Istilah tukang sebenarnya mencerminkan kompetensi teknis yang dikuasai oleh seseorang. Tukang kayu berarti ia orang yang menguasai teknik-teknik mengolah kayu. Umpamanya, mengolah kayu menjadi kursi atau kusen dan jendela. Penguasaan atas kompetensi ini lazimnya terbentuk oleh latihan dan pembiasaan. Kompetensi bukanlah sekedar pengetahuan, tapi mesti dibarengi dengan praktik yang berulang-ulang.
Tidak mudah menjadi orang yang piawai dalam kompetensi tertentu dan diakui. Dalam profesi tertentu, misalnya insinyur, akuntan, atau notaris, seseorang harus memperoleh sertifikat agar bisa berpraktik. Sertifikat menunjukkan bahwa yang bersangkutan sudah menguasai sejumlah kompetensi yang diperlukan berdasarkan standar tertentu. Tapi, tukang kayu di bengkel-bengkel kayu biasa umumnya tidak punya sertifikat seperti akuntan dan notaris. Keahliannya diakui berkat praktik konkrit, lalu menyebar dari mulut ke mulut.
Di jagat politik, bisnis, dan urusan kekuasaan sumber daya sebenarnya juga ada banyak profesi sejenis tukang, sebutlah di antaranya tukang bisik, tukang kompor, tukang ngadu, dan tukang bemper. Sesuai namanya, tukang bisik punya job description membisiki orang lain yang punya pengaruh atau orang yang sedang punya tujuan politik tertentu. Bisikannya mungkin berisi pujian, bisa pula saran untuk melakukan ini dan itu. Misalnya, agar citranya membaik di mata banyak orang, tukang bisik menyarankan agar yang dibisiki membagi paket Lebaran kepada kaum miskin--tentu saja gratis alias sebisa mungkin jangan dari kantong saku sendiri.
Sebagai tukang bisik, ada juga yang menyebutnya pembisik, ia tentunya orang yang cukup dekat dengan orang yang berpengaruh. Pekerjaannya bisik-bisik, jadi gak mungkin kan bisik-bisik dari jarak jauh. Kalau pekerjaannya teriak-teriak dari jauh, itu demonstran. Karena relasinya dengan orang yang berpengaruh demikian jauh, demonstran mesti berteriak-teriak, jika perlu memakai toac, agar pesannya bisa sampai kepada orang yang dituju. Sampai sih mungkin, tapi belum tentu didengarkan, apa lagi diresapi dan dihayati.
Kalau orangnya penuh semangat, jiwanya bergelora, dinamis alias pandai menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan lingkungan, dan katakanlah extrovert, ia akan memilih peran yang lebih pas, yaitu sebagai tukang kompor. Ia merasa kurang afdol kalau hanya berbisik-bisik, sebab terkesan kurang berani. Tukang kompor akan memberi semangat dan menggelorakan motivasi orang kuasa yang berpengaruh. Bahkan, kadang-kadang ngojok-ojoki dengan cara yang terus terang agar orang berpengaruh itu berani melangkah lebih jauh. "Bapak/Ibu harus bergerak cepat," adalah salah satu frasa yang tidak boleh terlupa dari ingatannya.
Jika orang yang diberi saran, masukan, dan dinyalakan kompor dalam jiwanya untuk melakukan sesuatu ternyata berhasil menjalankan misinya, tukang kompor akan menari-narik bak cheer leader. Di hadapan orang berpengaruh itu, ia akan menunjukkan betapa sarannya terbukti sukses. Kesuksesan ini, pada gilirannya, membuat tukang kompor semakin menyala-nyala dalam menyemangati junjungannya.
Lain lagi dengan tukang ngadu. Sesuai dengan nama profesinya yang cemerlang karena mudah diingat, ia suka mengadukan orang lain. Kepada junjunganya, tukang ngadu akan bilang bahwa si anu menceritakan yang jelek-jelek tentang Anda di forum ini. Lain kali, ia akan mengadu bahwa si ani tidak layak dipertahankan sebagai bos, mesti dicopot karena punya agenda sendiri. Cara menyampaikan pesannya macam-macam, misalnya lewat email, surat terbuka, atau pesan berantai sebab sebagai bukan orang yang berada di lingkaran 1 banget, ia membutuhkan orang lain untuk meneruskan aduannya. Ia menguasai kompetensi yang tidak mudah dijalani setiap orang: carmuk.
Kalaupun ia berada di lingkaran 1, tukang ngadu jelas punya peluang lebih besar untuk meyakinkan orang yang berpengaruh itu. Aduannya memang belum tentu benar (dan ia tidak peduli soal ini), sebab tujuannya memang untuk menarik perhatian junjungannya dan membuat junjungannya merasa senang. Junjungannya mungkin saja merasa happy mendapat laporan si tukang ngadu, tapi apakah ia lantas memberi hadiah kepadanya? Ya belum tentu, bahkan lebih sering tidak. Lha ngapain memberi kado kepada tukang ngadu. Enakan gratis, tidak perlu bayar. Anehnya, biarpun tidak pernah mendapat kado, tukang ngadu tetap saja setia mengadu dengan harapan suatu ketika ia mendapat kado.
Oh ya, ada satu lagi orang yang menyukai pekerjaan aneh, yaitu menjadi bemper. Namanya tukang bemper--bukan membetulkan bemper yang penyok, tapi menjadi bemper bagi orang berpengaruh. Siapapun, termasuk orang berpengaruh, tentu pernah berbuat salah, kepleset, bahkan mungkin terjerembab. Tapi, apapun caranya, beliau harus selalu tampak menawan dan mempesona di mata banyak orang.
Nah, menjadi tugas tukang bemper untuk menutupi kesalahan junjungannya dengan kemampuan bersilat lidah yang piawai. Ia yang ditugasi menjawab kritik, kadang-kadang memoles perkataan atau pernyataan junjungannya. Pokoknya, sesuai namanya, ia berada di garis depan yang berprinsip pantang mundur. Tapi, kalau tukang bemper juga berbuat kesalahan, ya itu nasib namanya. Sebagai tukang bemper, ia pun mesti siap penyok seperti bemper beneran demi melindungi junjungannya...
Masih ada sih beberapa profesi sejenis lainnya, apa lagi di era medsos seperti sekarang. Profesi ini jelas butuh penguasaan kompetensi khusus juga. >>
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.