x

Supartono JW

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 14 Agustus 2020 06:08 WIB

Ketika Sahabat Bercanda dan Bertanya Siapa Anda?

"Siapa sih Supartono JW itu?" Ungkap seorang sahabat saat ngobrol via chating melalui whatsapp. Mengapa sahabat saya mengungkap pertanyaan tersebut? Sebab, sahabat ini sudah saya kenal lama dan sangat memahami kedalaman dan perjalanan hidup kita masing-masing, maka mustahil pertanyaan itu muncul secara tiba-tiba.Mengapa sahabat saya mengungkap pertanyaan tersebut, karena dia sering mendapati artikel yang saya tulis berbeda  topik/tema. Sementara dia juga sangat paham sepak terjang saya dalam dunia jurnalistik sebagai sambilan dan hobi maupun pekerjaan nyata.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Siapa sih Supartono JW itu?," ungkap seorang sahabat saat ngobrol via chating melalui whatsapp. Mengapa sahabat saya mengungkap pertanyaan tersebut? Sebab, sahabat ini sudah saya kenal lama dan sangat memahami kedalaman dan perjalanan hidup kita masing-masing, maka mustahil pertanyaan itu muncul secara tiba-tiba.

Mengapa sahabat saya mengungkap pertanyaan tersebut, karena dia sering mendapati artikel yang saya tulis berbeda topik/tema. Sementara dia juga sangat paham sepak terjang saya dalam dunia jurnalistik sebagai sambilan dan hobi maupun pekerjaan nyata.

Setelah bertanya sebenarnya saya ini siapa? Dia pun melajutkan "sekarang pengamat politik, besok pengamat budaya, besok pengamat bola...

Dia juga melanjutkan "Sebenarnya sih, orang bingung, Supartono JW itu, siapa?"

Bahkan dia juga mendapat pesan dari sahabat saya yang lain, katanya, "Saya tahu, Supartono JW kolomnis di..."

Selanjutnya sahabat saya yang juga menjadi master trainer ini mengungkap, "Memang butuh energi besar untuk menjadi generalis, sebab dia menyebut dalam setiap trainingnya, tidak ada orang yang ahli di semua bidang. Orang harus fokus. Coba lihat, orang sukses pasti orang yang pilih satu bidang."

Dan dia mencontohkan sosok-sosok tokoh yang sukses dalam menggeluti satu bidang, karena hal tersebut akan terus menjadi personal branding.

Dari semua yang diungkap oleh sahabat saya ini, makanya bagi saya sangat menarik untuk saya angkat menjadi pembahasan dalam catatan ini, terutama demi menjawab Supartono JW Itu siapa? Dan, barangkali juga dapat membantu menjawab pertanyaan menyoal Supartono JW-Supartono JW lainnya yang memiliki kesamaan kisah.

Perjalanan panjang dapat label

Saya adalah lulusan sarjana dan megister bahasa, lalu sebagai aktor teater, serta pemain bola sebagai hobi. Ternyata, tiga ranah kehidupan tersebut, semuanya adalah prioritas dan fokus saya dalam mengarungi kehidupan ini. Karena tiga bidang tersebut saya tekuni secara beriringan hingga sekarang. Sehingga, di dalam perjalanannya, saya akhirnya memiliki pengalaman langsung dalam ketiga bidang tersebut sebagai praktisi.

Dengan bekal ijazah pendidikan bahasa, kehidupan nyata saya, akhirnya berkutat dalam dunia pendidikan, dirintis mulai dari menjadi guru. Dalam bidang hobi, menjadi bagian dan berperan sebagai aktor dalam kelompok teater terbesar Indonesia, semakin melengkapi pengetahuan teori dan praktik saya di luar teori dan praktik pendidikan bahasa, yaitu menjamah kepada semua aspek kehidupan.

Menjadi seorang aktor, pembelajaran dan studi pemerannya juga harus menguasai bidang pendidikan, politik, ekonomi, sosial, budaya, kemananan hingga humaniora.

Sementara menjadi pemain sepak bola juga tidak hanya sekadar menguasai teknik dan fisik, namun juga harus cerdas intelegensi dan personaliti. Karena saat dimainkan, permainan sepak bola tak ubahnya panggung drama dan kehidupan yang juga ada taktik, intrik, dan politik.

Sejak lulus SMA, ketiga bidang tersebut saya asah, saya tekuni dengan konsisten, tanpa ada satu pun yang saya korbankan hingga sekarang. Dengan bekal ijazah pendidikan, saya dapat bekerja di dunia pendidikan dan menggaransi dapur rumah tangga tetap mengepul. Sebagai hobi, sepak bola dan teater pun terus menjadi orkestra kehidupan saya. Pagi hingga siang bekerja di dunia nyata, sore dan hari libur waktunya main bola, dan malam hari bercengkerama di panggung teater. Itulah kehidupan yang konsisten saya jalani sejak tahun 1990 hingga sekarang.

Jadi, tiga bidang tersebut saling melengkapi dan saling memberikan kontribusi dalam berbagai hal, terutama menjadikan pikiran terus terasah, terawat, hati tenang, raga pun sehat.

Dunia jurnalistik

Lalu, apa hubungannya dengan dunia junalistik? Sejak tahun 1990 pula secara beriringan dengan menyisihkan waktu senggang, saya pun mulai menulis tentang sastra. Saya lahirkan naskah-naskah drama yang bahkan sudah dipentaskan dalam festival-festival teater remaja/sekolah/kampus di Jabodetabek, sampai Aceh. Saya pun menulis puisi, cerpen, lagu, dan artikel sastra dan pendidikan yang terbit dalam beberapa media cetak. Saya pun mendirikan Teater Remaja yang hingga sekarang masih aktif, namun hanya melayani pementasan  "pesanan/kontrak".

Seiring waktu, sebagai praktisi sepak bola yang terus saya jalani hingga secara profesional saya juga mendirikan sekolah sepak bola (SSB) di tahun 1999, membuat saya semakin memahami dunia sepak bola nasional, sehingga pada suatu event sepak bola nasional di Jakarta, saat saya terlibat dalam sebuah diskusi, ada seorang wartawan dari tabloid sepak bola nasional yang meminta saya menuliskan apa yang saya bicarakan dalam bentuk opini di kolom tersebut.

Waktu terus berjalan, tanpa terasa artikel sastra/pendidikan dan artikel sepak bola yang saya tulis terus mengalir. Saat saya menulis semua artikel tersebut, saya hanya menulis label saya sebagai pemerhati sastra dan bahasa, pemerhati pendidikan, dan pemerhati sepak bola

Sampai pada suatu saat, lebih dari setahun saya menulis di media yang berbeda dengan tema bahasa-sastra-penddikan dan sepak bola, label saya ternyata sudah menjadi pengamat pendidikan dan pengamat sepak bola nasional.

Jadi, penyematan label pengamat itu saya dapatkan seperti saya memperoleh ijazah dari sekolah/kampus karena telah lulus sekolah/kuliah. Bukan gaya-gayaan dari saya. Tapi label yang diberikan oleh Dewan Redaksi dari media cetak yang memuat artikel saya tersebut.

Khususnya untuk tabloid yang menyematkan label saya sebagai pengamat sepak bola nasional, kini telah tutup buka alias tak terbit lagi, namun sejarah artikel demi artikel yang saya tulis sampai saat saya mendapat label pengamat sepak bola nasional masih tersimpan rapi baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy.

Selanjutnya, saya pun meneruskan menjadi kolomnis di Harian Olah Raga Terbesar Indonesia, dengan label pengamat sepak bola nasional sampai Harian tersebut kini tak lagi menyediakan ruang untuk kolomnis.

Di sisi lain dalam dunia pendidikan, bahasa, sastra, artikel pun terus saya tulis hingga sematan label pengamat pendidikan malah bertambah menjadi pengamat pendidikan dan sosial yang diberikan oleh salah satu media ternama di Jakarta.

Kemudian, rutinitas mengikuti produksi pementasan teater juga semakin memengaruhi pikiran dan pemahan saya.terhadap semua bidang selain pendidikan dan sepak bola.

Untuk memerankan tokoh yang dipercayakan oleh sutradara, sebagai aktor saya juga harus mengasah daya pikir dan imajinasi saya untuk semua bidang kehidupan, politik, sosial, budaya, hukum, ekonomi, kemananan, hingga humaniora. Sebab, menjadi aktor teater waktunya juga bersamaan dengan pekerjaan tetap di bidang pendidikan dan merintis dalam sepak bola di tahun 1990an, maka meski saya spesialisnya ada di bidang pendidikan, sastra, bahasa, dan sepak bola karena ada ijazah dan sertiikatnya, namun bergelut menjadi aktor teater membuat saya sudah mendarah daging dengan masalah politik, hukum, sosial, budaya, ekonomi, humaniora dan lainnya.

Kebetulan, begitu zaman digitalisasi hadir, dan media online menjamur, maka saya coba tinggalkan zona nyaman  dunia jurnalistik saya sebagai pengamat pendidikan dan sosial dan pengamat sepak bola nasional.

Saya mulai menulis semua hal yang meresahkan, menggelisahkan, dan membahayakan NKRI di bidang politik, sosial, budaya, hukum dll dengan niat berbagi, tak sok tahu apalagi menggurui karena pada ujungnya, benang merahnya adalah menuju pada edukasi pembenahan karakter, budi pekerti, tata krama dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara dengan akar pondasi bahasa dan pendidikan.

Itulah saya hingga saat ini. Sebab dunia pendidikan, bahasa, sastra; menjadi aktor teater; serta menggeluti sepak bola tetap konsisten tak satu pun saya tinggalkan, selalu saya tekuni, asah dan tingkatkan hingga semua pengalaman dapat saya bagi melalui tulisan.

Lebih dari itu, kini saya juga tak lagi idealis, tulisan/artikel saya harus ditayangkan di media apa. Terpenting bagi saya, pengalaman nyata dan alternatif solusinya  dalam berbagai artikel yang saya tulis dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri, masyarakat, dan pemerintahan negeri ini.

Yang pasti, saya tetap setia pada pekerjaan utama saya di dunia pendidikan, bahasa, sastra. Terus menyalurkan hobi sebagai aktor teatar. Tak henti mengelola dan membina anak-anak usia dini dan muda dalam sepak bola. Dan, terus membagi pengalaman dan masukan dari ketiganya melalui goresan tangan hingga merambah bidang lain yang muaranya sama yaitu berlandaskan pendidikan, bahasa, dan sastra.

Jadi, Supartono JW itu, dalam artikel tetap sebagai pengamat pendidikan, sosial, bahasa, sastra, dan sepak bola. Saat menulis artikel di luar tema spesialis tersebut, adalah saat saya memposisikan diri sebagai aktor dan disitulah saya generalis.

Semua saya tekuni tidak semudah membalik telapak tangan. Tidak instan. Prosesnya panjang. Perlu disiplin dan konsisten. Itulah bidang saya sejak awal saya rintis hingga sekarang tetap mengabdi melalui pendidikan, bahasa, sastra, sepak bola, dan teater (panggung sandiwara) untuk bangsa dan negara ini. Aamiin.







Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler