x

penjelasan hadist dhoif dan maudhu

Iklan

muhammad yusuf

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 April 2020

Senin, 25 Mei 2020 05:44 WIB

Hadist Dhoif Apakah Sama Dengan Hadist Maudhu?

Banyak orang salah dalam menyikapi hadist dhoif, padahal hadist dhoif berbeda dengan hadist maudhu, sehingga dalam pengamalannyapun akan berbeda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hadits dhaif = hadits palsu?

Entah disadari atau tidak, ada sebagian pihak yang memperlakukan hadits dhaif (lemah) seperti hadits maudhu’ (palsu). Maka ketika menemukan sebuah hadits yang lemah, spontan dibuang secara mutlak. Menurut hemat kami, hal ini tidak tepat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hadist Maudhu

Kalau hadits maudhu’, para ulama ahli hadits sepakat bahwa ia dibuang dan tidak bisa dipakai secara mutlak. Tidak bisa dikuatkan dengan hadits lain, tidak bisa menguatkan hadits lain, tidak bisa jadi sandaran hukum, serta tidak bisa diamalkan secara mutlak. Karena jika dikatakan maudhu’, dipastikan itu tidak diucapkan oleh Nabi. Hanya rekayasa dari orang tertentu saja.

Hadist Dhoif

Adapun hadits dhaif, adalah sebuah hadits yang dari sisi periwayatannya kepada nabi yang lemah, tapi masih ada kemungkian kalau nabi memang mengucapkannya.

Hadits dhaif ada yang kelemahannya parah dan ada yang ringan. Hadits yang kelemahannya ringan, bisa diamalkan dalam fadhailul a’mal (keutamaan amalan-amalan) di sisi jumhur ulama (mayoritas ulama). Hadits yang kelemahannya ringan, juga bisa dikuatkan dengan hadits dari jalur periwayatan lain, sehingga naik ke derajat hasan li ghairihi.

Terkadang, ada hadits yang dhaif dari sisi periwayatannya, tapi matannya (isi haditsnya) shahih, karena didukung oleh hadits lain yang shahih, atau dikuatkan oleh dalil-dalil yang bersifat umum, baik dari Al-Qur’an, hadits, ijma’ dan qiyas, yang memiliki kesamaan makna. Bahkan di sisi Imam Asy-Syafi’i, hadits mursal (termasuk hadits dhaif) bisa diamalkan ketika isinya telah difatwakan oleh jumhur ulama.

Jangan Men-judge Orang yang Mengamalkan Hadist Dhoif

Oleh karena itu, jika kita mendapatkan para ulama mujtahidin memakai sebuah hadits –yang menurut kita dhaif- dalam ijtihadnya, maka kemungkinan-kemungkinan di atas bisa kita jadikan solusi untuk berbaik sangka kepada mereka. Karena kita ini bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Sedangkan masalahnya tidak sesederhana yang kita kira.

Ingatlah bahwa orang yang mengamalkan suatu amalan, sejatinya mereka mempunyai landasan atau dalil yang di pegangnya, kalaupun memang orang tersebut menggunakan dalil yang menurut kita dhoif, tapi kita tidak mengetahui apa yang menjadi pertimbangan mereka dalam mengambil ijtihad tersebut.

Harap di perhatikan ini hanya untuk kalangan para ulama yang masuk ke taraf mujtahid, adapun kita hanya mengikuti ulama mujtahid tersebut, ini berarti jika ada orang yang mengamalkan suatu amalan dan ternyata tidak mengikuti ulama mujtahid tapi hanya karena suka saja dan bahkan berlandaskan hadist dhoif, maka yang seperti ini perlu untuk di jelaskan dan di dakwahi.

Contoh pengamalan hadist dhoif sebagai fadhilah amal, atau motivasi untuk beramal:

Hadist Dhoif Tentang Tuntutlah Ilmu Sampai Ke Negri Cina

Sudah sangat populer di tengah kita tentang hadist ini, berikut bunyi hadist tersebut:

اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ

Artinya: "Tuntutlah Ilmu sampai ke Negri China"

Derajat hadist ini adalah dhoif dengan melihat dari banyak jalan periwayatannya, menurut ulama ahli hadist, walaupun ada beberapa ulama yang mengangkatnya menjadi hadist hasan, tapi kita sepakati dahulu menurut jumhur ulama hadist ini adalah hadist yang dhoif.

Tapi dari sisi matan atau isi hadist ini adalah hadist yang baik dan sesuai dengan hadist tentang menuntut ilmu yang berderajat shahih. Maka hadist ini bisa kita pakai sebagai motivasi kita untuk belajar atau menuntut ilmu.

Hadist Maudhu Tentang Kebersihan

بُنِىَ اْلدِّيْنُ عَلَى النَّظَافَةِ

Artinya: "Agama Islam dibangun di atas kebersihan"

Hadist ini di nilai sebagai hadist palsu, tapi kita lihat matan atau isi dari hadist ini adalah baik dan benar, karena islam memang menyukai kebersihan, lalu bagaimana mengamalkan hadist ini?

Jawabnya, hadist ini jangan di pakai dan kita harus meninggalkannya, karena hadist maudhu atau palsu tidak bisa kita pakai walaupun isi kandungannya baik dan benar.

Kesimpulan:

  1. Hadist dhoif tidak sama dengan hadist maudhu
  2. Pengamalan kedua hadist ini berbeda
  3. Hadist dhoif bisa di amalkan jika hanya sebatas fadhilah amal atau motivasi untuk beramal
  4. Hadist maudhu atau palsu tidak bisa kita pakai walaupun isi kandungannya baik

Demikian semoga kita bisa mengambil sedikit pelajaran dari perbedaan hadist dhoif dan maudhu.

Ikuti tulisan menarik muhammad yusuf lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu