x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Selasa, 18 Agustus 2020 15:10 WIB

Langka, Pegiat Literasi Kandidat Doktor Taman Bacaan dari Bogor

Adakah doktor bidang taman bacaan? Syarifudin Yunus, pegiat literasi dari Bogor menjadi kandidat doktor taman bacaan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tahukah kita? Per November 2019 lalu, hanya ada 39.500 dari 280.000 dosen yang telah mengantongi gelar doktor. Atau baru mencapai 14% dari jumlah dosen di Indonesia. Sebagai gelar akademik, Doktor biasanya disematkan kepada lulusan pendidikan strata-3 (S3) dan telah menuntaskan karya ilmiah berupa disertasi yang sudah diujikan secara terbuka dan mendapat pengakuan dari para pengujinya.

Lazimnya gelar akademik, tentu gelar Doktor menyangkut berbagai disiplin ilmu, sesuai dengan program studi yang ditempuh dan kualifikasi keilmuannya. Namun, adakah doktor bidang taman bacaan sebagai bagian pendidikan masyarakat? Mungkin cukup langka, doktor bidang taman bacaan.

Adalah Syarifudin Yunus, lebih akrab dipanggil Syarif adalah pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Dia salah satu pegiat literasi dari Bogor yang giat menyuarakan pentingnya tradisi baca dan gerakan literasi di masyarakat. Sebagai upaya meredam gempuran era digital yang telah kebablasan. Ayah dari tiga anak yang berprofesi sebagai Dosen Universitas Indraprasta PGRI ini sangat peduli terhadap upaya meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah khususnya di masyarakat yang tidak mampu. Maka di tahun 2017, ia mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu Kaki Gunung Salak Bogor. Tadinya garasi di rumahnya, lalu dijadikan rak-rak buku taman bacaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setiap seminggu sekali rutin, dari Jakarta sengaja ke Bogor, ia membimbing 60 anak pembaca aktif di taman bacaan, di samping mengajar baca-tulis 11 ibu-ibu buta aksara. Berbekal model “TBM Edutainment” yang digagasnya sendiri, sebuah konsep pengembangan taman bacaan yang berbasis edukasi dan hiburan. Selalu ada salam literasi, doa literasi, senam literasi, membaca secara bersuara, laboratorium baca, event bulanan, motivasi literasi, dan jajanan kampung gratis untuk anak-anak pembaca.

Pria 50 tahun ini bertekad menjadikan taman bacaan bukan hanya tempat membaca semata. Tapi menjadi sentra kegiatan masyarakat yang kreatif dan menyenangkan. Tujuannya, agar anak-anak semakin akrab dengan buku bacaan. Taman bacaan pun bisa jadi sarana “deschooling society” seperti di masa pandemi Covid-19. Pendidikan yang tidak hanya mengandalkan ruang kelas dan kurikulum. Karena itu, alumni peraih UNJ Award 2017 ini dengan penuh komitmen dan konsistensi terus-menerus menebar virus membaca buku bagi anak-anak kampung yang selama ini tidak memiliki akses bacaan. Hingga kini, anak-anak Desa Sukaluyu di Kaki Gunung Salak mampu “melahap” 5-8 buku per minggu, di samping berusaha menemukan kreativitas diri dan potensi kearifan lokal di daerahnya.

Pria yang sudah menulis 32 buku ini sangat yakin. Bahwa tradisi baca dapat menyelamatkan anak-anak Indonesia di masa depan. Bukan hanya karena pengetahuan yang bertambah, tapi membaca bisa menanamkan karakter dan nilai kearifan lokal yang kian langka di era digital sekarang. Hingga suatu saat, akan tercipta masyarakat Indonesia yang literat. Saking cintanya kepada taman bacaan dan gerakan literasi, Syarif pun kini menjadi kandidat Doktor Taman Bacaan di Indonesia dan sedang menyelesaikan disertasi berjudul “Peningkatan Tata Kelola Taman Bacaan Melalui Model TBM Edutainment Sebagai Layanan Dasar Pendidikan Nonformal pada Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Di Kabupaten Bogor” dari Prodi S3 Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas Pakuan (Unpak). Kenapa doktor taman bacaan? Karena Syarif bukan hanya mahasiswa S3 yang harus meneliti taman bacan sebagai disertasinya. Tapi ia sekaligus pengelola taman bacaan dan pegiat literasi yang “terjun langsung” ke lapangan dalam tiga tahun terakhir ini; Memadukan teori dan praktik tata kelola taman bacaan.

“Saya yakin, budaya literasi masyarakat hanya bisa dimulai dari tradisi membaca dan menulis. Dan itu bisa dilakukan di taman bacaan. Maka taman bacaan harus dikelola dengan asyik dan menyenangkan. Agar tetap matu suri dan tetap diminati anak-anak. Bahkan taman bacaan bisa jadi warisan yang kita tinggalkan untuk umat. Maka pedulilah pada taman bacaan,” ujar Syarif, kandidat Doktor Taman Bacaan dari Bogor.

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler