x

Pemandu Wisata di Taman Sari

Iklan

Ardian Pradipta

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Mei 2020

Rabu, 20 Mei 2020 13:54 WIB

Agama dan Wisata, Dua Hal Berbeda yang Melebur Jadi Satu

Agama dan wisata merupakan dua konsep yang bertolak belakang tetapi dapat melebur menjadi satu di zaman modern ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagian manusia memiliki kepercayaan terhadap suatu kekuatan yang tidak dapat dinalar oleh otak manusia. Mereka menganggapnya sebagai suatu hal yang sakral dan mulai mempelajari seluk beluk agama yang mereka anut. Lalu orang-orang mulai pergi dari tempat tinggalnya menuju lokasi-lokasi yang mereka anggap sebagai situs yang berkaitan dengan agama. Hal tersebut merupakan awal mula dari terjadinya ziarah religi.

Ziarah digunakan sebagai salah satu media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan atau Dewa. Perjalanan ziarah sudah ada sejak zaman dahulu, seperti perginya umat Muslim ke Mekkah, kunjungan umat Kristiani ke Jerusalem, dan umat Hindu yang datang mengunjungi Sungai Gangga. Hal tersebut mereka lakukan karena menganggap agama sebagai suatu hal yang suci dan harus dipercaya dengan serius secara terus menerus.

Di sisi lain, konsep wisata merupakan suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam kurun waktu tertentu untuk mencari kesenangan, mengeratkan hubungan antar anggota keluarga, dan menikmati waktu terbebasnya dari rutinitas sehari-hari. Selain itu, sebagian orang melakukan perjalanan wisata juga ingin mendapatkan aktualisasi diri atau pengakuan dari orang-orang di sekitarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Artinya, wisata merupakan suatu kegiatan yang mengutamakan kesenangan dan relaksasi bagi seseorang. Konsep wisata yang “bermain-main” tentu sangat bertolak belakang dengan konsep agama yang suci dan tidak bisa “dipermainkan”. Akan tetapi, saat ini telah muncul berbagai atraksi wisata religi sehingga menyebabkan peleburan antara orang yang beribadah dengan wisatawan.

Atraksi Wisata Religi

Suatu tempat yang dikaitkan terhadap agama tertentu dan memiliki nilai bagi seseorang yang datang ke sana dapat dikatakan sebagai situs religi. Biasanya, lokasi tersebut memiliki sejarah mengenai agama yang mereka percayai. Selain itu, lokasi tersebut juga dapat dianggap menjadi asal-usul bagaimana berkembangnya agama di daerah tersebut. Hal ini membuat orang-orang ingin mengunjungi lokasi tersebut sebagai sarana meningkatkan keimanan serta mempelajari sejarah agama yang dianut.

Datangnya banyak orang ke suatu lokasi dapat menjadi peluang bagi masyarakat yang tinggal di dekat atraksi tersebut. Hal tersebutlah yang menjadikan beberapa situs religi sebagai daya tarik wisata yang kemudian dikomersilkan. Banyak situs religi yang saat ini memiliki peran ganda, sebagai tempat ibadah dan daya tarik wisata.

Dampak yang paling dirasakan pada suatu kawasan religi apabila dijadikan daya tarik wisata adalah hilangnya batas-batas nyata antara orang yang ingin beribadah dan orang yang hanya ingin mengunjungi lokasi tersebut. Setiap orang memiliki motivasi yang berbeda satu dengan yang lain saat mengunjungi suatu tempat ibadah.

Banyak orang yang mengunjungi suatu tempat ibadah dengan motivasi tidak untuk beribadah atau dapat disebut dengan motivasi sekuler. Bahkan, ada beberapa orang yang tidak terafiliasi dengan agama tersebut tetapi memutuskan untuk berkunjung ke tempat ibadah suatu agama (contohnya seorang kristiani yang mengunjungi dan masuk ke Pura Besakih di Bali) untuk sekadar melakukan kegiatan wisata.

Mereka tidak datang untuk beribadah tetapi datang dengan motivasi-motivasi lainnya, seperti menikmati bentang alam, melihat kontruksi bangunan yang memiliki nilai sejarah, mencari ketenangan, atau sekadar menghormati kebudayaan yang ada. Bahkan ada segelintir orang yang berkunjung ke suatu tempat ibadah karena terpaksa mengikuti jadwal yang sudah dibuat oleh sebuah rombongan tur.

Bagaimana membedakan orang yang beribadah dan wisatawan?

Secara kasat mata, para pengunjung yang datang ke suatu tempat ibadah akan terlihat sama. Dalam sebuah artikel, Victor dan Edith Turner mengatakan bahwa peziarah merupakan setengah turis dan turis merupakan setengah peziarah. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa sangat sulit membedakan wisatawan biasa dengan orang yang ingin beribadah secara kasat mata.

Hal yang membedakan mereka adalah motivasi yang dimiliki oleh setiap individu dalam kegiatan tersebut. Dengan mengetahui dan mendata motivasi setiap individu yang datang, pengelola tempat wisata dapat membuat strategi yang tepat dalam pengelolaan situs religi tersebut agar tetap dapat menghasilkan kenaikan pendapatan dari sektor wisata tetapi juga tetap nyaman untuk penyelenggaraan ibadah.

Ikuti tulisan menarik Ardian Pradipta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler