x

Warga Muslim melaksanakan salat Jumat di Gereja St. Martha di Berlin, Jerman, 22 Mei 2020. Pada 4 Mei pemerintah Jerman mengizinkan tempat-tempat ibadah kembali dibuka, asalkan jumlah jamaah tidak lebih dari 50. REUTERS/Fabrizio Bensch

Iklan

Amhelia Yusuf

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 April 2020

Sabtu, 23 Mei 2020 13:17 WIB

Menulislah Tuk Menjelajahi Dunia

Berjuang Tuk Berbagi!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada zaman yang gersang ini, di mana jiwa-jiwa telah rusak, ruh menjadi kering, cahaya hati telah padam, bara api keimanan yang menerangi hati telah redup. Sujud pun tak khusuk dan kata-kata hikmah tak lagi mampu menembus hati untuk memberikan pengaruh positif.

Seperti yang kita sudah sangat ketahui, yang menguasai media sosial adalah musuh-musuh kita, yang dimana kita lihat hampir seluruh manusia menjadikan kiblat nomor satu dalam kehidupan mereka. Sadar tidak sadar kita sudah diserang balik oleh mereka. Ummat muslim sekarang bahkan anak-anak yang belum cukup umur sudah sangat menikmati dan menguasai dengan apa yang musuh-musuh kita ciptakan. Diantaranya seperti TV, majalah, internet, HP, dan masih sangat banyak lagi.

Ada suatu fenomena yang mungkin semua diantara kita melihatnya, yaitu fenomena perpecahan yang terjadi diantara umat Islam. Salah-satunya penyebab perpecahan itu adalah budaya. Di zaman sekarang kalau kita melihat budaya sangat menggilat sekali, yang terkadang budaya itu tidak sesuai dengan syariat Allah SWT, bahkan bertentangan dengan syariat Allah SWT yang mengandung kesyirikkan, juga mengundang ritual-ritual. Maka apakah seorang muslim masih ingin mengikutinya?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Maka berfikirlah wahai orang-orang yang berfikir’’

Kaum ziosme telah bertindak, sedang memerang umat muslim tanpa disadari, bahkan sedang mempersiapkkan ciptaan-ciptaan baru untuk memerangi umat muslim. Dan kalau sudah tahu demikian, masihkah kita ingin duduk saja menikmati dan berlarut-larut dengan ciptaan mereka? Tidak inginkah berjuang?

Buat kalian umat muslim khususnya para remaja, bangkitlah, berjuanglah dengan memanfaatkan ciptaan-ciptaan mereka. Yah … menulislah!

Buktikan kalau kita umat muslim punya segudang ide dan inovasi, nggak cuman mereka musuh kita saja. Keluarkan kreativitas tanpa batas, kuasai media, kuasai dunia. Tidak ada alasan untuk tidak menulis, berjuang untuk menang bukan untuk berangan, karena Allah telah memberikan kemenangan. Menulislah! karena kamu akan melihat dunia. Menulis itu berjuang dan berbagi, dan juga bisa menganggkat kehidupan orang lain.

Apa kontribusi kita sebagai pemuda atau remaja untuk Islam terhadap kebutuhan umat? Pemilik harta berlomba-lomba menyedekahkan hartanya, lalu apa kontribusi kita jika menulis saja tidak bisa? Menulis untuk umat, bukan hanya ingin jadi wartawan saja. Sebuah tulisan benar-benar punya kekuatan, tergantung mau dipakai untuk apa kekuatan itu. Kalau untuk berdakwah, maka pahala didapat.

Berdakwah tak hanya mesti terjun kelapangan, namun lewat tulisan juga salah-satu sarana yang tepat secara lembut untuk berdakwah. Tidak sedikit orang mendapatkan hidayah melainkan telah membaca dari sebuah tulisan. Percayalah!

Semua orang memiliki pengalaman masing-masinig, dan yang membedakannya hanyalah; ada yang membiarkannya berlalu begitu saja, ada yang mengambil pelajaran darinya, dan ada juga orang yang tak ingin menikmatinya seorang, namun ia akan membaginya untuk dijadikannya sebuah pelajaran yang berharga. Yah … dengan sebuah tulisan.

Ada seorang pepatah mengatakan;

“Sebesar apa kesedihanmu kareana akhirat, sebesar itu pula keinginan duniamu keluar  dari hatimu”

Maka dengan ini, seseorang yang bersedih karena akhiratnya, sebesar itu pula keinginan dunianya akan keluar. Menulis adalah salah-satu amalan dunia yang akan menjadi amalan pahala yang senantiasa mengalir buatmu diakhirat kelak. Karena jikalau seorang mukmin selalu terikat dengan akhiratnya, maka semua yang ada di dunia dia gerakkan untuk mengingat akhirat. (Setiap menekuni sesuatu, itulah yang menjadi pusat perhatiannya)

“Seorang mukmin apabila melihat kegelapan maka ia teringat akan gelapnya kuburan. Apabila melihat sesuatu yang menyedihkan maka ia teringat akan siksaan. Apabil mendengarkan sesuatu yang mengerikkan maka ia teringat akan tiupan sangkakala. Dan apabila melihat orang-orang tertidur maka teringat akan orang-orang yang mati didalam kuburan.” (Shaidul khatir, ibnu jauzi, hal 416)

Menulis merupakan berbagi, sebagaimana yang telah dijelaskan. Tulisan pun salah-satu bentuk amalan dari ilmu yang telah kamu dapat, juga merupakan suatu alat amal. Maka kalau orang menghabiskan umurnya hanya untuk mencari alat, lalu kapan dia beramal?

Salah seorang pendidik yaitu Abdul Qodir jailani berkata kepada anaknya,

“Nak, kepandaian lisan tanpa diiringi amalan hati itu, tidak mendekatkanmu kepada kebenaran meskipun hanya selangkah. Nak, mengamalkan ilmu adalah cahaya ilmu, kejernihan yang paling jernih, permata dari segala permata dan intisarinya mengamalkan ilmu adalah menyehatkan hati dan mensucikannya. Ilmu tanpa amalan adalah salah-satu tanda istidraj.’’

Hamid ad-Daqqaq berkata:

“Apabila Allah menghendaki kebinasaan seseorang, maka dia menghukumnya dengan tiga hal, diantaranya; dia memberikan rezeki ilmu, namun tidak memberinya rezeki amalan para ulama” (Tanbih Al-Ghafiin, As-samarqondi, hal 13)

Maka dengan ini menulislah wahai saudaraku yang senantiasa dinanti-nantikan Umat. Dengan menulis kita dapat melihat dunia, merubah dunia. Begitu juga sebuah tulisan dapat dikenang sepanjang masa. Mengapa demikian? Karena sebuah tulisan yang kita tulis, dapat membuka jalan keilmuan dari jalan kebodohan dengan izin Allah Swt pastinya.

Sayangnya saat ini kita lihat banyak orang-orang yang mementingkan kondisi awal dibandingkan perubahan. Mereka mengeluh bahwa mereka adalah korban system yang tidak islami, terlahir yatim piatu dan hanya berharap dari luar saja. Jarang sekali yang menyadari bahwa kebiasaan buruk merekalah yang membuat mereka selalu gagal, Kebiasaan buruklah yang memosikan diri sebagai korban, selalu mengeluh dan bermental pengemis. Sebuah keberuntungan adalah hasil pembiasaan diri. Ciptakan keberuntungan dengan kebiasaan baik, jangan hanya menunggu keberuntungan. Jangan berharap beruntung mendapatkan istri solehah bila kita tidak menciptakan kesempatan itu dan hanya menunggu takdir.

Patutlah kiranya seorang mukmin menyikapi peristiwa tarbiyah dikalangan ulama-ulama kita yang begitu banyak telah membukukan tulisan-tulisan mereka secara menarik dengan rasa kagum dan sedih. Kagum atas kemauan dan semangt yang tinggi untuk menulis serta penemuan metodologi tarbiyah yang tinggi, dan sedih karena melihat kondisi kita dan hasil tarbiyah yang selama ini kita peroleh, yaitu badan yang berat untuk beribadah, hati yang keras dan jiwa yang kering.

Segala sesuatu harus selalu disertai dengan niat yang tulus dan juga ikhlas. Begitupun pula dengan menulis harus disertai niat yang lurus juga ikhlas. Menulis untuk apa? Karena apa? Dan untuk siapa? Menulis sama halnya berkata atau menyampaikan sesuatu dengan tujuan maksud. Dan sebuah perkataan harus disertai dengan keikhlasan. Sebab hilangnya keikhlasan itu mematikan kata-kata yang keluar dan menguburnya dibawah tapak kaki.

Ketika Hamdun bin Ahmad ditanya, “Mengapa perkataan orang-orang salaf lebih bermanfaat dari perkataan kita?”

Beliau menjawab, “Karena mereka berkata untuk kemuliaan islam, keselamatan jiwa, dan mengharap ridha Allah, sedang kita berkata untuk kemuliaan diri sendiri, mencari dunia, dan mengharap ridha makhluk.” (Hilyatul Auliya-10/231) Nauzubillah min zalik.

“Kebenaran tidak akan berkuasa dalam kehidupan ini, kebaikan tidak akan tersebar, kalimat iman tidak akan menjadi tinggi, dan bendera kemuliaan tidak akan berkibar melalui para mabadi’ (Prinsip). Yaitu orang-orang yang beramal demi mengkeruk keuntungan dan meraup dunia. Semua itu juga tidak akan terjadi melalui orang-orang riya’, yang tidak beramal kecuali untuk dilihat dan didengar manusia, disebut-sebut dan semua telunjuk mengarah padanya.

Akan tetapi, kebenaran, kebaikan, dan iman akan menang melalui orang-orang yang ikhlas, selalu memegang prinsip, mampu memberi pengaruh dan bukan terpengaruh, mau berkorban bukan mengambil manfaat, dan memberi bukan mengambil.” (Fit Ath-Thariq ilallah; An-Niyah wal ikhlas, Dr Yusuf al-Qordowi, hal.96)

Penulis menaruh harapan:

Harapan agar lembaran-lembaran ini mampu memberi semangat lebih dalam berdakwah, karena dakwah tidak cukup hanya berceramah saja, namun khususnya mampu untuk merangkai kata-kata dan nasehat dalam sebuah tulisan, membangunkan jiwa yang masih terlelap, dan juga menjadi sarana untuk menunjukkan kita kepada amal sholeh amal jariyah in shaa Allah. Sebagaimana yang dikatakan Qois Bin Amru Al-Mulai, “Apabila sampai kepadamu suatu kebaikan maka kerjakanlah meskipun hanya sekali, maka engkau termaksud ahlinya.” (Shifatus Shafwah)

Menulislah saudaraku! Teruslah melangkah selama engkau d ijalan yang baik, meski terkadang kebaikan tidak senantiasa dihargai. Mulialah dari hal-hal sederhana disekitarmu yang terkadang bahkan tak terpikir orang lain.

 

Dari berbagai sumber

                                                                                              Huallahua’lam bishowab

     Penyusun: Amheliya yusuf (أم هريرة)

Ikuti tulisan menarik Amhelia Yusuf lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB