x

Iklan

WINDIYA SAPUTRI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Maret 2020

Selasa, 9 Juni 2020 17:32 WIB

Menilik Pembiayaan Perbankan Syariah di Masa Pandemi, Sebuah Pelajaran Penting?

Sebuah tulisan tentang pembiayaan syariah di masa pandemi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa bulan lalu ketika kasus Covid-19 di Indonesia mulai dianggap serius, muncul sebuah kebijakan yang berkaitan dengan relaksasi kredit dan pembiayaan. Meskipun pada saat itu sempat menuai kontroversi terkait dengan pelaksanaannya yang belum dijelaskan lebih lanjut, kebijakan ini cukup diminati oleh masyarakat yang kondisi ekonominya terdampak Covid-19.

Kebijakan ini secara gamblang tertuang dalam POJK No. 11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Wujud dari kebijakan ini adalah banyaknya nasabah kredit/pembiayaan di perbankan atau lembaga keuangan lainnya yang melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan. Menurut katadata.com per Mei 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sebanyak 74 Bank melakukan proses restrukturisai kredit dengan nilai yang melebihi Rp 207 triliun. Sebuah angka yang fantastis.

Bagi perbankan, restrukturisasi bermanfaat untuk mengatasi permasalahan Non-Performing Loan (NPL) atau Non-Performing Financing (NPF), sedangkan bagi nasabah, restrukturisasi bermanfaat untuk meringankan beban tanggungan cicilan bulanan mereka. Restrukturisasi ini biasanya meliputi rescheduling, reconditioning, dan restructuring. Adapun hasil akhirnya adalah cicilan nasabah menjadi lebih rendah dengan jangka waktu yang dimungkinkan bisa lebih panjang pula. Meskipun restrukturisasi ini memiliki beberapa kekurangan, akan tetapi sangat bermanfaat dilakukan di masa pandemi seperti saat ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada perbankan Syariah, restrukturisasi pembiayaan juga perlu dilakukan sebagaimana perbankan konvensional pada umumnya. Tidak hanya pada pembiayaan modal kerja, restrukturisasi juga dilakukan pada pembiaan investasi dan konsumtif. Tidak dipungkiri bahwa banyak sektor, baik formal maupun informal yang terdampak. Roda perekonomian juga tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya, banyak usaha kecil yang terpaksa mengurangi jumlah produksi, pekerja harian yang terpaksa kehilangan pendapatannya.

Bahkan pengusaha kelas kakap pun pasti terdampak. Hal ini sangat berpengaruh ketika mereka memiliki kewajiban pembiayaan di perbankan Syariah. Adapun untuk pembiayaan konsumtif, seperti misalnya pembiayaan untuk barang-barang pribadi dengan akad murabahah, seperti pembiayaan kendaraan bermotor dan barang konsumsi lainnya menarik untuk dilihat lebih lanjut.

Syariah dalam hal ini memiliki pandangan tersendiri. Pembiayan dalam perbankan Syariah biasanya dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis akad, di antaranya yang paling umum diterapkan adalah akad jual beli (murabahah, salam, istishna) dan investasi dan modal kerja (mudharabah dan musyarakah). Secara umum, akad ini menimbulkan kewajiban bagi nasabah pembiayaan untuk membayar cicilan dalam jumlah yang sudah ditentukan dalam periode tertentu (setiap bulan/setiap tiga bulan/setiap panen, dan lain-lain).

Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, tidak jarang yang merasa berat untuk membayar cicilan tersebut. Hal ini mengingatkan kita kembali akan hakikat dari bertransaksi, terutama ketika transaksi tersebut adalah transaksi yang menimbulkan kewajiban pembayaran sejumlah dana dalam periode tertentu padahal ketidakpastian itu niscaya.

Dalam kondisi ketidakpastian akan kapan berakhirnya kondisi ini, evaluasi yang mendalam perlu dilakukan oleh manajer keuangan sebuah perusahaan atau bahkan sekedar oleh pemilik usaha kecil yang ingin meminjam modal ke Bank. Fokus yang paling harus disoroti adalah hutang barang-barang yang bersifat konsumtif.

Pandemi kembali memberikan sebuah peringatan bahwa hutang memang diperbolehkan akan tetapi hal ini tidak dianjurkan apalagi hutang yang sifatnya konsumtif, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah No. 2400).

Pembiayaan konsumtif pada perbankan Syariah mewajibkan adanya kepastian pembayaran setiap bulannya oleh nasabah kepada Bank. Padahal, kita tidak akan pernah tahu tentang apa yang akan terjadi bahkan sedetik yang akan datang. Sesuatu yang biasa kita kenal dengan risiko.

 

 

Ikuti tulisan menarik WINDIYA SAPUTRI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan