x

bpjs

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 31 Mei 2020 05:28 WIB

Rakyat Berbondong Turun Kelas, BPJS akan Semakin Semrawut dan Sengkarut

Adanya kenaikan iuran dan opsi bebas turun kelas bagi rakyat yang tak mampu, BPJS Kesehatan akan semakin semrawut dan sengkarut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Alih-alih akan mendongkrak pemasukan dana BPJS dari rakyat yang siginifikan atas hasil Perpres Nomor 64 Tahun 2020, pada bulan Juli nanti, saat tarif kenaikan iuran BPJS Kesehatan berlaku, yakin BPJS akan menuai masalah besar lagi. 

Pasalnya, peserta kelas 1 sudah berbondong-bondong mengajukan turun ke kelas 3. Belum lagi, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) pun sudah bergulir dan secara resmi telah didaftarkan gugatan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 ke Makhamah Agung (MA). 

Bila KPCDI, menang lagi, tentu BPJS akan semakin runyam. Beginilah akibatnya bila persoalan BPJS tidak pernah melibatkan suara, perasaan, dan kondisi rakyat. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Enak sekali meneken Perpres kenaikan, lalu berbagai pihak pendukung pemerintah bilang, yang tidak kuat boleh turun kelas. Tanpa ada pemikiran yang matang bagaimana bila benar rakyat pada turun kelas. 

Terbayangkah bagaiamana pelayanan peserta BPJS di lapangan? Sedang kondisi sekarang yang batal naik saja, masalah pelayanan masih menjadi topik utama keluhan rakyat, yang bisa jadi, juga menjadi sebab rakyat nunggak iuran, di luar alasan fakta bahwa rakyat memang tak sanggup bayar iuran BPJS. 

Kini, masalah baru sudah nampak di depan mata. Akibat Perpres kenaikan iuran dan informasi yang membebaskan rakyat yang tak mampu boleh turun kelas telah terbukti. 

Adalah Anggota Dewan Pengawas BPJS Kesehatan La Tunreng yang pada kamis, (28/5/2020) mengungkapkan kepada awak media bahwa sudah ada 50 persen masyarakat minta turun kelas dari kelas 1 ke kelas 3, mengingat iuran BPJS naik di tengah pandemi Covid 19. 

Kira-kira, hari ini dan seterusnya akan bertambah berapa persen lagi rakyat yang akan berbondong mengajukan turun kelas sebelum tiba bulan Juli?

Bahkan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengingatkan dampak buruk terjadinya gelombang penurunan kelas iuran BPJS Kesehatan yang berakibat masyarakat menumpuk di kelas III maka akan terjadi potensi berebut pelayanan kesehatan. 

Padahal selama ini rakyat juga sudah mengetahui bahwa jumlah pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk pengguna kelas III terbatas, cenderung tak ada penambahan. Karenanya Timboel mengungkapkan dalam  webinar bersama Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Jumat (29/5/2020), bila kelasnya menumpuk ini akan menimbulkan keributan. Jadi rebutan kamar dan pelayanan. 

Inilah akibat dari opsi penurunan kelas yang diarahkan pemerintah dan menjadi jalan keluar bagi rakyat yang tak lagi mampu membayar iuran kelas I dan II. Opsi turun kelas ini, jelas akan memicu adanya ketidakadilan. 

Sebab, peserta mandiri BPJS yang sudah berbondong turun ke kelas 3, dalam praktiknya akan diberikan kemudahana dan diperbolehkan untuk memilih kenaikan kelas pelayanan saat di rumah sakit. Fakta ini selama ini sudah terjadi. 

Namun, mengingat pelayanan di rumah sakit dengan fasilitas rawat inap paling lama tiga hari sudah "disuruh" pulang, maka layanan kenaikan pelayanan mungkin tidak lagi diminati. 

Efeknya jelas masyarakat penerima bantuan iuran (PBI), yang tidak bisa memilih naik kelas pelayanan karena dibiayai negara, hanya bisa pasrah dan sabar menunggu apabila harus antre karena keterbatasan kamar. 

Selain catatan La Tunreng pada kamis, (28/5/2020) mengungkapkan kepada awak media bahwa sudah ada 50 persen peserta kelas 1 yang turun ke kelas 3, Timboel juga memaparkan telah terjadi gelombang turun kelas yang signifikan sejak Oktober 2019 menuju Februari 2020. 

Setidaknya ada penurunan pada kelas I sebanyak 854.349 orang, namun tidak merinci turun ke kelas II atau ke kelas III. Sementara untuk kelas II yang turun ke kelas III ada penurunan kelas sebanyak 1.201.232 orang. 

Atas kondisi ini, bagaimana BPJS akan dapat meraup uang rakyat dari iuran yang kembali dinaikkan demi menutup defisit? Sebab, rakyat sudah berbondong pindah kelas 3. Bagaimana kira-kira pelayanan BPJS di rumah sakit dengan kondisi peserta kelas 3 yang menumpuk? 

Apakah dampak ini pernah dipikirkan dan diperhitungkan dengan matang? Alih-alih mendongkrak pemasukan, dengan cara menaikkan iuran, rakyat pun dibiarkan bebas turun kelas. 

Dampaknya juga sangat signifikan akan merepotkan dan menimbulkan ketidak-adilan. Pun pelayanan juga akan menjadi topik masalah utama lagi. 

Andai saja lahir kebijakan yang mendengar suara rakyat, memahami perasaan dan kondisi rakyat, tentu masalah BPJS tidak akan semakin semrawut (kacau balau, acak-acakan, tidak teratur) dan sengkarut (tidak karuan, tidak menentu). 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler