutup cerpennya dengan upcana Nick – sang pegawai restoran: “Aku tak tahan membayangkan ia menunggu di kamarnya dan menyadari sepenuhnya bahwa ia akan dibunuh. Mengerikan sekali.”

Dii cerpen kedua berjudul “Barangkali Setiap Hal Mengingatkan Kita Pada Sesuatu” mengisahkan seorang ayah yang begitu bangga tentang anaknya yang masih berusia 10 tahun. Sang anak mampu membuat tulisan yang memenangkan hadiah. Sang anak juga adalah seorang penembak jitu. Namun ayahnya harus kecewa ketika suatu hari beberapa tahun kemudian ia menemukan bahwa karya anaknya tersebut ternyata dalah jiplakan dari sebuah karya yang sudah pernah ditulis sebelumnya.

“Tuan dan Nyonya Elliot” mengisahkan tentang seorang penyair (Hemingway sendiri?) yang menikahi perempuan yang lebih tua. Sang penyair adalah seorang pemuda yang sangat ketat menjaga kesucian diri dan hanya menyerahkan keperjakaannya kepada istrinya. Kehidupan mereka cukup bahagia. Sang suami menulis puisi-puisi panjang dan sang istri yang mengetiknya. Sampai suatu saat sang istri mulai tertekan karena sang suami ternyata sangat keras dalam hal kesalahan mengetik. Suaminya bisa memaksanya untuk mengetik ulang satu halaman penuh hanya karena ada satu kesalahan kecil saja. Padahal mereka sedang sangat merindukan seorang putra. Akhirnya sang istri mengundang teman perempuannya untuk datang bergabung. Teman sang istri yang lebih terampil mengetik bertugas mengetik karya suaminya. Sementara saat malam hari, sang istri tidur berdua dengan temannya itu. Sang suami tetap bekerja untuk menulis puisi-puisi panjang sepanjang malam. Sedangkan cerpen berjudul “Orang-Orang Indian Pergi” mengisahkan bagaimana orang-orang Indian tidak ada yang berhasil dalam hidupnya. Mereka terjebak dengan minum minuman keras dan perjudian.

Ada tiga surat yang dimuat dalam buku kecil ini. Pertama adalah surat dari Agnes von Kurowsky. Agnes yang dipanggil Aggie adalah seorang perawat yang ditemui oleh Hemingway saat ia menjadi sopir ambulan di perang Italia. Perawat inilah yang muncul dalam novelnya yang berjudul “Pertempuran Penghabisan.” Hemingway rupanya menjalin cinta dengan perawat yang umurnya lebih tua darinya. Dalam surat Agnes kepada Hemingway, Agnes memanggil boy kepadanya. Dalam surat pendek ini Agnes memutuskan untuk mengakhiri kisah cintanya dan menganggap Hemingway tetap sebagai anaknya. Dalam surat balasannya, Hemingway menerima keputusan sang perawat.

Surat kedua yang ditulis Hemingway dalam buku ini adalah surat kepada ibunya. Hemingway menjawab kegelisahan ibunya tentang iman Kristen yang dijalani oleh hemingway. Hemingway mengakui bahwa ia bukanlah seorang Kristen yang baik. Tetapi ia tetaplah menjadi orang Kristen. Ia menghibur mamanya supaya tidak khawatir tentang hal itu.

Di bagian pengantar, buku ini sekali lagi menjelaskan bahwa kekuatan Hemingway adalah dalam menggunakan kalimat-kalimat pendek dan paragraph pendek. Kekuatannya ini didapat saat Hemingway ia bekerja di sebuah penerbitan, sebelum secara total menerjuni dunia penulisan. Naskah pidato saat menerima hadiah nobel, keempat cerpen dan surat-suratnya yang termuat dalam buku ini memberi bukti pahwa Hemingway memang menulis dengan gaya minimalisme.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini