x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Kamis, 30 April 2020 06:24 WIB

Filsafat Manajemen Pendidikan, Tidak Ada Orang Jenius Tanpa Kepedulian

Tidak ada orang jenius tanpa kepedulian. Bak menara gading tanpa berpijak di bumi, itulah hakikat Filsafat Manajemen Pendidikan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apakah benar pendidikan semakin tinggi berarti tingkat kesadaran semakin baik? Tentu jawabnya, bisa iya bisa tidak. Di era revolusi industry 4.0 seperti sekarang, bisa jadi tingkat pendidikan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kesadaran manusianya. Bila Pendidikan dianggap sebagai usaha sadar, maka mengapa pendidikan yang semakin tinggi bisa tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran?

Mengacu pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab I, dengan tegas dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Rujukan definisi ini sama sekali tidak terbantahkan. Namun realitasnya itulah yang patut dicermati.

Menilik dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Pendidikan berasal dari kata dasar “didik” atau dalam bentuk kata kerja “mendidik” yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Maka perbuatan itu tercermin pada “didikan” yaitu hasil mendidik atau cara mendidik. Maka di situ ada yang disebut “pendidik” yaitu orang yang mendidik. Proses itulah yang menjadi kata benda disebut “Pendidikan”, yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pendidikan seharusnya menjadi sarana dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa karena diisi oleh sumber daya manusia yang terdidik. Tidak bisa dipungkiri, bangsa yang maju memang tidak bisa dilepaskan dari kualitas pendidikan. Itu berarti, pendidikan menentukan kualitas suatu bangsa.

Maka Pendidikan dengan segala konsekuensinya haruslah dikelola dengan efektif lagi efisien. Perlu adanya manajemen dalam pendidikan. Bila manajemen dianggap sebagai suatu ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya dalam pendidikan. Maka manajemen pendidikan adalah kata kuncinya. Agar proses Pendidikan berjalan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan Pendidikan itu sendiri.

Tanpa adanya manajemen, maka tata Kelola pendidkan bisa jadi bermasalah. Karena hakikat manajemen adalah proses pemberian bimbingan, pimpinan, pengaturan, pengendalian, dan pemberian fasilitas lainnya. Pengertian manajemen dapat disebut pembinaan, pengendalian, pengelolaan, kepemimpinan ketatalaksanaan yang merupakan proses kegairahan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Fathoni, 2006).

Lalu, mengapa bisa pendidikan semakin tinggi namun tingkat kesadaran manusianya tidak tinggi?

Sangat bisa jadi, kondisi itu disebabkan oleh pendidikan yang lepas dari filsafat. Pendidikan sebagai suatu ilmu terlepas dari landasan filosofisnya. Seperti dinyatakan Psillos dan Curd (2008), bahwa filsafat pada dasarnya berhubungan dengan masalah-masalah filosofis dan fundamental dalam suatu ilmu. Karena filsafat pasti mengacu pada keyakinan seseorang tentang esensi pengetahuan ilmiah, esensi metode dalam pencapaian pengetahuan ilmiah, dan hubungan antara ilmu dan perilaku manusia (Dalton dkk., 2007).

Pendidkan sebagai ilmu, sejatinya harus memuat hakekat, tujuan, metode, tahapan, jangkauan, dan hubungannya dengan masalah-masalah kehidupan yang lain (nilai, etika, moral, kesejahteraan manusia). Hal itulah yang oleh Lacey (1996) disebut filsafat ilmu, suatu studi filosofis yang sangat luas dan mendalam tentang ilmu. Filsafat ilmu semestinya bertumpu pada tiga aspek penting, yaitu:

  1. Ontologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari keberadaan suatu ilmu sebagai realitas yang paling esensial dari segala sesuatu, baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat non fisik.
  2. Epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari cara-cara pengetahuan diperoleh manusia. Kajian-kajian tentang cara berperilaku, metode, sumber, dan kebenaran suatu pengetahuan menjadi hal penting untuk ditelaah.
  3. Aksiologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari hakikat nilai-nilai suatu ilmu hingga berujung pada etika dan estetika.

Maka penting ditegaskan, bahwa manajemen pendidikan hakikatnya pun tidak dapat dilepaskan dari ilmu filsafat sebagai acuan filosofis yang menjadi pijakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sistem pengelolaan Pendidikan. Manajemen pendidikan memiliki kaitan erat dengan filsafat yang menyangkut aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi. Karena filsafat, manajemen pendidikan sebagai suatu ilmu dapat dijamin bisa mencapai kehormatannya, kemanfaatannya. Karena filsafat berusaha menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana pendidikan dijalankan? Bagaimana cara dan konsep pendidikan dilakukan? Dan untuk apa pendidikan dilakukan, apa manfaatnya?

Ontologi dalam pendidikan berkaitan dengan keberadaan pendidikan. Kenapa pendidikan ada?  Dalam ilmu Pendidikan, ontologi berkaitan dengan objek material dan proses pelaksanaan pendidikan. Artinya ontologi dalam Pendidikan harus mampu menjelaskan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dalam Pendidikan. Keberadaan pendidikan hakikatnya harus mampu meningkatkan martabat dan eksistensi manusia akibat Pendidikan.

Epistemologi dalam pendidikan berkaitan dengan bagaimana pendidikan dijalankan. Mulai dari cara, metode, sifat dan isi dalam proses Pendidikan yang berlaku. Bagaimana pendidikan membangun ilmu pendidikan itu sendiri berdasarkan fakta dan data. Agar pendidikan dapat berdaya guna bagi masyarakat dan mampu meningkatkan kualitas hidup manusia. Bagaimana kurikulum dijalankan, pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, dan bagainmana cara menyampaikannya menjadi bagian penting dalam epistomologi pendidikan. Termasuk tentang pengetahuan dan cara penyelenggaraan Pendidikan yang benar, di samping metode atau sistem pendidikan.

Aksiologi dalam pendidikan berkaitan dengan ilmu tentang nilai-nilai yang dihasilkan dari Pendidikan. Pendidik atau guru tidak hanya berhubungan dengan kuantitas pengetahuan, akan tetapi juga dengan kualitas pengetahuan (etika dan estetika).  Nilai-nilai yang diperoleh dan mampu diinternalisasikan dalam pelaksanaan pendidikan itulah aksiologi. Untuk apa ilmu dan pengetahuan yang diperoleh dari proses pendidikan, baik dari aspek etika maupun estetika.

Maka bila tingkat pendidikan tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran manusianya, bisa jadi penyebabnya adalah proses Pendidikan yang “menjauh” dari filsafat. Pendidikan yang sebatas seremoni, sebatas pemenuhan eksistensi manusia tanpa mendalami esensinya. Manajemen Pendidikan tanpa landasan filosofis, dapat dipastikan hanya bisa menjadi “menara gading” yang gagal berpijak di bumi. Tinggi namun tanpa kesadaran, pintar tanpa kepedulian.

Sungguh, pendidikan yang disemangati filsafat itulah yang menjadikan manusia seutuhnya. Manusia berpendidikan dalam bingkai kesadaran. Manusia yang literat, yang selalu tumbuh dan berkebang dalam realitas kehidupan.

Filsafat dalam manajemen pendidikan, hanya ingin menegaskan “tidak ada seorang yang jenius tanpa sebuah kesadaran dan kepedulian”. @Catatan ujian komprehensif Filsafat Manajemen Pendidikan mahasiswa S3 – Program Doktor Pascasarjana Universitas Pakuan (Unpak) Bogor.

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler